MOJOK.CO – Kalau Arsenal dan Mesut Ozil tidak bisa menjaga victoria concordia crescit, lebih baik perpisahan itu disegerakan.
Sebetulnya, saya sudah meniatkan diri untuk tidak menulis soal Mesut Ozil untuk sementara waktu. Namun, pada kenyataannya, saya tidak bisa menepati janji sendiri. Hubungan Ozil dan Arsenal adalah gambaran hubungan antar-insan yang sulit ditepikan begitu saja.
Kenyataan baru harus diterima Mesut Ozil. Bersama Papa Sokratis, namanya dicoret dari daftar skuat Arsenal untuk babak penyisihan grup Europa League. Keduanya “disingkirkan” demi memberi tempat kepada beberapa pemain baru. Beberapa pemain yang lebih dibutuhkan Mikel Arteta.
Kini, kekhawatiran baru muncul. Setelah dicoret dari skuat Arsenal untuk Europa League, bukan tidak mungkin Ozil juga akan dikeluarkan dari daftar 25 pemain yang didaftarkan untuk Liga Inggris. Kita semua kaget dan heran. Namun, nampaknya pemain asal Jerman itu sudah memprediksi kenyataan pahit ini.
Diamnya Mesut Ozil adalah wujud indikasi itu. Saya tidak tahu apa yang sedang terjadi di balik layar. Namun, jika diizinkan urun pendapat, saya rasa Ozil sedang mempertahankan sikapnya ketika Arsenal tidak bisa berbuat banyak selain “diam”. Diamnya Arsenal menegaskan bahwa hubungan mereka memang begitu kusut.
Kepada siapa “keteguhan Mesut Ozil” diarahkan? Tentu kepada manajemen Arsenal. Dan sampai sini saya tidak tahu sedang bicara apa… saya terbaca sedang meracau saja….
Yang ingin saya katakana adalah, saling mendiamkan ketika masalah terjadi tidak akan menyelesaikan masalah itu sendiri. Kita tahu Mesut Ozil ternyata tidak bermasalah dengan Mikel Arteta. Fist bump yang keduanya lakukan di lapangan latihan menyiratkan kalau hubungan mereka tetap mesra.
Arsenal yang diam harus “menelan” polah tingkah sendiri merumahkan Jerry Quy, orang di balik maskot Gunnersaurus, untuk sementara waktu. Mesut Ozil, dengan PR stunt yang terlihat manis luar biasa, mengoceh lewat akun Twitter pribadinya. Katanya, dia siap membayar gaji Jerry sehingga Gunnersaurus tidak punah.
Sikap ini dianggap mulia, menuai banyak pujian. Namun, kenapa Mesut Ozil Cuma diam saja ketika 55 pegawai Arsenal dirumahkan? Dia baru berbicara ketika berhadap-hadapan dengan David Ornstein untuk wawancara. Kenapa tidak menggunakan platform media sosial atas nama dirinya yang punya kekuatan luar biasa itu?
Segala kejadian ini sangat sulit dicari ujungnya. Kita hanya bisa meraba-raba, saling berdebat mempertahankan pendapat yang belum tentu benar, padahal sama-sama buta dan tidak tahu apa-apa. Oleh sebab itu, beberapa hari yang lalu, ketika masalah Gunnersaurus mengemuka, saya memilih diam.
Sebenarnya, di dalam hati saya berharap agen Mesut Ozil berbicara dengan klub lain di deadline day jendela transfer. Kalau memang sudah tahu akan diperlakukan seperti ini, kenapa dia tidak pergi saja? Aksi diam ini makin memperburuk nama Mesut Ozil di manajemen Arsenal. Bukan tidak mungkin Ozil dianggap mata duitan. Hanya dengan diam saja dia bisa membawa pulang 350 ribu paun per pekan sampai kontraknya habis.
Padahal, dengan 350 ribu paun itu, Arsenal bisa membayar gaji karyawan. Bahkan bisa jadi, pemain yang diincar bisa dibeli. Berkorban kok setengah-setengah. Itulah yang menemani menit demi menit kecemasan di deadline day ketika Arsenal sedang mengusahakan kedatangan Thomas Partey.
Namun, saya mencoba merenungi kembali kekusutan ini. Sebagai laki-laki dan manusia yang berdaulat atas diri sendiri, sikap Mesut Ozil bisa dipandang benar. Terutama jika, dan hanya jika, Arsenal “mendiamkan” dirinya karena masalah di luar sepak bola. Misalnya karena keteguhan Ozil mengecam persekusi yang diterima masyarakat Uighur di China.
Aksi diam pun juga bisa dianggap sebagai protes. Ingat, protes itu dilindungi Undang-Undang. Bahkan menjadi hak konstitusional warga negara. Kalau mau menyuarakan pendapat saja tidak boleh, sebuah negara mending bubar saja karena gagal menjamin hak-hak warganya.
Alasan di luar sepak bola ini membuat mesranya hubungan Arteta dengan Ozil menjadi masuk akal. Kalau kita sedang main “asal duga”, tentu saja saya boleh menganalisis kalau sikap “protes dalam diam” Ozil didukung Arteta. Bahkan menjadi masuk akal ketika Arteta tidak pernah bicara jelek tentang kusutnya hubungan Mesut Ozil dan Arsenal.
Yang terjadi saat ini, menurut kata hati saya adalah setiap suara yang diproduksi manusia pasti akan bercabang. Suara bukan hanya soal bunyi yang keluar dari mulut. Sikap untuk diam pun juga bisa dianggap sebagai “suara”.
Arsenal yang diam, bisa dianggap sebagai sikap bijak untuk menghukum pemain. Bisa juga sebuah kebodohan karena memelihara borok. Mesut Ozil yang diam, bisa dianggap sebuah protes. Bisa juga sikap mata duitan, menerima 350 ribu paun per pekan hanya dengan latihan rutin sampai kontrak habis.
Pada akhirnya, yang bisa kita percaya adalah kata hati sendiri. Mereka yang terlihat seperti malaikat ternyata hatinya berwarna hitam. Mereka yang terlihat bengis, tetapi menjadi insan yang paling welas asih. Kalau Arsenal dan Ozil tidak bisa menjaga victoria concordia crescit, lebih baik perpisahan itu disegerakan.
BACA JUGA Dilema Mesut Ozil dan Keraguan yang Menyelimuti Arsenal dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.