Sejarah sering kali menjadikan agama islam di jawa hanya sebagai sebuah “Lapisan Tipis” di atas kebudayaan lokal yang dianggap lebih tua. Pandangan ini telah lama mengakar, seolah Islam hanya hadir di permukaan dan tak menembus tradisi Jawa.
Namun benarkah demikian adanya? Episode jasmerah kali ini mengajak kita melakukan sebuah pembacaan ulang hitoris terhadap posisi islam di jawa, dengan membuka kembali jejak-jejak spiritual, sosial dan politik yang selama ini terabaikan.
Melalui kisah para sunan, ajaran tasawuf, dan tradisi suluk menunjukkan bahwa Islam di Jawa bukan sekadar tambahan, tapi telah menjadi dasar spiritual dan identitas kultural orang Jawa.
Para Wali tak hanya menyebarkan agama dalam bentuk syariat, tapi juga merasuk ke dalam seni, sastra, musik dan simbolik masyarakat. Dari wayang hingga tembang, dari masjid hingga pesantren, islam hadir bukan sebagai penghapus tradisi lama, melainkan sebagai penyambung dan pelengkap.
Namun, kolonial Belanda dengan kepentingan politiknya justru berusaha keras memisahkan “Islam” dan “Jawa”. Akibatnya, timbunan warisan pengetahuan kolonial telah membuat peran Islam dalam konteks kebudayaan Jawa tidak pernah mendapatkan apresiasi yang pantas. Kolonialisme secara sengaja menggeser dan menggusur posisi Islam dari realitas sejarah Jawa.
Pertanyaannya, Apakah agama Islam di Jawa sekadar pengaruh luar, atau justru inti tak terpisah dari budayanya? Di balik riuh politik, tersimpan sejarah panjang yang jarang diselami. Inilah narasi yang perlu kita hayati, bukan sekadar menoleh ke masa lalu, tapi mengenali siapa kita hari ini.







