MOJOK.CO – Kemenko Perekonomian, sebelum menyerang dan membela Ruangguru, pikirkan dulu pertahananmu. Jangan besar nafsu ingin main gegenpressing, tapi dengkul nggak kuat buat lari.
Maafkan saya kalau judul tulisan ini terlalu panjang. Saya layak mendapatkan pemakluman seperti staf khusus milenial yang harus dimaklumi ketika berbuat salah karena “masih muda”. Saya juga masih muda. Jadi tentu boleh kalau saya dimaklumi. Kan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Saya akan heran kalau kamu tidak merasa muak dengan segala pemberitaan yang dimuntahkan oleh pemerintah akhir-akhir ini. Di tengah pandemi corona, orang-orang yang punya kuasa dan ada di lingkaran pemerintah malah rajin bikin blunder. Mereka minta rakyat tidak bikin gaduh, tapi pada akhirnya mereka juga yang menciptakan keresahan.
Lalu kalau sudah salah, bukan meminta maaf, tapi saling membela, atau minimal membuat klarifikasi. Memang, ini bukan negara agraris lagi, tetapi negara klarifikasi dan selebrasi. Terakhir, situsweb Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian membela Ruangguru dan Adamas Belva dengan “begitu gigih”. Saking gigihnya, mereka jadi ngawur dan nggak masuk akal.
Mundurnya Adamas Belva, CEO Ruangguru mendapat apresiasi banyak orang. Supaya tidak terjadi konflik kepentingan dan derasnya kritik yang diarahkan kepada Ruangguru, Belva memilih mundur. Kenapa diapresiasi? Karena logis. Karena ini keputusan yang seharusnya diambil “orang-orang besar” yang menikmati konflik kepentingan di dalam pemerintah.
Eh, lha kok, tiba-tiba, Kemenko Perekonomian membuat “klarifikasi” lewat situswebnya. Saya tahu kalau Kemenko Perekonomian sebenarnya ingin membela program Prakerja yang biayanya nggak masuk di akal. Kebetulan, Ruangguru menang tender dan masuk sebagai salah satu “pemberi ilmu” di program Prakerja.
Sebetulnya, klarifikasi Kemenko Perekonomian ini jenis pengumuman yang nggak perlu. Entah apa yang terlintas di dalam benak pembuat konten dari Kemenko Perekonomian. Namun, klarifikasi mereka justru menunjukkan kedangkalan berpikir dan kegagalan membaca fenomena media sosial di zaman modern ini.
Kemenko Perekonomian secara serampangan menyebut konten-konten Prakerja, salah satunya Ruangguru, yang ada di platform Youtube sebagai yang terbaik. Orang-orang bebal di balik konten Kemenko Perekonomian ini bahkan masing membawa-bawa istimewanya sertifikat. Aduh, sudah 2020 masih menomorsatukan sertifikat. Nggak beda sama orang zaman dulu yang masih memandang ijazah itu segalanya di dunia kerja. Bangun, Bos. Ini bukan tahun 1990 lagi.
Blunder ini mulai lucu, nggak lagi menyebalkan, Ketika Kemenko Perekonomian bilang begini:
“Tidak. Di Youtube itu belajarnya dari Youtuber. Gak jelas sumbernya. Gak jelas valid tidak informasinya. Banyak hoax.” Gagah betul, ya. Sampai-sampai terasa arogan. Sebelum mengkritik konten Youtube, lebih baik orang bebal di balik situs Kemenko Perekonomian belajar menulis dulu, deh.
Konyolnya, mereka sudah menghapus konten “klarifikasi” ini. Lari dari kesalahan. Ingin bersembunyi dari sorotan publik. Namun, mereka kok ya nggak sadar kalau jejak digital itu nggak mungkin hilang. Memang, dasar wong lawas.
Kekonyolan Kemenko Perekonomian yang membela Ruangguru dan program Prakerja secara serampangan ini mirip banget sama kisruh di dunia football writing beberapa tahun yang lalu. Dulu, ada banyak orang bebal yang, dengan sangat gigih, menyerang football writer. Saya ingat, Pandit Football dan Fandom Indonesia yang kena serangan goblok itu.
Mereka menyebut kalau football writer dan jurnalis pada umumnya itu nggak layak bikin analisis sepak bola. Alasannya? Karena football writer dan jurnalis pada umumnya nggak punya lisensi kepelatihan. Jadi, segala tulisan, segala omongan, dianggap “tidak otoritatif”. Konyol sekali.
Mengagungkan lisensi kepelatihan, atau sertifikat, atau ijazah, ini bodoh sekali. Memang baik kalau football writer atau jurnalis punya lisensi kepelatihan. Nggak masalah, terutama kalau kursus kepelatihannya gratis atau ditraktir. Kursus kepelatihan itu mahal, Bos. Ada yang bisa mencapai ratusan juta rupiah. Tapi bukan ini masalahnya.
Masalahnya adalah, football writer dan jurnalis juga banyak belajar secara mandiri. Mulai dari membaca buku, artikel yang menunjang, dan menonton Youtube. Betul, kamu nggak salah baca. Ada kok yang belajar dari Youtube. Yang Kemenko Perekonomian sebut banyak hoaks itu. Tenang saja, football writer dan jurnalis masih punya akal sehat. Masih bisa bedakan hoaks dan ilmu yang “valid informasinya”.
Jangankan Youtube, ada satu football writer yang dulu rutin menulis di Fandom kini menjadi pelatih betulan. Punya lisensi lagi. Namanya Mas Ryan Tank. Selain menonton ratusan video, salah satu kanal belajar Mas Ryan Tank adalah game Football Manager! Waduh, sudah Youtube, belajar dari game pula. Kemenko Perekonomian pasti bingung ini.
Ada pula sebuah akun Twitter bernama Ruang Taktik. Maaf, ini nggak ada hubungannya dengan Ruangguru, ya. Ruang Taktik belajar banyak dari Youtube. Beliau banyak belajar dari sebuah akun bernama Nouman. Salah satu legend di dunia analisis sepak bola. Ruang Taktik menjadi bukti kalau orang itu bisa memilih. Nggak semua itu orang bebal dan nggak bisa membedakan mana hoaks, mana yang “valid informasinya”.
Kemenko Perekonomian kalau mau membela Ruangguru dan program Prakerja ya boleh saja. Namun, perhatikan banyak hal. Pertama, perbaiki tata bahasa. Luwes seperti Mojok itu bagus, tapi nggak menabrak kaidah berbahaya juga, dong.
Jangan menggerutu kalau ada yang menyebut bahasa kamu itu bahasa yang disiapkan untuk buzzeRp, tapi malah diunggah ke situsweb sendiri. Situs dot go dot id tapi rasa blogspot dot com. Kalau dengerin lagu masih download dulu di stafaband, ya?
Kedua, jangan suka menuduh. Seakan-akan semua Youtuber itu nggak mendidikan dan suka produksi hoaks. Ada banyak konten wawancara yang asik untuk belajar. Misalnya konten Soleh Solihun, Gofar Hilman, dan Ari Lasso dengan Ari Lasshow-nya. Atau misalnya konten milik Kisah Tanah Jawa, di mana kita bisa belajar sejarah dan metafisika dalam satu wadah.
Eh, sebentar, jangan-jangan Kemenko Perekonomian nggak tahu Narasi TV? Apakah Kemenko Perekonomian mengira Narasi TV itu channel televisi yang isinya sinetron hidayah, uang kaget, dan bedah rumah? Bisa jadi, lho ini.
Ketiga, sertifikat itu bukan lagi segalanya. Mendaku diri bisa menyediakan “penambah skill” karena ngasih sertifikat sementara yang lain nggak itu pure gobloknya. Seperti football writer yang nggak butuh lisensi kepelatihan. Banyak kanal mendidik di Youtube untuk menjadi sumber bahan belajar.
Saya yakin Romo Sindhunata, salah satu pelopor football writing, nggak punya lisensi. Namun, analisis Romo Sindhu diapresiasi banyak orang karena akurasinya. Zaman sekarang, kanal untuk belajar itu banyak sekali.
Ayo jujur saja: sering terjadi, orang-orang menjadi pandai di bidang tertentu bukan kerena program pemerintah. Lha wong banyak situsweb atau kanal Youtube pemerintah yang, antara lambat sekali ketika diakses, tampilannya jelek sekali, dan isinya cuma selebrasi aja.
Kemenko Perekonomian, sebelum menyerang, pikirkan dulu pertahananmu. Jangan besar nafsu ingin main gegenpressing, tapi dengkul nggak kuat buat lari. Sudah nggak bisa lari untuk nge-press, nggak paham pemosisian diri lagi. Ya ambyar.
BACA JUGA Adamas Belva Mundur dari Staf Khusus dan Harus Diapresiasi atau tulisan-tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.