MOJOK.CO – Meskipun terbilang terlambat dua tahun, akhirnya, Arsenal memberanikan diri untuk merugi demi membersihkan kerak dari lubang meriam.
Sudah karatan sejak lama. Sudah penuh dengan kerak. Meriam Arsenal juga sudah mejan sejak lama. Meski rasanya sudah terlambat dua tahun, akhirnya lubang meriam itu dibersihkan juga. “Kerak” di dalamnya mulai dicungkil dan digosok. Dibuang karena selalu bikin celaka diri sendiri.
Kalau tak salah ingat, sejak lima tahun yang lalu, Arsenal memang tak pernah beres untuk urusan menjual pemain. Ada banyak hal yang menjadi kendala.
Kalau diingat-ingat lagi, kendala pertama adalah kasih sayang Arsene Wenger kepada beberapa pemain yang terlalu berlebihan. Misalnya, Theo Walcott yang keras kepala sekali tidak ingin dimainkan sebagai pemain sayap. Walcott ingin dimainkan sebagai striker.
Wenger, sebagai “bapak yang penuh kasih”, mengabulkan keinginan Walcott. Namun, performa bagus dari Walcott sebagai striker bisa dihitung dengan satu tangan saja. Jika tidak bermain untuk Arsenal, bisa jadi Walcott sudah dijual sejak lama. Celakanya, “kasih buta” dari Wenger memakan korban, yaitu sosok Lucas Perez yang termarginalkan. Padahal, setiap diberi kesempatan bermain, Lucas lebih produktif.
Meski menjadi “legenda”, nyatanya Wenger tidak lepas dari blunder. Yah, begitulah manusia. Siapa yang bisa menjadi insan sempurna?
Arsene Wenger dengan “kasih buta” dari dalam hatinya membuat Arsenal terlambat menjual pemain yang tak menghargai kesempatan. Orang sana bilang mereka ini seperti “deadwood”. Harusnya dibuang atau dimasukkan ke dalam perapian untuk menghangatkan diri.
Kegagalan Wenger bahkan lestari sampai saat ini, masa ketika Mikel Arteta mengambil kemudi. Artinya, Unai Emery, suksesor Wenger pun gagal menjual beberapa pemain yang tak memahami makna mengenakan jersi dengan emblem meriam di dada.
Di sini kita sampai ke alasan kedua Arsenal sulit menjual “kerak di meriam”. Ketika performa pemain sudah terlalu buruk, jumlah peminat pasti menurun. Seiring hal itu, harga pemain tak bisa didongkrak. Oleh sebab itu, bisa dipahami ketika Arsenal seperti enggan melepas pemain karena akan merugi.
Ketakutan untuk merugi dari manajemen membawa Arsenal ke masalah yang lebih serius, yaitu beban gaji. Soal gaji ini juga masalah tinggalan zaman Wenger. Beberapa pemain yang kini tak lagi “berguna” sudah kadung menerima gaji antara 70 ribu sampai 120 ribu paun per pekan.
Oleh sebab itu, di Januari 2021, Arsenal harus mengambil langkah drastis untuk membersihkan “kerak di dalam meriam”. Meskipun pasti merugi, fase ini harus dihadapi demi mendapatkan skuat yang lebih seimbang setelah beberapa pemain baru kelak dibeli.
Kerak Arsenal, cacat manajemen
Ketika Josh Kroenke memimpin sebuah tim berisikan Raul Sanllehi, Unai emery, dan Vinai Venkatesham, saya berharap menjual pemain menjadi “ujung tombak”. Fans tahu bahwa skuat yang jauh dari kata seimbang pasti akan tertinggal dari para rival. Sayang, harapan saya patah persis seperti ketika Arsene Wenger enggan melepas “bocah-bocah kesayangannya”.
Dan benar… dua kejadian dari masa yang berbeda itu ujungnya sama, yaitu Arsenal selalu tertinggal dari rival. Kini, mau tidak mau, klub dengan manajemen payah ini akan menanggung rugi.
Fans perlu memahami satu hal. Meskipun seorang pemain tak lagi bersama Arsenal, bukan berarti manajemen tidak keluar uang untuk urusan gaji dan bonus untuk pemain tersebut. Bisa dipahami, kan? Risiko seperti ini akan sering kita jumpai selama dua tahun ke depan.
Misalnya Sead Kolasinac. Bek kiri yang mungkin cocok menjadi double stunt Dave Bautista yang memerankan Drax di Guardian of Galaxy ini akan menjadi pemain Schalke dalam waktu dekat. Masalahnya, mau menerima kembali Kolasinac kalau Arsenal menanggung semua gaji selama masa peminjaman.
Saat ini, Kolasinac menerima 100 ribu paun sebagai gaji mingguan. Artinya, selama enam bulan masa peminjaman, Arsenal tetap membayar gaji Kolasinac senilai 2,4 juta paun. Nominal tersebut baru berisi gaji, belum ditambah bonus dan klausul lainnya.
Pemain kedua yang akan menyusul Kolasinac adalah Sokratis. Melihat situasi ekonomi dunia, bukan tidak mungkin Sokratis pergi dengan skema yang sama. Arsenal bisa jadi dipaksa tetap membayar gaji Sokratis senilai 92 ribu paun per pekan ketika si pemain dipinjamkan ke Olympiakos. Untuk enam bulan, The Gunners akan menanggung 2,2 juta paun.
Setelah Sokratis, (harapannya) Shkodran Mustafi juga harus dijual. Saat ini, Mustafi menerima 90 ribu paun per pekan. Selama peminjaman selama enam bulan, Arsenal harus menanggung 2,1 juta paun.
Soal Mustafi ini lucu sekaligus goblok. Bek tengah yang “suka tidur” di tengah pertandingan itu menolak perpanjangan kontrak dan ingin minggat. Lucunya, ngapain Arsenal menyodorkan kontrak baru untuk bek yang lebih sering bikin celaka ketimbang penampilan yang konsisten?
Mereka yang duduk di meja manajemen Arsenal ini lagi mabuk apa kok kayaknya seru sekali? Lucunya lagi, Barcelona dikabarkan tertarik kepada Mustafi. Jangan-jangan manajemen Arsenal lagi mabuk tembakau gorila dipadukan gerusan buah jarak dan sedikit jamur tahi sapi bersama manajemen Barcelona.
Lalu… satu nama yang selama ini selalu memicu perdebatan, Mesut Ozil, juga akan diusahakan pergi di Januari 2021. Apa yang menjadi penghambat? Gaji yang sangat tinggi dan konon “kecintaan” Ozil kepada Arsenal. Setidaknya itu yang ada di media.
Untuk melepas Ozil, Arsenal sudah siap membayar gaji si pemain. Namun, mampunya cuma separuh saja. Maklum, per minggu, Ozil menerima 350 ribu paun! Kalau separuhnya pun, beban yang ditanggung senilai 150 ribu paun per pekan! Per enam bulan masa “peminjaman”, yang ditanggung senilai 3,6 juta paun! Edan! Banyak banget tanda seru ini anjjj!
Cacat manajemen membuat situasi ini tak terhindarkan. Perpaduan manajemen yang tak waras dengan pandemi membuat yang terburuk tak bisa dihindari. Fase penuh kegoblokan seperti ini perlu dilewati dengan cantik. Jangan sampai kerak itu gagal dibuang dan bikin meriam selalu mejan.
Oya, yang saya tulis itu baru empat nama saja. Masih banyak pemain yang harus dilepas demi kesegaran skuat. Artinya? Beban gaji tetap besar, Arsenal belum tentu bisa melepas semua di Januari 2021, skuat yang ada akan tetap tidak seimbang selama, mungkin, satu tahun ke depan.
Satu hal yang bisa fans pelajari dari komedi ini adalah bahwa cinta buta (Wenger kepada anak-anak terkasih) tidak sehat, apalagi jika dikombinasikan dengan ego tinggi (Sanllehi, dkk.), dan sekumpulan insan kurang kompeten (Edu, dkk.).
BACA JUGA Arsenal dan Fetish Mikel Arteta untuk Menyakiti Diri Sendiri dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.