MOJOK.CO – Laga Prancis vs Australia menjadi bukti bahwa Tim Ayam Jantan memang belum layak masuk ke dalam gugus negara unggulan, meski menang dengan skor 2-1.
Babak pertama laga Prancis vs Australia adalah sebuah pembuktian. Pembuktian betapa Prancis memang layak tidak masuk ke dalam gugus unggulan untuk Piala Dunia 2018. Jika diibaratkan sebuah mobil, Prancis adalah mobil Lamborghini Veneno, menggunakan bensin premium, dan dikendarai di jalanan Jakarta ketika jam pulang kerja. Sebuah kesia-siaan.
Seperti yang sudah diramalkan oleh tim analisis Mojok Institute, Les Blues memang punya komposisi yang sungguh menarik di atas kertas. Laga Prancis vs Australia adalah sebuah gambaran bahwa Didier Deschamps bisa menurunkan dua tim yang berbeda sama kuatnya. Misalnya, menjelang menit ke-70, Deschamps mengganti Griezmann dan Dembele dengan Olivier Giroud dan Nabil Fekir. Namun, sekali lag, itu semua hanya terjadi di atas kertas semata.
Deschamps menggelar skema dasar 4-3-3 dan memasrahkan lini depan kepada trio Antoine Griezmann, Kylian Mbappe, dan Ousmane Dembele. Sekitar 10 menit di awal pertandingan, ketiganya menunjukkan ancaman yang nyata lewat kecepatan dan aksi individu. Oleh bola ketiganya memang di atas rata-rata pemain Australia.
Sayangnya, seiring jalannya pertandingan, Prancis kehilangan cara untuk masuk ke kotak penalti. Cara bermain tim Ayam Jantan ini menjadi satu dimensi saja, yaitu bermain sebanyak mungkin di sisi lapangan untuk mengeksploitasi kecepatan trio penyerangnya. Lini tengah yang kalah jumlah, tidak kreatif, dan dua bek sayap yang tidak agresif ikut membantu serangan membuat Prancis kehilangan akal ketika mencapai sepertiga akhir lapangan.
Di tengah kebuntuan itu, satu umpan terobosan dari Paul Pogba berhasil dikejar Griezmann. Bek Australia melakukan tekel sambil menjatuhkan diri, menjatuhkan pula Griezmann. Pada awalnya, wasit tak menggubris kejadian itu. Setelah beberapa saat, beliau berlari ke pinggir lapangan. Dikira kebelet kencing, ternyata wasit mengintip layar monitor di pinggir lapangan. Wasit menggunakan bantuan VAR (Video Assistance Referee).
Berkat bantuan VAR, Prancis mendapatkan tembakan penalti. Pemain-pemain Australia melakukan protes. Untungnya mereka pemain Australia. Jika pemain Indonesia, mungkin wasit sudah dipepet, didesak menggunakan dada, sambil kakinya ditendangi.
Griezmann mengeksekusi penalti dengan baik. Skor 1-0 bertahan hingga tidak terlalu lama. Kecerobohan, kebodohan, adalah dua hal yang menbuat Prancis sangat sulit untuk dimasukkan ke dalam gugus unggulan. Satu sepakan bebas Australia dihalau Samuel Umtiti. Bukannya menggunakan kepala, bek Barcelona itu menggunakan kepalan tangannya. Penalti untuk Australia, yang dimaksimalkan dengan apik oleh Mile Jedinak. Skor 1-1.
Skor sama kuat 1-1, yang dilakukan Deschamps kemudian sangat template. Ia memasukkan Giroud dan “berusaha” bermain memanfaatkan tinggi badan striker Chelsea tersebut. Namun, tidak semua akan berjalan sesuai scenario. Ingat, dua bek sayap Prancis bukan bek sayap agresif yang rajin naik membantu serangan menyediakan width. Hasilnya, Prancis tak punya opsi ketika bola sampai di lapangan tengah.
Salah satu kelebihan Giroud yang dimaksimalkan Prancis adalah kemampuannya menyediakan diri sebagai tembok untuk bermain umpan satu-dua sentuhan. Pogba, melihat ruang terbuka di depan kotak penalti dengan Giroud berhasil berdiri di depan bek Australia. Pogba melepaskan umpan datar yang disambut Giroud dengan sentuhan ringan. Bola yang masuk ke kotak penalti dikejar Pogba, yang dikuntit oleh bek Australia.
Dasar sial bagi Australia, bek yang bermaksud menghalau bola dari kaki Pogba justru mengarah masuk ke gawang sendiri. Kiper tak mampu menggapai bola yang melambung itu karena salah posisi berdiri. Gol aneh itu, secara telak seperti mengangkat beban dari pundak pemain-pemain Prancis.
Pada dasarnya, meski mengganti komposisi lini depannya, cara bermain Prancis tidak banyak berubah. Terlihat lebih percaya diri, kelebihan individu Mbappe dan Fekir lebih terlihat. Keduanya bermain sebagai inverted attacker atau pemain dengan kaki dominan diletakkan di posisi berlawanan dari kaki dominan tersebut. Pemain kidal, bermain di kanan, contohnya begitu.
Prancis masih sangat jauh dari level “bermain baik”, untuk tidak dikatakan “bagus”. Satu hal yang pasti, untuk kompetisi pendek, sebuah kemenangan, mau dipetik dengan cara apa saja, nilainya sangat tinggi.