MOJOK.CO – Juventus bekerja keras secara ekonomi selama bertahun-tahun. Hasilnya, mereka bisa membujuk Cristiano Ronaldo untuk datang. Kabar baik untuk Serie A!
Satu ingatan masa kecil yang saya ingat betul adalah ketika saya “diwarisi” gairah menonton Serie A Italia dari kakak-kakak saya. Pun waktu itu, seperti masuk agama secara otomatis ketika masih bocah, saya ditahbiskan menjadi suporter AC Milan.
Jersey pertama saya adalah jersey merah dan hitam dengan nama Baresi di belakangnya. Nomor 6 itu, baru saya tahu beberapa tahun kemudian, adalah nomor keramat yang dipensiunkan bersama si pemain. Padahal waktu itu, saya lebih suka menonton Roberto Baggio, legenda Italia yang pernah berseragam Milan, Inter, Juventus, dan Brescia.
Sekitar tahun 1989 hingga awal millennium terjadi booming sepak bola Italia. Keberadaan televisi menjadi salah satu pemantik ledakan Serie A (dan sepak bola Eropa secara umum) di Indonesia. RCTI adalah stasiun televisi pertama yang menayangkan Liga Italia. Sementara itu, baru pada tahun 1993, SCTV mulai menyiarkan Liga Inggris.
Oleh sebab itu, bagi generasi milenial awal, atau jika mundur sedikit, bagi generasi baby boomers, Serie A adalah liga paling hebat. Bahkan sampai saat ini, ketika Liga Inggris meroket menjadi liga paling mahal, La Liga dan Bundesliga menjadi rujukan tontotan berkualitas, dan Ligue 1 juga bergeliat, kadang-kadang.
Bagi fans lawas Juventus, Milan, dan Inter, Serie A akan selalu menjadi yang terbaik. Liga ini tidak hanya kompetitif, tapi juga romantis. Waktu itu, papan atas saja disesaki oleh tujuh klub. Mereka ini mendapatkan julukan il sette magnifico atau 7 klub mengagumkan. Mereka adalah Juventus, AC Milan, Inter Milan, Lazio, AS Roma, Parma, dan Fiorentina. Bahkan Napoli, yang saat ini menjadi langganan posisi dua, tidak masuk dalam daftar il sette magnifico.
Diego Maradona menjadi dewa Napoli, ketika seperti seorang diri memberkati Napoli untuk mendobrak dominasi il sette magnifico. Pemain-pemain kelas elite macam Ronaldo orisinal, misalnya, memilih Inter ketika ia hengkang dari Barcelona. Lalu ada Marco van Basten, Shevchenko, hingga Kaka.
Kamu belum tercatat sebagai striker hebat kalau belum pernah dihajar dengan dua kaki oleh bek-bek mesin dari Italia. Ini liga para juara.
Senjakala Serie A, peran penting Juventus, dan luwesnya aturan pajak di Italia
Memasuki abad milenia, Serie A menjadi terlalu kusam. Tradisi yang mengikat kuat justru lupa untuk dipoles kembali supaya tetap mengilat. Perbaikan liga di negara lain, stadion yang sudah terlalu tua, kemampuan menggaji pemain karena porsi hak siar televisi, hingga promosi yang tidak lagi inovatif membuat Serie A menjadi “biasa saja”.
Liga Inggris berbenah betul. Mereka mendapatkan kesepakatan hak siar yang sangat besar dibandingkan liga lain. Uang dalam jumlah besar yang masuk direspons betul dengan promosi yang lebih modern. Tanah Inggris, lalu disusul Spanyol, Jerman, dan Prancis seperti menjadi “tanah terjanji”. Sementara itu, Italia hanya terlihat seperti rumah tempat kita kembali ketika usia masuk senja.
Pemain-pemain kelas elite disedot habis oleh Liga Inggris. Gaji besar menjadi salah satu faktor. Sementara itu, Serie A menjadi tempat peraduan pemain elite ketika mereka mulai kehilangan pesona. Klub-klub top Serie A tak lagi punya kekuatan ekonomi untuk bersaing di pasar transfer. Mereka harus puas menonton pemain kelas elite berlaga di panggung Eropa dari layar kaca.
Senjakala Serie A terjadi. Dan di tengah situasi buruk ini, Juventus berani berbenah. Mereka berani mencoba “berlari sebelum bisa berjalan”. Maksudnya, Juventus berani mereformasi manajemen, mengubah paradigma dari klub lawas menjadi lebih modern. Membangun stadion menjadi salah satu langkah paling cerdas ketika klub-klub top Liga Italia masih mengontrak. Ini klub apa buruh rantau di Jakarta?
Tahun 2018 yang lalu, berkat investasi yang cerdas, Juventus bisa bersaing di pasar transfer. Dana yang besar membuat mereka bisa membujuk Cristiano Ronaldo. Alih-alih bertahan di Real Madrid, Ronaldo mau menyisihkan sisa kariernya untuk Italia.
Presiden La Liga, Javier Tebas, memberikan penjelasan mengapa Juventus bisa membujuk Ronaldo. Katanya begini:
“Saya pikir secara fiskal lebih baik baginya untuk pergi ke Italia. Di sini, di Spanyol, kami memiliki masalah dengan persaingan fiskal. Terlepas dari status sebagai liga terbaik, masalah pajak di Spanyol itu buruk sekali. Bukan di tempat lain nilai pajaknya jauh lebih rendah, tetapi ketika Anda mendapatkan jumlah yang signifikan maka perbedaan kecil dalam tarif pajak ini menghasilkan banyak uang bagi para pemain.”
Surat kabar spesialis bidang ekonomi di Italia, Il Sole 24 Ore menjelaskan bahwa kepindahan Ronaldo ke Juventus adalah langkah yang cerdas. Merujuk Pasal 24-bis Tuir, pasal yang mengatur tentang pajak bagi pendatang baru, Ronaldo hanya perlu membayar pajak senilai 100 ribu euro. Ronaldo bisa mengambil keuntungan dari aturan ini mengingat dirinya membawa “harta” yang besar masuk ke Italia.
Hukum pajak di Italia ini memang memudahkan siapa saja untuk datang dan bekerja. Italia punya aturan bernama Decreto Crescita. Aturan ini menjelaskan bahwa siapa saja, orang Italia atau bukan, akan menikmati pengurangan pajak jika ia mau kembali. Antonio Conte akan menikmati aturan ini setelah kembali ke Serie A untuk melatih Inter Milan.
Decreto Crescita juga menjelaskan bahwa mereka yang sudah dua tahun merantau, lalu kembali pulang ke Italia untuk paling tidak tinggal selama dua tahun lagi, hanya perlu membayar 30 persen pajak dari keseluruhan gajinya. Bahkan hanya perlu membayar 10 persen jika ia akan tinggal di Italia bagian selatan. Aturan ini bisa dimanfaatkan Juventus untuk memulangkan Paul Pogba, misalnya.
Decreto Crescita, yang kembali masuk ke dalam bahasan setelah Ronaldo bergabung dengan Juventus, bisa menguntungkan klub lain. Napoli, misalnya, yang sedang melakukan pendekatan kepada Romelu Lukaku.
Decreto Crescita mengatur bahwa “perusahaan” Italia, terutama yang beresidensi di selatan, yang memperkejakan orang dari luar negeri, hanya perlu membayar 10 persen pajak dari jumlah gaji. Jika dieksploitasi dengan baik, sebelum Decreto Crescita direvisi oleh pemerintah, klub-klub yang mulai mapan bisa bersaing di pasar transfer.
Maklum, pemain-pemain bagus di Spanyol dan Prancis sering bermasalah dengan pajak. Ronaldo dan Messi misalnya, pernah tersandung masalah penggelapan pajak. Sebuah gangguan tidak perlu bagi atlet sepak bola yang hanya ingin berkonsentrasi di lapangan hijau.
Untuk musim depan, Juventus sudah mendapatkan tanda tangan Aaron Ramsey. Satu lagi pemain kaliber besar datang ke Italia. Selain memanfaatkan lunaknya aturan pajak, Si Nyonya Tua memang sudah lebih mapan secara ekonomi dibandingkan klub lain. Proses mereka untuk sampai pada titik ini memang panjang. Dan setelah berusaha keras, sekarang mereka menikmati buahnya.
Terlepas dari segala narasi rivalitas, Milan, Inter, Roma, Napoli, harus berani belajar kepada Juventus. Sehat secara ekonomi mengizinkan klub-klub ini kembali memikat pemain-pemain kelas elite di usia muda. Bukan lagi membeli pemain uzur yang sudah tidak lagi tampak molek di liga lain.
Lima tahun mendatang, il sette magnifico dengan komposisi yang berbeda seharusnya bisa kembali merajai Italia, bahkan Eropa. Jika itu terjadi, mulai sekarang, cium tangan keriput Si Nyonya Tua. Berterimakasihlah kepada Juventus dan Ronaldo-nya.