Jakarta, Kota Harapan Sekaligus Kota Penderitaan

jakarta macet mojok.co

Ilustrasi uneg-uneg (Mojok.co)

“Macet lagi macet lagi, kapan sampe rumah? Kalau begini terus tua di jalan.” Ucapku. Begitulah percakapan aku dan temanku, sebut saja Ika (tentunya bukan nama asli) saat kami menemui titik rawan kemacetan. Kemacetan bukanlah hal baru di Jakarta dan aku sudah memaklumi hal itu terjadi. Orang bilang kalau Jakarta nggak macet itu suatu keajiban. Tapi memang benar adanya. Berjam-jam aku habiskan di dalam transportasi umum yang juga penuh sesak dengan penumpang. Tidak ada keluhan ataupun sambat karena memang sudah menjadi santapan sehari-hari. Lagian, transportasi umum di Jakarta terkenal ramah di kantong sehingga aku pun ikhlas menerima saat macet terjadi.

Transportasi umum di Jakarta merupakan penyelamat dari tingginya tarif ojek online ataupun ojek konvensional. Warga Jakarta dapat memilih transportasi sesuai dengan budget yang ada. Mulai dari KRL sampai MRT yang menghubungkan titik penting di Jakarta. Saat ini Pemerintah Kota Jakarta sedang mengembangkan dan merevitalisasi sejumlah halte TransJakarta. Harapannya masyarakat beralih ke moda transportasi umum sehingga masalah kemacetan bisa terurai. Beberapa halte yang sedang direvitalisasi adalah Harmoni karena terdampak dari pembangunan MRT fase 2.

Harmoni merupakan halte transit terbesar TransJakarta yang terletak dekat sekali dengan Istana Kepresidenan dan Monas. Dengan peremajaan Halte Harmoni tentunya harus ada harga yang dibayar. Beberapa dampaknya adalah banyak orang menjadi tersasar karena rute transit yang baru dan sama aja menyebarkan titik kemacetan yang ada.

Saat kemacetan melanda, aku banyak melihat ke arah jendela, memperhatikan begitu banyaknya kalangan manusia yang aku yakini bukanlah orang asli Jakarta. Penduduk yang berasal dari luar daerah menaruh harapan besar pada Ibukota Indonesia, setidaknya ada perubahan di dalam hidup mereka saat memutuskan untuk merantau. Ironisnya, mereka yang datang harus sikut-sikutan, lapangan pekerjaan yang tidak sebanding, kondisi ruang yang tidak sepadan dengan banyaknya penduduk menyebabkan lingkungan yang tadinya luas menjadi sempit. Jalan yang harusnya lebar menjadi hanya buat satu atau dua motor karena pembangunan rumah yang semakin menjadi-jadi.

Ujian kesabaran

Aku pernah mengalami hari yang melelahkan yang mana durasi perjalananku naik berkali-kali lipat. Saat itu, ku putuskan untuk pulang sore karena hujan yang melanda sangat deras koyok disuntak. Aku pun menghitung-hitung waktu tibaku yang mungkin bakal sampai setelah maghrib. Tetapi aku salah, Jakarta setelah hujan merupakan ujian kesabaran bagi siapapun. Kemacetan bertambah panjang, jumlah armada tranportasi umum sedikit karena terjebak kemacetan. Genangan air di mana-dimana.

Aku pernah mendengar bualan “Jakarta banjir setiap 5 tahun sekali.” Sejujurnya, aku tidak membenarkan dan tidak menyalahkan istilah itu. Memang, banjir sudah identik dengan Jakarta. Bahkan, rumah-rumah yang ada di Jakarta dibuat lebih dari satu lantai agar bisa menyelamatkan barang-barang yang berharga sekaligus bisa mengungsi di lantai atas.

Beberapa kali aku mampir di Halte yang dekat dengan daerah resapan air seperti hutan kota dan taman. Aku akui perkembangan pemerintahan provinsi Jakarta patut untuk diacungi jempol. Walaupun, memang masih kurang untuk mencegah banjir tetapi itu sudah langkah besar. Aku sempat pergi ke taman kota yang sedang trending, tamannya cukup luas sehingga pengunjung dapat melepaskan kepenatan sejenak. Taman yang ku kunjungi taman yang ramah anak karena ada playground yang berfungsi sebagai tempat bermain,mengeksplorasi motorik anak, dan tempat bersosialisasi anak.

Jakarta menawarkan berbagai keindahan dan kemewahan tetapi Jakarta juga memberikan penderitaan bagi para warganya yang tidak dapat bersaing dengan yang lain. Sebagai warga yang lahir dan besar di Jakarta, masalah banjir, macet, kurangnya resapan air, dan kesemrawutan pembangunan, sudah menjadi sahabat sekaligus momok yang menakutkan bagiku. Banyak harapan dan doa terselip untuk kota Jakarta agar terus berbenah dan menghilangkan masalah menahun yang tidak kunjung terselesaikan.

Nensi Oktaviani
Kembangan, Jakarta Barat
nensioktaviani89@gamil.com

Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg  bisa dikirim di sini

 

Exit mobile version