MOJOK.CO – Jika AC Milan dan Atletico Madrid “dikerjai wasit”, Arsenal justru “mengerjai diri sendiri” dengan rotasi yang gagal dan mental yang sungguh lemah.
Wasit menjadi pihak yang paling mudah disalahkan ketika sebuah tim tidak mendapatkan hasil yang diinginkan. Itu kalau di sepak bola nyata. Kalau lagi main FIFA atau PES, yang kali pertama disalahkan adalah stiknya. Nah, yang kedua, baru makian untuk wasit meluncur dengan deras seperti bendungan jebol.
Namun memang ada kalanya ketika wasit tidak bekerja dengan baik. Bahkan sampai bikin lahir pandangan kalau wasit itu tidak netral. Ia memihak kepada pihak yang “disukai”, atau kepada pihak yang sudah menyuapnya “di bawah meja”. Ketika tidak netral, segala keputusan wasit membuat pertandingan menjadi tidak ada artinya.
Itulah yang dirasakan oleh AC Milan, ketika tandang ke rumah Juventus. Pertandingan yang maha penting bagi anak asuhan Gennaro Gattuso. Pertandingan yang seharusnya, mungkin saja, bisa mereka menangkan untuk mengamankan satu tempat di zona Liga Champions. Namun apa yang terjadi? Wasit “merusak” performa Milan.
Kejanggalan seperti terjadi bertubi-tubi. Misalnya penalti kontroversial yang diberikan wasit kepada Juventus ketika Paulo Dybala “dijatuhkan” Mateo Musacchio. Dari tayangan ulang justru terlihat Dybala yang membenturkan kaki ke Musacchio. Intinya hanya tabrakan saja dalam situasi 50-50 karena keduanya sama-sama berlari dengan kecepatan yang lumayan tinggi.
Kontroversi selanjutnya adalah ketika wasit, Michael Fabbri, tidak memberikan penalti untuk Milan ketika salah satu pemain Juventus menyentuh bola di dalam kotak penalti. Dari tayangan VAR pun terlihat jelas kalau bola membentur tangan dan kejadian itu mencegah sebuah peluang tercipta. Penalti harusnya diberikan, tapi tidak di mata Michael Fabbri.
Kontroversi ketiga ketika Mario Mandzukic menendang Alessio Romagnoli. Aksi itu tertangkap kamera dan seharusnya Mandzukic mendapatkan kartu kuning kedua. Wasit juga memperlakukan pemain Juventus dan Milan secara berbeda. Misalnya ketika Leonardo Bonucci dengan jelas menginjak tumit Krzysztof Piatek, sementara Hakan Calhanoglu melompat tanpa mengangkat kaki. Bonucci selamat dari kartu, sementara Calhanoglu mendapat kartu kuning.
Mengapa hal-hal di atas saya sebut sebagai kontroversi? Karena Marcello Nicchi (Presiden AIA, asosiasi wasit) dan Nicola Rizzoli (petugas penunjuk wasit) akan menemui pelatih Milan, Gennaro Gattuso, serta Direktur Leonardo dalam pertemuan Lega Serie A, Senin (8/4). Keduanya akan meminta maaf secara langsung karena wasit Michael Fabbri sudah melakukan kesalahan dan merugikan Milan.
Namun begitulah kisah pertemuan Juventus vs Milan. Masih ingat Sulley Muntari? Pemain asal Ghana itu seharusnya mencetak gol ketika wasit Tagliavento berkata lain. Menganulir gol Muntari menjadi penyesalan sekaligus kesalahan terbesar Tagliavento. Bagi Milan, Juventus itu seperti cinta, deritanya seperti tiada akhir.
Bergeser ke Spanyol, sebuah pertandingan penting digelar di Camp Nou. Barcelona menjamu Atletico Madrid. Jika menang, secara matematis, Barcelona boleh dianggap sebagai juara La Liga. Sementara itu, Atletico bermain lebih baik dibandingkan performa mereka di beberapa pertandingan sebelumnya.
Situasi berubah ketika Diego Costa menjadi pesakitan. Yang pasti di dunia ini memang hanya kematian, pajak, dan Diego Costa mendapat kartu merah. Pemain berdarah Brasil itu disebut menghina ibu dari wasit yang bertugas. Kira-kira, apa yang dikatakan oleh Diego Costa secara pasti? Apakah kira-kira begini:
“Dasar wasit cebong! Aku golput!”
“Haesh, golput haram! Kartu merah!”
Siapa tahu, kan ya.
Setelah bermain dengan 10 pemain, yang terjadi justru di luar perkiraan. Atletico bermain lebih solid, sementara Barcelona kesulitan menciptakan peluang. ketika mendapatkan peluang melepas tembakan, semuanya mental di depan Jan Oblak. Kartu merah yang didapat Atletico seperi membangunkan sisi buas di dalam diri mereka.
Apa yang terjadi jika wasit tidak memberi kartu merah kepada Costa? Toh konon makian itu adalah makian yang biasa dilakukan di sepak bola Spanyol. Bisa jadi, Atletico yang bakal menang dan pesta perayaan di dalam hati Barcelona harus ditunda.
Geser ke Inggris, Everton vs Arsenal. Arsenal harus bisa menang di rentetan pertandingan tandang mereka. Meski lawan-lawannya bukan dari tim enam besar, klub-klub seperti Everton, Wolves, dan Burnley adalah klub yang secara tradisional pasti menyulitkan Arsenal.
Dan bagi Arsenal sendiri, kekuatan mental mereka masih terlalu lembek. Setelah bermain cukup baik selama beberapa waktu, Arsenal kembali ke habitat mereka: avertebrata dengan mental yang lemah. Berkali-kali Arsenal berada dalam situasi yang sama seperti ini: tidak konsisten ketika ekspektasi itu mulai terasa semakin berat.
Ada selentingan kabar kalau Andre Gomez, gelandang Everton, seharusnya mendapat kartu merah karena pelanggaran profesional. Ketika long throw in yang berujung gol dilakukan, kaki Lucas Digne melebihi garis tepi. Jika merujuk kepada buku aturan, long throw in itu tidak sah dan diberikan kepada Arsenal.
Wasit sendiri sangat lembek kepada Everton. Kontak fisik yang terjadi hampir selalu menjadi pelanggaran untuk Everton. Namun, ketika Alexandre Lacazette “dimakan” kakinya, wasit tidak memberikan pelanggaran. Bahkan salah satunya terjadi di dalam kotak penalti. Terjangan Kurt Zouma, bek Everton, sukses bikin Lacazette terpincang-pincang.
Namun, meski ada aura dikerjai wasit, melihat cara bermain Arsenal yang buruk tiada terkira, saya jadi enggan membela tim dari London Utara itu. Bahkan Arsenal memang layak kalah. Tiada ada greget di lapangan tengah, fokus Unai Emery sudah di pertandingan Liga Europa melawan Napoli.
Rotasi yang dilakukan tidak berhasil. Meski direspons secara positif dengan memasukkan Aaron Ramsey dan Pierre-Emerick Aubameyang sekaligus, mental pemain-pemain Arsenal sudak kena. Tidak ada kerapatan yang baik di antara lini. Meski Everton tidak bertahan dengan terlalu baik, Arsenal justru bisa lebih tidak baik lagi.
Pola pikir Emery agak terbalik ketika menentukan komposisi pemain. Ia punya kepentingan di Liga Inggris dan Liga Europa. Masuk akal kalau rotasi dilakukan. Namun, setidaknya, mainkan tim terbaik terlebih dahulu karena Everton bukan lawan mudah. Bikin situasi nyaman, baru lakukan rotasi dengan tiga pergantian pemain.
Pada titik ini, Milan dan Atletico boleh kamu bilang “dikerjai wasit”. Namun, bagi Arsenal sendiri, justru mereka yang mempersulit dan “mengerjai” diri sendiri.