Tanya
Dear, mas Agus.
Mungkin Mas Agus menyimak kehebohan tentang event forum bisnis yang menghadirkan Jessica Tanoesoedibjo sebagai pematerinya. Event tersebut dicibir oleh banyak orang karena temanya dianggap sangat nggak relevan dengan pematerinya: “Sukses di usia muda, kenapa tidak?”
Sepintas memang tidak ada yang aneh dengan tema tersebut, namun ketika tema tersebut dibawakan oleh Jessica, maka rasanya memang terasa sangat lucu, sebab tak bisa dimungkiri, Jessica adalah putri dari Hary Tanoesoedibjo, sosok milyarder yang merupakan salah satu orang paling kaya di Indonesia.
Karier Jessica sebagai Direktur MNC Financial Service pun oleh banyak orang dianggap bukan murni karena prestasinya, melainkan karena ia anak dari bos besarnya.
Nah, posisi ini sedikit banyak ternyata saya alami juga, Mas Agus. Cuma pada level yang berbeda.
Saya kebetulan adalah anak dari salah seorang direktur wilayah sebuah perusahaan telekomunikasi terkenal di Indonesia.
Maka, nggak heran kalau keluarga saya menjadi salah satu keluarga terkaya di wilayah tempat saya tinggal. Ketika kawan-kawan saya yang lain masih pada pakai motor, saya sudah mengendarai mobil. Dulu pas SMA, dari empat siswa yang berangkat naik mobil, saya salah satunya.
Privilege ini tentu berlanjut sampai saya dewasa. Kini saya bekerja sebagai manajer marketing di perusahaan tempat ayah saya bekerja. Saya akui bahwa posisi yang saya dapatkan saat ini memang ada andil dari ayah saya. Ayah sayalah yang dulu ikut memberikan rekomendasi kepada kepala bagian wilayah agar saya bisa dipromosikan menjadi manajer marketing.
Kendati demikian, saya merasa bahwa dalam menjalankan pekerjaan saya ini, saya benar-benar tak pernah menggunakan kekuasaan ayah saya. Saya benar-benar belajar, berusaha punya performa dan kinerja yang baik. Hasilnya, tanpa bermaksud untuk sombong, selama saya menjabat sebagai manajer marketing, rasio penjualan produk naik dengan cukup signifikan.
Sayangnya, saya dengar selentingan-selentingan yang beredar, banyak yang mencibiri saya karena saya dianggap hanya numpang jabatan sama bapak saya. Padahal sumpah, saya bekerja dengan kemampuan terbaik saya.
Yang lebih menyebalkan lagi, hal itu juga terjadi pada bisnis saya terjuni sekarang ini.
Selain menjadi manajer marketing, saya memang mendirikan usaha distro kecil-kecilan yang mulai tumbuh. Cabangnya sekarang sudah ada tiga. Nah, terkait bisnis ini, banyak kawan-kawan yang, tentu saja di belakang saya, mencibiri saya bahwa kesuksesan usaha distro saya ini tak lepas dari andil kekayaan keluarga saya.
“Ya wajar kalau usahanya maju, wong bapaknya kaya.”
Komentar-komentar seperti itulah yang tentu saja menjengkelkan dan sangat mengecilkan kemampuan saya sebagai seorang pebisnis.
Menurut Mas Agus, gimana ya acaranya agar saya bisa dianggap berprestasi sama validnya dengan orang-orang yang berprestasi tapi tak punya koneksi dan berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja.
Jujur, saya sudah muak dengan cibiran banyak orang. Saya merasa ini sangat tak adil bagi saya.
~Ardi
Jawab
Dear, Ardi.
Saya paham betul dengan kondisi Anda sekarang ini. Itu hal yang lumrah terjadi.
Nah, sekarang giliran Anda untuk memahami satu hal: bahwa di dunia, segala sesuatu punya kadarnya masing-masing.
Sampai kapan pun, mustahil untuk menghilangkan penilaian orang lain yang skeptis atas kesuksesan Anda selama Anda masih tetap menjadi anak dari seorang ayah yang menjabat sebagai direktur.
Kehidupan seseorang memang akan selalu diikuti oleh background dari mana ia berasal. Ini bukan hanya soal bisnis profesional, namun juga pada hal-hal yang lain.
Orang-orang, misalnya, tak akan terlalu kagum pada anak yang hafal Al-Quran ketika mereka tahu kalau ayah si anak adalah seorang kiai. “Ya wajar kalau hafal Quran, wong bapaknya kiai.” Padahal bisa jadi, si anak hafal Quran bukan karena didikan ayahnya yang kiai.
Hal-hal seperti ini tak akan pernah bisa dihindari.
Begini. Kalau Anda berharap Anda mendapatkan apresiasi atas kesuksesan yang valid selayaknya orang yang sukses tapi berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja, justru itu yang tidak adil.
Kenapa? Ya karena keduanya memulai kesuksesan dengan start yang berbeda.
Kalau ada manajer marketing yang sama berprestasinya seperti Anda, maka ia layak mendapatkan apresiasi yang lebih. Kenapa? Karena jalan yang dia lalui memang lebih terjal. Ia tidak bisa mendapatkan rekomendasi semudah Anda mendapatkan rekomendasi. Sehingga, ia harus membuktikan sesuatu yang lebih besar.
Dalam bisnis pun begitu. Kalau ada orang miskin membangun bisnis distro dan kemudian sukses, maka ia layak mendapatkan apresiasi lebih. Kenapa? ya karena ia menjalankan bisnisnya di atas pisau-pisau risiko yang lebih tajam.
Kalau Anda, yang kaya raya ini, bisnis distronya bangkrut, maka Anda kemungkinan bisa beralih begitu saja ke bisnis yang lain. Kekhawatiran Anda tak akan terlalu besar. Tapi kalau si miskin sampai bisnis distronya bangkrut, ia bakal menanggung risiko yang menakutkan. Bisa jadi ia bakal menanggung hutang yang tinggi, bisa jadi ia memulai bisnisnya dengan modal hasil menjual seluruh aset yang ia miliki sehingga setelah bangkrut ia sama sekali tak punya apa-apa, bisa jadi ia harus menabung bertahun-tahun sebelum akhirnya bisa membangun distronya sehingga usahanya menabung bertahun-tahun itu sia-sia belaka, dan bisa jadi-bisa jadi lainnya.
Anda tidak akan bisa mengubah ini.
Anda tidak bisa memaksa orang untuk memberikan apresiasi yang sama terhadap dua pemain yang sama-sama menyelesaikan game, tapi yang satu memulai dengan cara biasa, sedangkan yang satu memulai dengan cheat gameshark.
Solusi yang paling arif (menurut saya) adalah dengan menerima bahwa porsi apresiasi yang Anda dapatkan saat ini adalah memang sudah jatahnya.
Anda memang tak selayaknya mendapatkan kemewahan apresiasi yang besar sebab kemewahan lainnya sudah Anda dapatkan dalam bentuk kenyamanan saat bisa naik mobil ketika kawan lain harus berpanas-panasan naik motor, kenyamanan saat bisa tidur di kasur yang empuk ketika yang lain harus rela tidur dengan alas karpet yang keras dan gatal, kemewahan bisa makan apa saja ketika yang lain bingung besok bisa makan apa tidak.
Lagipula, selama Anda yakin Anda sudah melalukan yang terbaik, maka itulah kesuksesan itu sendiri.
Kesuksesan kalau harus diukur berdasarkan komentar orang lain, maka ia akan selalu menyakitkan. Sebab akan selalu ada yang tak berkenan dengan kesuksesan kita.