Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Alasan Mendukung Omnibus Law

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
15 Agustus 2020
A A
Alasan Mendukung Omnibus Law

Alasan Mendukung Omnibus Law

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Banyak hal yang tak dipahami oleh kita semuwa terhadap Omnibus Law karena kita kelewat kritis ini sampai tak paham niat baik pemerintah.

Ada banyak kegeraman masyarakat terhadap sikap garcep wakil rakyat dalam pembahasan RUU Cipta Kerja Omnibus Law. Apalagi ketika semua lagi ngeri-ngeri sedap sama pandemi, pembahasan Omnibus Law tahu-tahu udah mau kelar sampai 75 persen aja.

Wuih.

Ketimbang nyinyir langkah itu, bagi saya tindakan wakil rakyat (atas desakan pemerintah) ini seharusnya diapresiasi setinggi Kuil Dewa di komik Dragon Ball. Pada saat masyarakat lagi pusing membiasakan diri sama new normal, eh, wakil rakyat malah upnormal.

Ini sebuah langkah yang patut diberi penghormatan lho. Soalnya, jika biasanya pembahasan undang-undang lelet, kali ini wakil rakyat begitu cepat kerjanya.

Sebagai gambaran aja nih, pada periode 2018/2019 lalu DPR kita yang tersayang sering meninggalkan PR pembahasan undang-undang. Dari 24 RUU cuma 16 yang akhirnya bisa dibahas dan hanya 3 yang kelar jadi UU.

Ini belum menghitung dengan jumlah kehadiran dewan yang sempat disorot Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) sampai kurang dari 50 persen. Pada 3 Desember 2018 misalnya, dari 560 anggota DPR yang harusnya hadir, cuma 151 doang yang nongol biji idungnya.

Alhamdulillah, ketika pandemi melanda, kinerja buruk beberapa tahun lalu itu dibayar tuntas dengan percepatan pembahasan RUU Cipta Kerja Omnibus Law.

Benar-benar di atas normal deh. Rajin betul kerjanya. Salut, Pak… Salut.

Soal selentingan miring kenapa pemerintah beserta wakil rakyat ngotot berniat memberi giveaway sama investor, itu lain soal. Apalagi ketika kajian dari Komnas HAM juga ditemukan beberapa penyimpangan di RUU ini.

Seperti politik hukum di RUU Cipta Kerja Omnibus Law lebih memetingkan sekelompok orang atau kelompok pelaku usaha saja. Bagi Komnas HAM, hal ini mencederai persamaan kedudukan warga negara di muka hukum.

Belum dengan “pemunduran” (begitu bahasa yang digunakan Komnas HAM) atas kewajiban negara dalam memenuhi hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi pekerja.

Itu baru dua poin lho, masih ada 8 poin sisanya bisa kamu lihat di bawah ini:

[BREAKING NEWS!]

Komnas HAM RI merekomendasikan agar Presiden RI dan DPR RI mempertimbangkan untuk TIDAK MELANJUTKAN pembahasan RUU Cipta Kerja (omnibus law), \dalam rangka penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM bagi seluruh rakyat Indonesia#JegalOmnibusLaw pic.twitter.com/d2YwZiTO37

— #AtasiVirusCabutOmnibus #GagalkanOmnibusLaw (@FraksiRakyat_ID) August 13, 2020

Iklan

Oke, oke, secara sekilas RUU Cipta Kerja Omnibus Law ini memang sangat tak memihak kelompok pekerja maupun mereka yang hidup dari hasil bumi kayak petani atau nelayan kecil. Terkesan sangat jomplang gitu.

Akan tetapi satu hal yang tak dipahami oleh masyarakat kebanyakan, pemerintah dan wakil rakyat sebenarnya sedang melakukan pendidikan ke masyarakat luas melalui RUU Cipta Kerja Omnibus Law ini. Pendidikan terselubung yang tak dipahami oleh kita semuwa yang kelewat kritis ini sampai tak paham niat baik pemerintah.

Apa kamu-kamu ini tidak melihat betapa Pemerintahan Jokowi ini sejatinya ingin mendesak masyarakat untuk menjadi pengusaha semua lewat Omnibus Law? Berdikari. Hidup dari keringat sendiri, bukan dengan memburuh atau jadi pegawai orang lain.

Pramoedya Ananta Toer sendiri pernah bilang kok, “Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri, bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri.”

Pernyataan ini yang bisa dipahami bahwa mereka yang hidup dari usahanya sendiri seharusnya lebih bahagia karena lebih merdeka. Berkebalikan dengan mereka yang memburuh dan kerja di tempat orang.

Hal yang sebenarnya sudah dicontohkan oleh pejabat-pejabat kita yang keren-keren. Bahkan nggak sekadar bisnis icik-icik kayak jualan cireng atau jual opak di depan Indomaret, tapi bisnis kelas atas.

Luhut Binsar Panjaitan misalnya, berpengaruh terhadap banyak perusahaan minyak, gas, sampai batu bara. Belum dengan nama Erick Thohir, Surya Paloh, sampai Hary Tanoesoedibjo. Konglomerat-konglomerat idolak semuwanya!

Itu artinya, sebelum pemerintah mau mendidik rakyatnya agar mau jadi pengusaha, mereka udah jadi uswatun hasanah dulu, nggak cuma maidhoh hasanah alias ngomong doang.

Perkara gap putaran duit usahanya bagaikan langit dengan bumi dengan usaha masyarakat pada umumnya, ya nggak apa-apa. Kan yang penting halal legal secara hukum agama negara.

Nah, menyadari sikap baik dari pemerintah yang disambut garcep oleh wakil rakyat tersebut, saya kok malah jadi curiga, jangan-jangan pemerintahan kita ini sangat mendalami betul kuwot dari Pram tadi.

Bahwa agar rakyat bisa bahagia, mereka harus dipaksa untuk membuka usaha sendiri. Jangan mau jadi buruh atau pekerja, karena posisi itu sangat rentan. Dari terjebak jadi outsourcing seumur hidup sampai risiko pesangon yang tak dibayar utuh kalau kena PHK.

Lagipula Omnibus Law kan memang isinya bikin para pekerja nggak bisa hidup tenang. Kerja jadi penuh tekanan, posisi tawar jadi lemah di hadapan bos, sampai perkara hak hidup warga yang terdampak dari residu usaha makro pun diminimalisir.

Maka secara tidak langsung pemerintah mau bilang ke rakyatnya, “Tuh kan nggak enak jadi pekerja? Ayo makanya, bikin usaha dong!”

Nah, kalau kamu bingung modal dari mana, ya usaha sendiri dong. Jangan manja, jangan berharap sama pemerintah. Kayak pemerintah pernah ngasih sesuatu yang bener aja ke situ. Udah bertahun-tahun di-PHP gitu kok ya masih ngarep aja gitu lho.

Toh kita juga sudah paham betul kok kredo ini, “9 dari 10 pintu rejeki adalah berdagang atau usaha.”

Dan dengan adanya Omnibus Law ini, kredo itu bisa dimodifikasi dikit jadi; “9 dari 10 pintu rejeki adalah berdagang batu bara, sawit, atau benih lobster…

…plus jadi pejabat yang bikin undang-undangnya.”

Eh.

BACA JUGA Omnibus Law Ini Maksudnya Mau Bikin Negara Jadi Apaan sih? atau artikel lainnya di POJOKAN.

Terakhir diperbarui pada 15 Agustus 2020 oleh

Tags: dprinvestorjokowiLuhut Binsar Panjaitanomnibus lawruu cipta kerja
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Jurusan Ilmu Politik di UHO mengecewakan. MOJOK.CO
Kampus

Nekat Kuliah Jurusan Ilmu Politik di Kampus Akreditasi B, Berujung Menyesal Tak Dengar Nasihat Ortu

3 Oktober 2025
UI kampus perjuangan tapi BEM-nya kini terbelah. MOJOK.CO
Catatan

UI sebagai Kampus Perjuangan Kini Terbelah dan Hilang Taringnya, Tak Saling Mendukung dan Searah

4 September 2025
Komentar seorang pedagang cendol lulusan SMK terhadap kenaikan gaji DPR. MOJOK.CO
Ragam

Rintihan Pedagang Cendol di Jakarta, Kerja Mati-matian Hanya Dapat Upah Kecil demi “Menggaji” DPR agar Hidup Sejahtera

28 Agustus 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.