MOJOK.CO – Seorang fresh graduate resah, gundah, gulana. Bingung harus gimana, karena sindrom quarter life crisis.
TANYA
Hai, tim Mojok, curhat dooong~
Perkenalkan, saya Sasa. Saya baru lulus kuliah tahun ini, setelah 4,5 tahun lamanya. Mungkin permasalahan ini yang sama dirasakan para mahasiswa semester akhir atau fresh graduate yg tak kunjung dapet kerjaan, di mana orang-orang menyebutnya quarter life crisis.
Saya mulai merasakan masalah-masalah yang merujuk ke QLC ini semenjak semester-semester akhir perkuliahan. Saat itu saya bingung dengan pilihan hidup saya mau jadi apa ke depannya. Permasalahan itu mulai merembet ke kehidupan pribadi saya. Seperti ke pergaulan saya juga hubungan saya dengan sang kekasih yang seperti makin keblinger sendiri dengan pikiran dan segala permasalahan yang saya buat sendiri. Overthinking lah, cemas lah, minder lah, jadi makin merasa tidak pede di lingkungan sendiri.
Sampaaaiii pada detik ini, dalam hal mencari pekerjaan saya masih bingung banget. Saya merasa tidak ada bakat atau skill saya yang masuk ke dalam kualifikasi perusahaan yang mau saya lamar. Rasanya saya ini sangat kurang dari kualifikasi tersebut dan pasti kalah saing karena di luar sana jauh ada yg lebih dari saya. Saya mau coba mengasah skill saya, tapi saya rasa itu akan memakan waktu lama kalau target saya bisa punya kerjaan tahun ini. Saya juga masih bingung sampai detik ini hal apa yang harus saya lakukan selain mencoba melamar kerja dan belum ada yang menyambut balik lamaran saya. Binguuung…
Bagaimana cara saya mengakhiri fase quarter life crisis ini??? T_T
JAWAB
Hai Sasa yang sedang risau untuk menata masa depan. Tenang, kamu nggak sendirian. Ada banyak orang yang juga sedang berada dalam dilema usia 25-an ini, yang sering disebut sebagai quarter life crisis ini. Adalah sesuatu yang baik ketika kamu menyadari: bahwa ada suatu hal di dalam diri kita yang tidak sedang baik-baik saja.
Kata seorang abang Gojek yang pernah saya temui, yang namanya perasaan tidak nyaman itu harus diakui dan diterima. Bukan malah seolah-olah dilenyapkan supaya terlihat sedang baik. Melenyapkannya tanpa menyelesaikannya, hanya akan menghabiskan energi, karena berhasil membuat kita tersiksa secara diam-diam tanpa menyadarinya.
Sasa, sampai kapan pun kita akan selalu merasa tidak pantas. Apalagi kalau kita berkutat dalam membanding-bandingkan kemampuan kita dengan orang lain. Merasa bahwa mereka terlihat lebih sukses, bahagia, dan telah menemukan hal yang mereka suka, sedangkan kamu masih gini-gini aja. Fyi, ya, Sa, dalam kebahagiaan mereka yang tampak itu, ada 99% kerja keras, tangis, jatuh bangun, dan doa yang tak ada habisnya.
Lalu, mengenai kualifikasi dalam lowongan pekerjaan yang membuat kamu minder dan nggak percaya diri. Percayalah, setiap kualifikasi yang disyaratkan itu, memang sengaja dibuat seberat mungkin, untuk menggertak para pelamarnya. Sebetulnya mereka sedang ngetes, seberapa kuat mental kamu berani untuk melamar. Sejauh mana kamu berani untuk menghadapi tantangan yang mereka sebutkan. Ya mohon maaf nih, mana ada orang yang ‘punya modal’ bakal memberikan pekerjaan cuma-cuma untuk seseorang yang nggak punya semangat juang yang tinggi.
Sementara, tentang target yang pengin kamu usahakan. Pertanyaannya gini, sebetulnya apa, sih, yang membuat kamu berat? Bingung memulai dari mana kah? Atau nggak tahu, harus fokus dengan skill yang mana? Jika memang kamu pengin mencapai sesuatu, dan saat ini nggak tagu harus memulai dari mana. Lakukan, suatu hal yang hanya membayangkannya saja, kamu sudah jatuh cinta. Jika memang skill untuk melakukan hal tersebut belum mumpuni, tidak ada salahnya jika magang atau mengambil kursus dulu untuk mengasahnya.
Sasa, yang kamu butuhkan saat ini adalah tahu apa yang kamu mau. Lalu, berani untuk memulainya. Kebimbangan itu sering kali tetap menjadi kebimbangan dan seolah-olah menjadi pasir hisap dalam kehidupanmu. Lantaran, ia terus-menerus dipikirkan, tanpa ada usaha untuk memulainya. Sa, setiap jalan yang kita ambil itu punya risiko dan akan selalu ada sisi nggak enaknya. Apa pun itu. Jadi, tugas kamu saat ini hanya tinggal memilih, berani menghadapi risiko yang mana serta mau merasakan pahitnya apa.
Sekali lagi, lakukan hal yang kamu suka. Kalau takut untuk melakukannya, nggak masalah. Wajar kok, namanya juga manusia yang sedang dalam proses meraba-raba. Tak ada masalah, meskipun saat ini aktivitas yang kamu pilih itu bukanlah sesuatu yang menarik menurut kebanyakan orang, seolah-olah tidak punya masa depan, atau hanya akan buang-buang waktu dengan percuma. Tak jadi soal, untuk terus menekuninya. Bukankah sesuatu yang dikerjakan dengan hati dan ikhlas, tentu akan mendapatkan berkahnya masing-masing? Bukankah Tuhan sudah mengatur rezekinya untuk kita, asalkan kita mau berusaha?
Sasa, terlalu memikirkan qurter life crisis, justru bakal bikin kamu semakin krisis. Meski sebetulnya kita memang nggak bisa terbebas dalam krisis. Jadi, kamu tinggal pilih: menjadi krisis karena tidak berani melangkah, atau mengalami krisis ketika menghadapi tantangan aktivitas yang kamu suka.
Semangat menentukan jalan, Sa!