MOJOK.CO – Seorang perempuan bercerita, dia didekati lelaki yang sudah punya pacar. Hal ini sungguh membuatnya terganggu dan tidak nyaman.
TANYA
Assalamualaikum, Kak Au.
Perkenalkan nama saya Santi, kepanjangannya Santiaga Uno. Hehe. Bercanda, deng.
Jadi gini, Kak, langsung saja, ya. Saya adalah mahasiswi di Pendidikan Seni Tari sebuah universitas ternama. Beberapa kali, saya diundang berbagai pihak untuk mengisi acara hiburan tari bersama teman-teman. Saya menjalani hidup saya dengan gembira, apalagi berkat tarian saya, saya jadi mendapat banyak kenalan baru.
Salah seorang kenalan saya ini adalah laki-laki, sebut saja namanya Tio. Dia berasal dari jurusan sebelah, sebelah mananya juga saya nggak tahu, pokoknya sebelah saja, lah.
Tio mengaku menggemari penampilan saya. Kami berkenalan dan bertukar nomor WA. Mulanya kami hampir tidak pernah kontak, hanya sesekali dia me-reply status WA saya.
Suatu hari, saya putus dengan pacar saya dan jadi sering pasang status galau di WA. Yah, namanya juga anak muda, Kak. Saya masih muda soalnya, nggak tau kalau Kak Au gimana. Belakangan, Tio jadi sering sekali WA saya, reply status saya, bahkan menelepon saya. Perhatiannya jadi berlebihan, bahkan berkali-kali terang-terangan bilang bahwa dia menyukai saya, dan diikuti dengan kalimat, “Kalau saya lagi single, saya pasti udah nembak kamu, San.”
Saya senang berteman dengan Tio karena dia lelaki yang cerdas dan memahami kalau saya mengeluh pegal-pegal setelah latihan tari kontemporer yang naudzubillah mbingunginnya. Tapi, saya juga terganggu dengan perhatiannya yang berlebih padahal dia punya pacar yang sedang LDR dengannya.
Saya takut dianggap perusak, apalagi Tio pernah bilang kalau pacarnya tahu kalau Tio suka sekali datang ke pentas mana saja kalau saya jadi pengisi acaranya, dan pacarnya cemburu. Ya saya kalau jadi ceweknya juga cemburu, lah. Haduh, Tio, Tio.
Saya sudah coba mengurangi intensitas dan tidak membalas perhatian Tio (tadinya saya membalas dengan anggapan bahwa Tio adalah kawan baik saya, tidak lebih). Tapi belakangan ini, dia mulai mendekati lagi dengan berkisah soal hubungannya dengan pacarnya yang sudah di ambang kehancuran.
Gimana ya, Kak Au? Rasa-rasanya saya kok jahat sekali? Atau saya yang terlalu overthinking dan berlebihan?
Ya sudah, Kak, segitu dulu saja dari saya. Kalau ada sungai di ladang, boleh kita menumpang mandi. Kalau Kak Au waktunya lapang, boleh saya diwarahi.
Salam, peace, love, and gaul.
JAWAB
Waalaikumsalam, Mbak Santi, yang nama panjangnya pengin diplesetin jadi Santiaga Uno~
Ehm, sebelum menjawab pertanyaan sampeyan, saya mau konfirmasi dulu nih. Kalau saya juga masih muda. Udah cuma mau konfirmasi itu aja.
Btw, luar biasa sekali sampeyan mau menyadari, kalau sebaik apa pun perlakuan Tio ke sampeyan tetap saja: dia sudah punya pacar. Sehingga, sama sekali tidak dapat ditolerir, bagaimana dia melakukan pendekatan ke sampeyan dengan begitu sopannya, tapi di saat yang sama dia masih terikat komitmen dengan perempuan lainnya.
Seburuk apa pun hubungan yang tengah mereka jalani, tetap saja: dia masih punya komitmen. Oleh karena itu, saya sepakat dengan sampeyan, untuk nggak nanggepin sedikit pun manuvernya.
Nah, ketika sekarang si Tio datang dengan sebuah informasi maha penting kalau dia sudah putus dengan pacarnya, pertanyaannya, apakah sampeyan akan menerimanya begitu saja? Kalau saya sih, ogah.
Begini ya, Mbak. Orang-orang semacam Tio ini adalah tipe pecundang yang nggak percaya diri. Nggak hanya itu, dia juga tipe orang yang nggak punya keberanian untuk ngambil risiko. Dia tahu hubungannya sedang tidak baik-baik saja dengan pacarnya. Eh, bukannya memperbaiki, justru dia mencari orang lain, sebagai—mohon maaf—cadangan.
Jadi, si Tio deketin sampeyan ini sebetulnya untuk cek-cek kondisilah. Apakah sampeyan bisa didekati atau tidak? Kalau ternyata kesempatan itu ada—seupil pun tak menjadi masalah—lantas dia bakal melepaskan pacarnya begitu saja. Lalu, beralih ke orang lain.
Informasi darinya yang bilang kalau hubungannya dengan mbak pacar yang berakhir, itu bukan dengan tujuan sekadar untuk dikasihani. Akan tetapi, untuk ngasih tahu ke sampeyan kalau dia sekarang sudah “luang”. Sudah bisalah kalau sama-sama saling mendekati. Mungkin, dia berpikir kalau sikap cuek dari sampeyan ke dia sebelumnya, karena dia masih punya pacar. Dan di dalam hatinya, dia sungguh berharap, kalau sebetulnya sampeyan ada ketertarikan pada dia.
Tapi, karena dalam cerita di atas sampeyan bilang hanya menganggapnya sebagai teman baik. Itu artinya, memang nggak ada perasaan apa-apa, kan? Jadi, ya sudah, nggak perlu menanggapi dia secara berlebih. Takutnya nanti Tio malah ke-GR-an dan merasa dirinya spesial.
Sampeyan nggak overthinking, kok, Mbak. Sudah betul itu kecurigaan yang sampeyan pikirkan. Lagian ya, Mbak. Orang-orang semacam ini memang lebih baik tidak dijadikan prioritas untuk dijadikan pasangan. Kalau sebelumnya saja dia bisa ndeketin orang saat masih berkomitmen dengan pacarnya. Tentu saja dia bisa melakukan hal yang sama pada pasangannya nanti. Bukankah begitu?
Ya, bagaimanapun juga yang namanya berkomitmen itu mah gampang, Mbak. Menjaganya aja yang sulit~
Udah, gitu aja ya, Mbak. Kalau ada sungai di ladang, boleh kita menumpang mandi. Kalau Tio bukan pecundang, nggak bakal dia deket-deketi…
…sampeyan pas dia masih punya pacar.
Ehem, ehem. Gimana pantun balasan dari saya? Mencerahkan, bukan??!!