Shaggydog: Sebuah Dunia yang Dibangun dari Persahabatan dan Kerja Keras

Episode sebat dulu kali ii kedatangan Shaggydog—sosok yang sudah melekat pada denyut kehidupan Jogja selama hampir tiga dekade. Ia bukan sekedar band, tetapi sebuah ekosistem budaya.

Dari gang sempit di sayidan yang tumbuh jadi legenda, dari panggung kecil kampus sampai festival Eropa, dari obrolan di angkringan sampai usaha kuliner nabati, perjalanan panjang ini memperlihatkan bagaimana Shaggydog membangun dunia mereka sendiri secara perlahan, konsisten, dan tanpa kehilangan akar.

Musik dan Persahabatan Shaggydog

Cerita Shaggydog bermula dari Sayidan, sebuah kawasan yang menjadi titik penting kultur nongkrong anak Jogja pada era 90-an. Di sinilah Heru dan rekan-rekanya merumuskan identitas band: sedikit rock dan sentuhan nakal khas anak-anak Jogja.

Sayidan bukan lagi sekedar lokasi. bagi mereka ia adalah karakter dalam hidup, dimana orang-orang saling kenal dan saling menjaga.

Dari kultur itu lah Shaggydog tumbuh, santai, guyub, tapi tetap gigih dalam bekerja.

Nongkrong Era 90-an

Tak sampai disitu, obrol juga membahas tentang bagaimana nongkrong di era 90-an membentuk cara berpikir mereka. Tak ada media sosial, minim informasi hingga tidak ada ada cara yang instan. Semua harus dicari pelan-pelan entah dari teman ataupun orang lain.

Nongkrong bukan sekedar buang waktu. Ia adalan forum belajar.

Dan Shaggydog tumbuh dari pengalaman itu. Mereka belajar mendengarkan orang, belajar menerima kritik, belajar memantapkan karakter band. Itulah mengapa identitas Shaggydog terasa kuat: mereka lahir dari proses panjang, bukan dari dorongan ingin viral.

Dari Jogja ke Belanda

Salah satu cerita paling menarik adalah pengalaman mereka tour ke Belanda. Seperti kebanyakan band indie Indonesia yang pertama kali tampil di Eropa, mereka kaget betapa super rapi dan disiplin kultur panggung di sana.

Namun justru hal itulah yang membuat mereka makin menghargai profesionalisme. sehingga yang dibawa pulang bukan hanya pengalaman manggung, tetapi cara kerja baru, standar baru, yang kemudian mereka aplikasikan di Jogja.

Pada akhirnya, kisah Shaggydog adalah kisah tentang ketekunan dan kedalaman: bagaimana sebuah band bisa bertahan melampaui tren, melampaui generasi, dan tetap relevan tanpa kehilangan jati diri. Mereka tumbuh dari tanah yang sama dengan kita—dari obrolan warung, dari jalanan Jogja, dari pertemanan yang jujur—dan justru di situlah kekuatan mereka bertumpu.

Shaggydog membuktikan bahwa konsistensi bukanlah perkara keras kepala, tetapi kemampuan untuk berubah tanpa tercerabut. Dari Sayidan hingga panggung internasional, dari angkringan hingga ruang-ruang kreatif baru, mereka terus menunjukkan bahwa akar dan langkah maju bisa berjalan bersama.

Exit mobile version