Memiliki kemampuan bahasa asing/bahasa Inggris memang jadi hal yang diidam-idamkan bagi semua orang. Lantaran ini bisa menaikan impresi kita terhadap seseorang dan terkesan lebih keren. Tak jarang, banyak diantara kita ikut kursus bahasa baik daring maupun luring.
Malahan ada juga yang justru kemudian masuk pendidikan formal melalui dunia perkuliahan dengan mengambil prodi Sastra Inggris. Harapannya, jurusan ini sanggup menjembatani mahasiswa untuk lebih banyak praktik ngomong Inggris. Sehingga hasil yang diperoleh ialah lancar berbicara bahasa Inggris. Namun, banyak yang belum tahu jika masuk prodi yang umumnya berada di lingkup Fakultas Ilmu Budaya ini nggak seperti apa yang dibayangkan.
Mager praktik
Sebagai jurusan bahasa asing, tentu semua pembelajarannya dikemas dalam bahasa asing. Mulai dari materi ppt yang di-share, penjelasan dosen, tugas individu maupun kelompok hingga sesi tanya jawab saat kuliah. Semuanya itu harus dan wajib diutarakan dengan bahasa Inggris. Awalnya memang asyik bisa praktik ngomong, apalagi pas conversation in english. Tapi, lama kelaman kegiatan itu bikin bosan mahasiswa.
Alhasil, banyak mahasiswa yang jadi mager dan pasif buat ngomong Inggris. Bayangkan saja setiap pertemuan selama satu minggu penuh, harus praktik ngomong Inggris entah itu bertanya pada dosen, menjawab pertanyaan dosen, presentasi di kelas sampai disuruh dosen buat ngobrol sesama teman kelas pakai bahasa Inggris. Yaaa capek ya ges ya, emang bener sih ini bikin pengaruh yang positif buat mahasiswa. Tapi kan buat yang newbie belajar bahasa Inggris di prodi ini tentu akan terkesan memberatkan.
Banyak baca jurnal
Salah satu kegiatan di dunia perkuliahan yang nggak luput dikerjakan mahasiswa adalah baca jurnal. Selain tugas dari para dosen ke mahasiswanya, kadang mahasiswa juga perlu beberapa referensi agar menunjang essay atau tugas paper lainnya. Memang ini sekaligus bakal nambah insight kita, tapi di sisi lain baca jurnal bahasa Inggris tuh hampir bikin kita eneg sampai-sampai gatau apa isi dari jurnal tersebut. Belum lagi mentranslate dari bahasa asing ke bahasa kita bahasa indonesia. Pasti banyak phrase dan clause yang dirasa sulit untuk diartikan.
Sekalipun sudah memakai tool yang kerap digunakan banyak orang untuk menerjemahkan, mbah gugel translate, tetep saja maknanya itu harus dipahami lagi sama pikiran kita supaya kita bisa menuliskannya kembali ke paper atau tugas dengan pemahaman yang tepat. Kalo asal copas dari gugel translate mah semua orang juga bisa, tapi kan itu mengindikasikan bahwa kita nggak sungguh-sungguh belajar. Belum lagi, jika nanti ditanya dosen tentang maksud kalimat tertentu di jurnal berbahasa Inggris, dan kita nggak bisa menjawabnya. Mau ditaruh mana muka ini coba. Sungguh nggak kebayang membaca jurnal bahasa Inggris sebegitu penatnya di pikiran
Belajar literature dan linguistic
Kemudian yang nggak kalah bikin pusing dua kali adalah belajar literature dan linguistic. Mata kuliah ini umumnya mulai dipelajari mahasiswa sasing (sastra Inggris) ketika memasuki pertengahan semester. Di kampus saya dua matkul ini dipelajari pada semester 4 dan 5. Mulanya semua berjalan baik-baik saja. Maklum, masih pengenalan dasar soal pengertian literature dan linguistic.
Kemudian seiring berjalanya waktu, yang dipelajari itu makin banyak dan kompleks. Sebab, dua poros matkul di dunia sastra Inggris ini nyatanya juga punya beberapa cabang. Misalnya, jika mengambil konsentrasi linguistik, kita bakal ketemu sama sociolinguistic, psycholinguistic, discourse analysis, language and media, english syntac, semantic and pragmatic, dan yang paling bikin pusing kepala saya serta teman-teman seangkatan yaitu phonetic dan phonology. Itu adalah beberapa cabang dari ilmu linguistic. Yang bikin geleng kepala lagi, semua meteri itu dalam bentuk bahasa Inggris.
Jelas amat sangat pusing kepala ini. Itu masih pelajaran linguistic, belum beranjak ke literature. Mungkin kalian bisa ngebayangin betapa rumitnya belajar literature yang begitu banyak narasinya untuk dipahami. Seandainya dosen saya menerangkan itu semua dengan mixing dua bahasa, seperti bahasa jakselan gitu, mungkin terlihat lebih gampang buat dicerna otak.
Akhir kata, bagi kalian yang ngebayangin kalo masuk sastra Inggris berati bisa lancar ngomong seperti bule. Mending bertanya-tanya lebih dahulu ke teman atau kenalan kalian tentang kehidupan mahasiswa sastra Inggris itu seperti apa. Agar ekspektasi kalian nggak berlebihan saat mengenyam pendidikan di jurusan sastra Inggris.
Bagawatgita Firjatullah Hadinata
Jember-Jawa Timur
[email protected]
Uneg-uneg, keluh kesah, dan tanggapan untuk Surat Orang Biasa bisa dikirim di sini