Namanya juga pengantin baru, sedang panas-panasnya, sedang naik-naiknya. Tak heran jika Rambat dan Rahayu memaksimalkan kegiatan “bercocok-tanam” mereka setiap malam. Maklum, sebagai pasangan suami istri yang menikah di usia yang lumayan matang, mereka tak ingin menunda-nunda untuk punya keturunan.
Setiap malam, mereka berdua bisa naik dua sampai tiga angkatan. Bahkan pernah sampai lima angkatan dalam satu malam. Mumpung masih punya stamina yang baik dan prima.
Hal tersebut berlangsung sampai beberapa bulan lamanya. Pada awalnya, Rahayu tidak keberatan, bahkan sangat menikmati peraduan kasihnya dengan sang suami tercinta setiap malam. Namun semakin hari, Rahayu semakin merasa bahwa rutinitas bercumbu antara ia dan suaminya sudah berada pada tingkat yang terlalu sering dan berlebihan. Pasangan lain mungkin hanya satu kali, tapi ia dan Rambat bisa sampai tiga kali.
Maka, ia pun kemudian mengungkapkan kemasygulannya kepada Rambat, suaminya.
“Mas, selama ini Mas merasa nggak kalau kita berdua ini terlalu berlebihan soal urusan ranjang?” Tanya Rahayu dengan nada yang sangat sopan.
“Berlebihan bagaimana, Dik?”
“Ya, berlebihan. Setiap malam aku sama Mas main sampai dua atau tiga kali. Padahal aku baca di beberapa artikel, suami-istri itu idealnya main sehari cuma sekali, bukan dua atau tiga kali seperti kita.”
“Lho, kan kita pengin ngejar momongan, gimana tho adik ini.”
“Iya, ngejar momongan, tapi Rahayu rasa, caranya nggak seperti itu, Mas.”
“Tapi kamu suka, kan?” Tanya Rambat dengan sedikit menggoda. Rahayu tersipu memerah.
“Ya awalnya sih suka, Mas. Tapi kalau berlebihan, ya jadi nggak suka. Capek, Mas. Badan Rahayu jadi mudah letih.”
“Ya sudah, mulai nanti malam, mainnya sekali saja, nggak usah sampai dua atau tiga kali.” kata Rambat menangkap apa keinginan Rahayu.
“Makasih, Mas.” Ujar Rahayu sambil memeluk suami tercintanya.
Namun, dasar lelaki mulut karet. Malamnya, Rambat sudah lupa dengan apa yang diucapkannya di siang hari. Ia tetap memaksa Rahayu untuk main sampai dua tiga kali.
“Lho, tadi bilangnya malam ini cukup sekali saja, sekarang kok minta nambah,” keluh Rahayu sambil mrengut.
“Malam ini thok, Dik. Masmu ini sudah nggak tahan soalnya,”
“Ya sudah, malam ini saja ya, besok-besok Mas harus janji nggak boleh minta nambah, satu kali ya satu kali, nggak boleh lebih.”
“Siyap, Ndan. Laksanakan.” Jawab Rambat sedikit bercanda.
Malam hari berikutnya, Rambat kembali berulah. Lagi-lagi, ia memaksa Rahayu untuk nambah. Begitu terus sampai berhari-hari, dan Rahayu pun tak kuasa menolaknya. Sebab, Rambat memang lelaki yang, selain pintar nggombal, juga punya kemampuan untuk berakting memelas dengan sangat sempurna.
Rahayu pun sadar, bahwa hal tersebut tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Ia kemudian mendatangi Mbak Menur tetangganya untuk berkonsultasi.
Mbak Menur adalah wanita setengah baya berusia 45 tahun, ia tetangga dekat Rahayu dan Rambat. Rumahnya hanya terpaut dua rumah dari rumah kontrakan Rahayu dan Rambat. Ia sudah menikah dua kali. Nah, pengalamannya soal pernikahan itulah yang membuat Rahayu mantap untuk berkonsultasi dengan Mbak Menur.
“Mbak, suamiku itu kelihatannya kok hiper ya,”
“Hiper bagaimana maksudmu?”
“Ya hiper, Mbak. Masak setiap malam mas Rambat kalau main itu bisa sampai dua atau tiga kali, dan itu setiap hari. Aku jadi kewalahan menghadapinya.”
“Wah, namanya juga penganten baru, memang biasanya begitu,” kata Mbak Menur mencoba memaklumkan.
“Kalau satu bulan dua bulan pertama masih wajar, Mbak. Ha tapi ini sudah hampir empat bulan setelah kita menikah lho, Mbak. Apa itu nggak berlebihan?”
“Wah, Iya ya, kalau dirasa-rasa sih, memang berlebihan sih. Lha penginmu bagaimana?”
“Pengin saya, Mas Rambat itu kalau main cukup satu kali saja dalam satu malam, nggak usah nambah.”
“Lha kan kamu tinggal menolak, begitu saja kok repot lho”
“Nah, itulah masalahnya, Mbak. Saya ini orangnya nggak tegaan, kalau Mas Rambat meminta buat naik lagi, apalagi dengan memasang wajah melasnya itu, saya sering nggak tega dan akhirnya luluh juga. Gimana Mbak Menur, ada solusi?”
“Hahaha, yo jelas ada. Bukan Mbak Menur namanya kalau tidak bisa memberikan solusi.”
Muka Rahayu cerah. Akhirnya ia mendapatkan solusi atas permasalahannya selama ini. Ia tak sabar ingin segera mendengarkan solusi dari Mbak Menur.
Wah, apa itu solusinya, Mbak?”
“Begini, setelah kamu sama Rambat main satu kali, langsung saja kamu matikan lampu. Setelah itu, kamu pergi ke kamar mandi, kemudian di sana, kamu kentut sekeras-kerasnya sampai suamimu dengar”
“Kentut? Biar apa, Mbak?”
“Woalah, dasar penganten baru nggak mudengan. Ya biar Rambat suamimu itu jadi agak kagok dengan suara kentutmu. Nanti nafsu suamimu itu akan turun dengan sendirinya gara-gara bunyi kentutmu itu. Suamiku dan juga mantan suamiku dulu, kalau minta nambah pas aku capek, biasanya aku pakai cara itu, dan manjur.”
Demi mendengar ide yang brilian tersebut, Rahayu pun sumringah. Ia segera berterima kasih kepada Mbak Menur dan langsung pamit. Tak sabar ingin segera mempraktekkan trik ciamik dari Mbak Manur tersebut.
Malamnya, Rahayu sudah mempersiapkan semuanya dengan baik. Ia bahkan sudah melahap beberapa ketela rebus, brokoli, dan beberapa sayur yang dikenal menghasilkan gas pada tubuh dan berpotensi menghasilkan kentut, semata agar nanti ia punya stok angin yang cukup untuk dikeluarkan.
Rencana yang sudah dipersiapkan pun berjalan dengan sangat baik dan lancar tanpa halangan suatu apapun. Setelah selesai persenggamaan pertama, sesuai dengan arahan Mbak Menur, Rahayu langsung mematikan lampu dan segera ngeluyur ke kamar mandi.
“Duuuuuuuuuuuut… Broooooooot…” dari kamar mandi, terdengar bunyi kentut yang sangat keras lagi melodius.
Rambat mendengar bunyi kentut itu dengan sangat jelas dan kemudian reflek berteriak, “Mbak Menur, itu kamu, ya?”
Modiar.