Ambisi Martinelli dan Injeksi Nyali ke Nadi Arsenal

MOJOK.COHigh-intensity sprints yang 20 kali dilakukan Martinelli mengubah aura gloomy Arsenal. Menyuntikkan nyali kepada sebuah tim yang tengah lesu darah.

Oktober 2019 yang lalu, saya menulis soal keberanian Gabriel Martinelli. Tandang ke Anfield untuk laga Carabao Cup, Arsenal diprediksi akan kalah. Prediksi itu memang terbuki. Namun, sepanjang laga, Martinelli menunjukkan keberaniannya untuk meladeni anak-anak muda Liverpool yang sudah berkembang dengan pesat.

Malam itu, Martinelli mencetak dua gol. Meski kalah, Arsenal menemukan satu pemain muda yang nampaknya imun dengan tekanan. Waktu pun berjalan….

Sejak Oktober hingga Desember 2019, Arsenal belum pernah merasakan lagi yang namanya kemenangan. Performa yang mereka tunjukkan di antara hasil imbang dan kekalahan adalah performa tim calon degradasi. Tidak ada koordinasi. Tidak ada kejelasan taktik. Adanya kelesuan dan ambruknya kepercayaan diri. Tim ini menjadi pengecut sepenuhnya.

Kombinasi antara ambruknya kepercayaan diri dan para pemain senior yang tidak performa menyeret Unai Emery ke “tiang gantungan”. Pelatih asal Spanyol itu dipecat. Asa sedikit terangkat ketika Freddie Ljungberg diangkat menjadi caretaker. “Saya berjanji mengembalikan senyuman di bibir para fans,” janji Freddie.

Hasilnya? Satu kali imbang dan satu kali kalah di dual aga Arsenal bersama Freddie. Salah satu penyebabnya adalah Freddie tidak berani untuk menggeser pemain senior dari tim utama. Terutama mereka yang performanya ambruk.

Rumus sepak bola itu, terkadang, sangat sederhana. Jangan memainkan pemain jika berada dalam periode buruk. Apalagi ketika si pemain itu punya pengaruh besar di ruang ganti. Kesuraman dirinya akan menular dan menjangkiti pemain lainnya. Di saat seperti ini, dibutuhkan nyali dari pelatih untuk menepikan pemain itu.

Saya tahu kalau “rumus sederhana” itu tidak sepenuhnya sederhana karena pengaruh pemain. Mencadangkan si pemain bisa merusak mood tim. Oleh sebab itu, selain nyali, dibutuhkan kecakapan komunikasi pelatih. Di sini, Freddie terbantu kemampuan berbahasa Inggris yang lebih baik ketimbang Emery.

Melawan West Ham United, Freddie menjawab gerutuan fans Arsenal di seluruh dunia. Caretaker asal Swedia itu mencadangkan Lacazette dan David Luiz. Seharusnya, dia juga berani mencadangkan Sokratis. Namun, kondisi Rob Holding yang cedera membuat mau tidak mau, Freddie menduetkan Sokratis dengan Chambers.

Di depan, Martinelli dan Nico Pepe mendapatkan kepercayaan penuh untuk tampil sejak awal laga. Sebuah pemandangan yang memberikan kesegaran di wajah skuat Arsenal yang murung itu. Apakah Arsenal lantas bermain lebih baik? Bukan namanya Arsenal kalau tidak mengalami kemalangan beruntun.

Ketika sesi pemanasan, hamstring Hector Bellerin tertarik. Bermain pun belum, dia digantikan Ainsley Maitland-Niles. Ketika babak pertama baru berjalan setengah jalan, Kieran Tierney harus digantikan Sead Kolasinac. Bahu Tierney bergeser setelah bertabrakan dengan salah satu pemain West Ham.

Tidak lama kemudian, lewat sebuah umpan silang yang sama sekali tidak berbahaya, West Ham mencetak gol lewat Ogbonna. Sepanjang babak pertama, hanya Martinelli yang terus berlari. Tahukah kamu, ketika melawan West Ham, Martinelli menjadi pemain yang paling sering melakukan high-intensity sprints sebanyak 20 kali!

Bukan tanpa arti, tetapi jenis lari yang merepotkan siapa saja yang mengawal dirinya. Jenis lari yang membuatnya tidak kehilangan feeling ketika babak kedua dimulai. Sebuah feeling yang membantunya membaca arah umpan tarik dari Kolasinac.

Berlari ke dalam kotak penalti, Martinelli menjaga jarak dengan semua pemain West Ham yang ada di dalamnya. Kecerdikan yang membuatnya tidak ditempel secara lekat. Kepekaan yang membuatnya menemukan ruang untuk mensontek bola ke tiang jauh. Adalah gol dan ekspresi Martinelli yang mengubah aura tim.

Arsenal menjadi lebih berani melepas umpan-umpan vertikal. Bermain lebih cepat, The Gunners menemukan banyak ruang yang mudah dieksploitasi. Fakta bahwa West Ham adalah tim kedua dengan pertahanan terburuk di Liga Inggris mulai terlihat.

Mulai dari gol Martinelli, gol khas Pepe, lalu tendangan akrobatik Aubameyang, Arsenal membalikkan skor dalam waktu 10 menit saja. Tahukah kamu, ini kemenangan pertama Arsenal selama delapan tahun ketika berada dalam posisi tertinggal di kandang lawan! Sudah delapan tahun tidak pernah menang comeback di kandang lawan! Sangat menggambarkan kekuatan mental The Gunners.

Nyali Martinelli memantik sebuah perubahan. Pemain asal Brasil itu pun membuat rekor. Di usianya yang menginjak 18 tahun 174 hari, Martinelli menjadi pemain termuda yang mencetak gol di pertandingan debutnya di Liga Inggris. Sebelumnya, Martinelli juga membuat gol ketika debut bersama Arsenal di ajang Europa League melawan Standard Liege (2 gol). Pun juga ketika debut di Carabao Cup melawan Nottingham Forest (2 gol).

Martinelli, pemain berusia 18 tahun itu, punya nyali yang lebih besar ketimbang beberapa pemain senior bergaji tinggi. Dia tahu dengan beratnya makna tanggung jawab mengenakan emblem meriam di dada. Paham betul kalau kerja keras tidak pernah mengingkari proses. Jenis pemain yang harus diperbanyak di dalam skuat Arsenal saat ini.

Determinasi, tanpa rasa takut, dan kemauan untuk terus berlari lebih dibutuhkan untuk mengubah aura gloomy Arsenal. Urusan taktik dan teknis perlu dilambari oleh determinasi dan kebanggaan mengenakan seragam Arsenal. Tanpa tiga hal itu, secanggih apapun taktik yang dipakai, tidak akan berjalan dengan baik.

Kini, setelah menyuntikkan nyali ke nadi Arsenal, Martinelli perlu menambah ambisi ke dalam permainannya. Sudah bukan saatnya bersabar menunggu giliran tampil. Dia, yang berasal dari divisi empat Liga Brasil, harus menekankan keberadaannya di dalam skuat. Bukan karena kesombongan setelah berkontribusi, tetapi karena Arsenal memang sedang membutuhkannya.

Ambisi, yang diekspresikan secara positif, akan mendorong pemain berkembang lebih pesat. Martinelli punya contoh ideal bernama Cristiano Ronaldo. Seorang pemain yang tidak hanya bertalenta, tetapi paham dengan usaha keras sebagai pondasi. Ambisi itu, yang kelak akan menyelamatkan, atau bahkan membangkitkan Arsenal di masa depan.

BACA JUGA Nyali Martinelli Dan Identitas Anak Muda Liverpool atau tulisan Yamadipati Seno lainnya.

Exit mobile version