MOJOK.CO – Mahkamah Konstitusi menolak permohonan untuk menjadikan ojek online sebagai alat transportasi umum yang legal.
Kehadiran layanan angkutan yang berbasis teknologi telah menjadi alternatif kendaraan idaman bagi sebagian besar masyarakat yang tinggal di perkotaan. Misalnya saja ojek online (ojol), yang dianggap sebagai transportasi yang efektif dan efisien untuk membantu mobilitas seseorang di tengah padatnya aktivitas keseharian. Tinggal dibonceng dan ngeeengggg~
Walaupun kehadirannya sempat ditentang keras oleh ojek pangkalan, namun secara yuridis, keberadaan mereka sama, setara, dan tak ada beda. Mereka sama-sama tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Dengan kata lain, tidak seperti taksi online yang telah memiliki payung hukum, ojol maupun ojek konvensional masih dianggap ilegal sehingga tak seharusnya saling bertengkar….
Penggunaan teknologi dalam sistem transportasi yang semakin marak karena dianggap sangat membantu oleh masyarakat pun memunculkan desakan kepada pemerintah untuk merevisi UU LLAJ. Akhirnya, sekitar 50 pengemudi ojol memberikan kuasanya kepada Komite Aksi Transportasi Online (KATO) untuk mengajukan uji materi tentang UU LLAJ kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal ini dikarenakan aturan yang ada dirasa merugikan dan mengancam keberadaan para pengemudi ojol, apalagi dengan sering terjadinya demonstrasi penolakan keberadaan ojek online dari berbagai pihak yang berkepentingan, seperti ojek pangkalan atau angkot karena menganggap ojek online ilegal (padahal ojek pangkalan juga ilegal~).
Oleh karena itu, para pengemudi ojek online merasa perlu adanya perlindungan hukum agar tidak kehilangan pekerjaannya tersebut, melihat beberapa ancaman yang ada dalam menjalankan pekerjaannya.
Namun sayang, keinginan tersebut sepertinya harus ditahan dulu. Dari hasil sidang yang diadakan pada hari ini (28/6), Ketua MK Anwar Usman memutuskan menolak melegalkan ojek online sebagai alat transportasi umum. Putusan ini diambil oleh MK terhadap uji materi perkara Nomor 41/PUU-XVI/2018, yang diputuskan siang tadi dengan suara bulat. Majelis yang memutus adalah Anwar Usman, Aswanto, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Maria Farida Indrati, Manahan Sitompul, I Dewa Gede Palguna, dan Saldi Isra.
Permohonan ini ditolak karena sepeda motor dianggap bukan kendaraan yang aman untuk angkutan umum. Diperlukan kriteria yang dapat memberikan keselamatan dan keamanan jika berbicara mengenai angkutan jalan yang mengangkut barang dan/atau orang dengan mendapat bayaran.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan ojol tetap dapat berjalan meskipun tidak diatur dalam UU LLAJ, dan polemik  ini bukan menjadi permasalahan konstitusional. Hal ini dikarenakan, ketika jasa ojek belum menggunakan aplikasi online seperti saat ini, ojek pangkalan pun tetap dapat beraktivitas tanpa ada masalah.
Driver ojek online, yang sabar sedikit, ya. Jika memang MK saat ini belum bisa melegalkan status ojek online, tenang saja. Selama masyarakat masih membutuhkan jasamu, sepertinya semua bisa berjalan dengan aman, kok. Semoga.