MOJOK.CO – Boleh saja Liverpool berharap, optimis ketika mengejar kabar baik dari virus corona. Namun, sikap itu harus dibarengi dengan kewaspadaan.
Kabar baik terkait virus corona dinantikan jutaan orang di penjuru dunia. Tidak terkecuali para pemain Liverpool, yang katanya sampai frustasi ketika setelah mendapat kabar Liga Inggris musim 2019/2020 akan ditunda. Setelah itu, menyusul kabar kalau Liga Inggris musim ini akan null and void, tidak ada juara dan tidak ada yang degradasi.
Pada dasarnya, saya setuju dengan tulisan Renalto Setiawan di Tirto. Renalto memberi judul: “Liverpool Berlalu Bagus untuk Jadi Tim Spesialis Nyaris Juara” untuk tulisannya. Membaca dari judul saja kita bisa menyimpulkan isi tulisan. Namun, cuma membaca judul itu jangan dibiasakan, ya. Baca juga isi artikel supaya kamu “nggak tersesat”.
Renalto menutup tulisannya dengan tiga paragraf yang menarik. Saya kutipkan:
“Apa yang terjadi pada Desember 2019 lalu bisa menjadi contoh. Kala itu, Liverpool baru saja mengalahkan Leicester City 4-0 dan membuat mereka kokoh di puncak klasemen dengan selisih 13 angka. Namun, saat tim-tim lain mulai lempar handuk dan para pengamat sepakbola Inggris meyakini bahwa musim ini akan menjadi milik Liverpool, Jurgen Klopp justru mengatakan:
“Tidak pernah ada satu tim pun yang memimpin liga dengan jarak sejauh ini gagal menjadi juara. Namun, kata-kata seperti justru terdengar buruk bagi kami. Mengapa kami harus memikirkannya?”
Untuk semua itu, siapa pun dan apa pun seharusnya tak mampu menghalangi Liverpool menjadi juara liga pada musim ini, tak terkecuali COVID-19. Tim ini terlalu luar biasa untuk, sekali lagi, tiga kali nyaris menjadi juara liga.”
Soal dominasi, saya rasa fans yang waras pasti tahu kalau The Reds seharusnya “sudah menjadi juara”. Dan di sini, seharusnya saya tidak perlu panjang lebar menjelaskan alasannya. Kamu bisa mengukur kepantasan Liverpool dari banyak sisi. Misalnya dari konsistensi, determinasi, kualitas individu yang dibalut oleh sebuah tim, dan lain sebagainya.
Perdebatannya, saya kira, sudah bergeser ke satu hal yang lebih fundamental, yaitu menunggu kabar baik dari virus corona. Tidak berlebihan kalau saya bilang seluruh dunia sedang berkonsentrasi memelototi pergerakan kurva kasus baru COVID-19 di negaranya masing-masing. semuanya menunggu satu “kebiasaan baru”.
Semuanya menunggu garis di dalam kurva kasus virus corona melandai. Artinya, jumlah kasus baru virus corona mengalami penurunan. Kabar baik itu yang dinantikan Liverpool dan masyarakat dunia. Ketika kurva kasus virus corona melandai, harapan untuk melihat garis itu menurun pasti membesar. Dunia sedang menunggu untuk sebuah perayaan besar.
Di Indonesia, Senin (27/04), Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, menyampaikan bahwa ada 19 provinsi yang tidak lagi melaporkan adanya kasus baru virus corona. Sementara itu, di DKI Jakarta, penambahan jumlah positif kasus virus corona mengalami perlambatan berkat aturan PSBB.
Berita-berita bernada positif seperti ini dinantikan, bahkan dikejar, ia diburu. Meskipun banyak ahli yang sudah membuat perkiraan bahwa virus corona baru akan mereda setelah Agustus, banyak otoritas liga-liga di dunia yang optimis bisa memulai Latihan pada Mei 2020. Harapan liga dilanjutkan, sudah memuncak. Pastinya Liverpool ada di dalam barisan itu.
Namun, Liverpool dan masyarakat dunia perlu waspada akan gelombang kedua virus corona. Saya tidak ingin menghancurkan harapan akan kabar baik. Saya hanya ingin mengingatkan bahwa kemungkinan itu bisa terjadi.
Saya mengajak pembaca untuk berkaca dari sebuah fenomena, yaitu fakta bahwa ribuan orang masuk Wonogiri ketika Jokowi sudah melarang mudik (dan pulang kampung, kamu pilih saja). Bupati Wonogiri, Joko Sutopo sudah menegaskan tidak akan melarang pemudik masuk. Namun, pemudik harus mengikuti sejumlah prosedur demi Kesehatan dan keamanan.
Saya apresiasi keputusan Pak Bupati. Sangat sulit mencegah ribuan pemudik masuk ketika pemerintah pusat saja tidak pernah tegas sejak awal. Namun, karena kita sedang berbicara Indonesia, tidak menutup kemungkinan ada pemudik yang masuk Wonogiri tetapi tidak melewati pemeriksaan kesehatan. Pasti, ya maaf saja, ada yang lolos.
Mereka yang lolos, tidak menutup kemungkinan membawa virus corona masuk ke daerahnya. Satu contoh ini saja sudah bisa menggambarkan kalau ancaman gelombang kedua bukan isapan jempol. Siapa yang bisa menjamin?
Di Eropa, meski otoritas liga sangat optimis untuk menggelar latihan di Mei 2020, siapa yang bisa “menjamin kepastian”? Apalagi beberapa klub sudah menolak pilihan menggelar pertandingan tertutup demi pemasukan dari tiket pertandingan. Maka, tarik dan ulur masih akan terjadi dalam waktu yang lama.
Liverpool yang frustasi menggambarkan gejolak di dalam diri kita semua. Kapan kabar baik itu akan datang, kehidupan kembali ke sedia kala meskipun sangat sulit terjadi, dan kapan gelar juara itu bisa dipastikan? Jujur saja, tidak ada yang bisa menjamin.
Inti dari tulisan saya ini adalah: boleh saja berharap, optimis ketika mengejar kabar baik. Namun, sikap itu harus dibarengi dengan kewaspadaan. Ingat, kompetisi sepak bola selalu bisa dibangun kapan saja, tetapi tidak nyawa manusia.
BACA JUGA Liverpool yang Malang: Tentang Kegagalan Paling Puitis Abad Ini atau tulisan-tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.