MOJOK.CO – Kalah dari Chelsea di laga final Piala Europa, Arsenal bakal merasakan pahitnya obat yang mereka buat sendiri. Sebuah periode penting, sekaligus menakutkan.
Kecewa itu sudah pasti. Namun, saya tidak sepenuhnya kaget ketika Arsenal kalah dari Chelsea di laga puncak Liga Europa. Jumlah golnya yang bikin kaget, ketika kalah dengan skor 1-4. Namun sekali lagi, ini jenis kekalahan yang memang “sangat Arsenal”.
Ketika ekspektasi sangat tinggi, tim lawan tidak berada dalam kondisi terbaik, terjadi perselisihan antar-pemain, hingga Maurizio Sarri yang tampak begitu kesal sampai membanting lalu menendang topinya. Melawan Everton, Crystal Palace, Wolves, dan lain sebagainya, Arsenal justru masuk dalam ruang gelap bernama lemah mental.
Sepak bola adalah sejarah yang berulang dan jika kamu seorang Gooners, ini situasi yang biasa saja. Memang menyedihkan, ketika kegagalan sudah dianggap sebagai rutinitas. Namun, mari telan kekalahan ini bersama-sama, rasakan pahit dan getirnya, karena kita memang layak untuk kalah. Kalau memang suram, mau apa lagi?
Nah, yang paling penting–dan bakal menjadi masalah–bagi Arsenal adalah akan seperti apa musim panas mereka? Kekalahan dari Chelsea di final Liga Europa bukan hanya soal “kalah di satu pertandingan”. Kekalahan ini bisa merembet ke jenis kekalahan yang lain, yaitu perihal jendela transfer. Tanpa strategi yang ideal, klub ini akan semakin tertinggal.
Dana yang minim memaksa Arsenal mengubah strategi bursa transfer
Aspek ini yang paling terasa. Jika mampu lolos ke Liga Champions dari memenangi Liga Europa, dana belanja Arsenal mencapai 100 juta paun. Namun, ketika kalah, dana belanja tidak lebih dari 40 juta paun. Dana 100 juta paun saja sudah terlihat kecil di Liga Inggris, apalagi 40 juta. Dana 40 juta itu seperti uang yang kamu bawa untuk membeli takjil. Main course tidak akan pernah kamu cicipi.
Sebelum final, incaran The Gunners terbentang dari nama Thomas Partey, Samuel Umtiti, Pepe, hingga Mario Gotze. Sudah jelas kalau harga pemain-pemain itu bakal lebih tinggi ketimbang kemampuan finansial Arsenal untuk sektor pembelian pemain baru.
Pemain-pemain yang dilepas adalah mereka yang memang berstatus habis kontrak dan pensiun. Tujuan utama adalah untuk membebaskan sejumlah besar uang untuk dialokasikan sebagai modal gaji pemain baru. Ruang toleransi gaji yang lebih lega, membuat klub bisa bermanuver di jendela transfer alias punya bargaining di mata pemain bintang.
Lantas, apa yang terjadi ketika kalah di Final Liga Europa?
Jika tetap ingin membeli pemain bagus, setidaknya untuk bek tengah dan penyerang sayap, manajemen harus berani menjual “pemain jadi” yang sudah menjadi tulang punggung musim ini. Mengapa? Karena mereka yang paling stabil dan bisa dijual dengan harga tinggi.
Pemain-pemain seperti Pierre-Emerick Aubameyang, Alexandre Lacazette, dan Mesut Ozil bisa masuk dalam daftar jual. Tidak perlu semuanya, misalnya Lacazette saja yang diminati Barcelona, memutuskan untuk hengkang. Proses kepindahan ini, selain mendatangkan uang dengan nominal besar, juga membuat pemain yang selama ini duduk di bangku cadangan atau di akademi mendapatkan kesempatan yang sama besar dengan senior.
Bisa juga dengan menjual salah satu dari Lucas Torreira dan Matteo Guendouzi. Dua pemain muda itu tidak akan pernah menjadi legenda. Keduanya adalah komoditi, plan B, untuk situasi-situasi seperti ini. Pahit memang, tapi klub masih masih cara untuk bertahan hidup.
Nah, cara kedua adalah dengan memaksimalkan pemain yang berkembang pesat ketika dipinjamkan. Krystian Bielik dan Reiss Nelson sebagai contoh. Mereka matang melebihi usianya, pun sudah teruji di liga masing-masing.
“Memaksakan” para pemain muda artinya kamu harus mengatur ekspektasimu. Masa transisi di bawah asuhan Unai Emery akan berlanjut dan bakal sangat berat. Ia diwarisi skuat dengan gaji terlalu tinggi, hingga mental yang jeblok. Ditambah keterpaksaan memainkan pemain muda, jangan salah kalau musim depan bersaing dengan Burnley di papan tengah.
Respect untuk Chelsea dan Sarri
Kalah, ya kalah saja. Ada waktunya untuk mengakui kekalahan dan memuji pelatih lawan. Ya, meski Chelsea bermain jelek, Arsenal sudah bisa membuktikan diri kalau masih bisa lebih jelak. Sarri? Beliau sosok pelatih yang paham betul akan kesabaran.
Ia tidak pernah menjadi pesepak bola profesional, kehidupan di luar lapangan dihabiskan dengan pekerjaannya sebagai banker. Jika ditotal, Sarri sudah menunggu selama 29 tahun untuk kemudian menerima piala pertamamanya. Respetc!