MOJOK.CO – Film NKCTHI, Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini, yang ramainya menyaingi sesansi buku adaptasinya memang membuat ribuan audiens banjir air mata.
Skor layak tonton: 8/10
Menciptakan film dengan atmosfer yang menyentuh juga keahlian Angga Sasongko sebagai sutradara. Tapi di film NKCTHI ada kritik yang berhenti di pola didik orang tua kaya di Asia.
Membuat film dari buku karya Marchella FP adalah pekerjaan yang PR-nya banyak banget. Buku itu bukanlah sebuah novel, bukan sebuah biografi, apalagi kesaksian sejarah. Buku itu berisi kutipan-kutipan adem ala sobat anxiety yang memang kerap dirundung galau karena terpinggirkan dunia. Secara ajaib buku yang larisnya nggak keruan ini disulap oleh Angga Sasongko dan tim Visinema Pictures menjadi film quotable dengan menyorot kedekatan soal hubungan persaudaraan dan orang tua.
Tidak ada yang perlu diragukan secara sinematik, sutradaranya saja dengan pede bilang bahwa film NKCTHI adalah karyanya yang terbaik. Teknik menahan adegan memakai ekspresi para aktornya demi memunculkan lebih banyak emosi berhasil dilakukan. Ditambah lagunya Mas Kunto Aji yang sungguh lalala. Tidak heran kalau penontonnya sendiri harus berdikari untuk menyiapkan tisu sendiri. Kalaupun nggak bawa, habis nangis ingusnya jangan dipeperin di kursi bioskop ya, please jijique.
Di sisi lain film ini mencoba menyampaikan kritik terhadap pola didik orang tua di Asia. Bukan rahasia kalau orang-orang Asia punya obsesi yang begitu besar ke anak-anaknya. Mereka sering fokus memenuhi kebutuhan fisik anak seperti sekolah, pakaian bagus, fasilitas belajar, sampai pengembangan bakat yang gila-gilaan. Setidaknya ini yang saya tangkap dari setiap babak yang ditampilkan dalam film NKCTHI.
Angkasa (Rio Dewanto) sebagai anak sulung yang baru mentas sudah punya rumah kecil dengan perabot IKEA semua, punya mobil bagus pula. Aurora (Sheila Dara) seniman yang punya studio sendiri yang bagus banget dan akhirnya bisa sekolah ke London pakai dana pensiun ayahnya. Lalu Awan (Rachel Amanda) yang paling dimanja, belum kerja, tapi udah punya iMac.
Rasanya saya pengin nimbrung jadi anggota keluarga. Dikasih nama Hujan Badai juga nggak apa-apa.
Secara umum kritik terhadap pola didik orang tua Asia memang seputar bagaimana mereka mengabaikan kebutuhan personal anak-anaknya. Pengekangan, overprotective, sampai anak-anak yang dilarang untuk bersedih. Sungguh sebuah kemurtadan terhadap pengenalan kerasnya kehidupan.
Anggapan soal betapa kakunya orang tua Asia memang belakangan kerap diobrolin di internet. Saya rasa kritik soal itu di film ini sangat sampai ke audiens. Sebagai anak-anak yang tumbuh dengan pola asuh demikian, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Menyakitkan rasanya mengetahui kita sangat disayang orang tua tanpa bisa mendefinisikan sayang itu kayak apa sih? Maka jangan heran kalau film ini bikin saya sayang sama Ardhito Pramono walau dia cowok PHP.Â
Sayangnya kritik ini hanya berhenti di keluarga kaya. Saya sempat skeptis dengan betapa lingkungan para tokoh di NKCTHI keluarga berkecukupan semua. Bahkan tokoh Kale yang cuma naik motor aja punya piano dan TV LED di kamar kosnya. Anak kosan kamar mandi luar jelas can’t relate.
Apa kabar dengan keluarga miskin yang mau sekolah saja susah? Boro-boro mau ikut pameran seni atau jadi EO konser, lingkar sosial macam itu saja tidak punya. Saya beneran nggak tahu ya, sumpah, karena bisa jadi keluarga miskin lebih kuat ikatan personalnya atau justru sebaliknya. Saking peliknya ngurusin kebutuhan hidup, mereka justru emosi satu sama lain dan berusaha mencari kebahagiaan lewat cara yang lain, misal nyeser udang di kali.
Mau membahas kemiskinan lewat film Keluarga Cemara po? Hmmm, you bet. Jangan salah Mas Angga Sasongko, filmmu bagus, tapi kesempurnaan hanya milik Allah.
Dengan ini saya memberikan film ini skor layak tonton: 8/10.
Tapi kok… di Twitter ada beginian?
kalyan syp??????? pic.twitter.com/9YF9ueHmdP
— princessco (@escoaloplop) January 2, 2020
BACA JUGA Review Imperfect: Bukti Bahwa Si Cantik dan Si Buruk Rupa Sama-sama Tidak Percaya Diri atau artikel lainnya di POJOKAN.