MOJOK.CO – Lionel Messi adalah expelliarmus Barcelona paling sempurna. Dia melucuti kekuatan lawan secara paripurna, membuat mereka menjadi tidak berdaya.
Jose Mourinho pernah mengaku kalau dirinya terinspirasi oleh dua orang, yaitu Bobby Robson dan Louis van Gaal. Gaya kepelatihan Mourinho sendiri adalah gabungan dari dua legenda yang pernah melatih Barcelona itu.
Dari Bobby, Jose Mourinho belajar kebebasan berekspersi ketika menyerang. Sementara itu, dari van Gaal, Mourinho belajar kedisiplinan yang tercermin dari caranya bertahan. Kedisiplinan dari van Gaal memang luar biasa. Pelatih asal Belanda itu sering mengulang-ulang instruksi ketika latihan supaya pemainnya bukan hanya terbiasa, tetapi taktik yang ingin diterapkan seperti menjadi reflek dalam diri.
Sesuatu yang dilatih secara intens, meresap betul ke dalam diri pemain. Sepak bola bukan lagi sebuah sistem, tetapi seperti kedipan mata. Reflek. Dan sepak bola yang sudah meresap itu tergambar dalam diri Lionel Messi ketika berseragam Barcelona.
Lionel Messi bukan lagi sosok “la pulga” seperti dulu. Dia tidak lagi “lincah dan gesit”. Gerakannya terasa lebih lambat. Feint yang dipilih tidak sekaya satu dekade yang lalu. Namun, seperti keyakinan Miyamoto Musashi, satu tebasan katana yang dikuasai penuh jauh lebih berbahaya ketimbang 1000 ragam tebasan yang hanya diketahui saja.
Sebuah analogi yang membuat Messi dengan seragam Barcelona sangat sulit dihentikan. Jika sebuah klub tidak bertahan “secara tim dan kompak”, kapten timnas Argentina itu hampir selalu bisa menemukan cara untuk melukai tim tersebut. Ia seperti mantra yang terpatahkan. Seperti expelliarmus, mantra pelucut senjata lawan yang menjadi favorit Harry Potter.
Di duel akhir, melawan Lord Voldemort, Harry Potter menggunakan mantra kesayangannya, expelliarmus. Selain berpegang teguh kalau dirinya bukan pembunuh, alih-alih menggunakan avada kedavra mantra pembunuh, Harry memang lebih percaya diri dengan mantra melucuti senjata lawan itu.
Menguasai sebuah mantra bukan perkara mudah. Bahkan Hermione Granger pun kesulitan menguasai patronus. Oleh sebab itu, penyihir di dunia rekaan J. K. Rowling menggunakan mantra yang sudah menjadi signature mereka. Merapal mantra memang butuh kepercayaan diri. Tentu supaya mantra itu bisa bekerja dengan baik.
Bagi Barcelona, Lionel Messi adalah expelliarmus mereka….
Saya masih ingat betul saat-saat menjelang laga final Liga Champions antara Barcelona vs Manchester United tahun 2011. Banyak media yang membuat profil mendalam tentang satu pemain Manchester United bernama Park Ji-sung. Pemain asal Korea Selatan itu diprediksi bakal menjadi pemain yang akan mengunci Lionel Messi.
Patrice Evra, dengan gaya setengah bercanda, mengaku heran dengan stamina Park Ji-sung. Evra berseloroh kalau makanan Korea yang dimakan Park Ji-sung di rumah yang membuatnya begitu bertenaga. “Dia bisa berlari sepanjang hari,” kata Evra. Media pun menyusun laporan mendalam soal makanan dan diet Park Ji-sung.
Apa yang terjadi di final? Lionel Messi tidak bisa dikejar. Bukan karena dia super cepat, tetapi Messi punya cara untuk menghindari tekanan dari Park Ji-sung dari pemain United lainnya, termasuk Evra, yang kena ankle breaker di babak kedua. Messi hampir selalu menemukan celah, baik ketika bermain dari sisi kanan, maupun ketika bergeser ke depan kotak penalti.
Sudah tentu, kehebatan Messi disokong oleh cara bermain Barcelona. Sebuah mantra tidak akan bekerja kalau tidak didukung kepercayaan diri si empunya, bukan? Park Ji-sung kelelahan dan Messi mencetak satu gol malam itu. Satu gol yang sederhana saja. Ia menembak dari depan kotak penalti. Dikepung pemain United dan bola tetap lolos mulus ke dalam gawang.
Sepak bola, pada titk tertentu, adalah pencarian akan sebuah cara….
Barcelona vs Borussia Dortmund, tahun 2019. Delapan tahun sejak final vs United, Messi masih menjadi mantra expelliarmus Barcelona. Dia semakin menua. Namun, seperti sepak bola ala van Gaal yang membuat ide dan taktik meresap penuh, Messi bergerak memangsa ruang dengan sangat mulus, bahkan rakus.
Di babak pertama melawan Dortmund, Messi membuat satu gol dan satu asis. Barca yang menekan dengan garis pertahanan tinggi membuat nyaman Messi. Dia tidak perlu turun ke jauh ke bawah untuk mengambil bola. Dia mendapatkan bola di dekat kotak penalti Dortmund dan lebih mudah mencari cara membuat peluang.
Dortmund hampir tidak bisa mencegah dorongan mantra Barcelona itu. Mau itu pressing dengan dua pemain atau mengepungnya secara zonal. Si pemain selalu menemukan cara untuk berkelit. Bukan dengan kecepatan tinggi seperti dulu. Tetapi feint sederhana yang justru tidak tercegah. Seperti kesederhanaan mantra pelucut senjata, dia membuat Dortmund tidak berdaya.
Mantra adalah narasi yang berbahaya….
Mantra expelliarmus Barca atas diri Messi tidak sekuat dulu. Si pemain sudah tidak bisa lagi diikutkan dalam proses bertahan. Bersama Luis Suarez di depan, Messi seperti tengah berjalan santai di tengah taman bunga ketika Barca bertahan.
Antara menit 45 hingga 65 babak kedua, Barca tertekan dan Dortmund mencuri satu gol. Terlihat skema 4-4-2 ketika Barca bertahan. Dua pemain di depan tidak ikut menekan dan Barcelona sering kekurangan jumlah ketika bertahan. Satu detail inilah yang membuat mereka sering menderita ketika bermain tandang.
Ketika kekuatan tubuh si pemilik mantra tidak setangguh dulu, mantra yang dirapal juga melemah. Apakah Messi semakin lemah? Ini fakta yang pahit buat fans El Barca. Namun, untuk apa pelatih meminta Messi bertahan kalau energinya akan jauh lebih berguna di sepertiga akhir lapangan.
Itu pendapat yang tidak salah, tetapi mungkin terdengar aneh di telinga beberapa orang. Apalagi sepak bola modern menuntut semua pemain punya kontribusi untuk bertahan. Apakah tuntutan itu tidak berlaku bagi pemain mungil ini?
Karena pada kenyataannya, di menit 66, sebuah serangan balik menjelaskan banyak hal. Menerima bola pendek dari Ivan Rakitic di lingkaran tengah, Messi merangsek menuju pertahanan Dortmund.
Dia melakukan satu feint sederhana untuk melewati satu pemain. Terlihat sangat alami. Ketika celah terbuka, dia mengirim umpan terobosan ke kaki Antoine Griezmann. Umpan yang disebut manja itu membantu Griezmann mencetak gol pertama di Liga Champions bersama Barcelona.
Mantra expelliarmus tidak diciptakan untuk membunuh orang. Mantra itu akan melucuti senjata lawan secara paripurna ketika diberi kesempatan, pada waktu yang tepat. Seperti itulah Lionel Messi untuk Barcelona sepanjang kariernya.
Baik dengan akselerasi dan kelebat cepat satu dekade yang lalu, maupun satu feint sederhana dan pameran visi pemain terbaik dunia saat ini. Lionel Messi adalah expelliarmus Barcelona paling sempurna. Melucuti lawan dan membuat mereka tidak berdaya. Mari, nikmati masa-masa penuh berkah sebelum kaki “si kutu” benar-benar lelah.
BACA JUGA Ketika Lionel Messi Jauh Lebih Jago Ketimbang 11 Pemain Real Madrid atau tulisan Yamadipati Seno lainnya.