Sejak seorang teman ngasih tahu soal teori konspirasi bumi datar, saya nggak pernah serius menanggapi siapapun yang membahas hal serupa. Kecuali dia bisa ngasih saya analisa yang meyakinkan dan nggak cocokologi. Namun ada satu teori konspirasi yang menarik dan bikin penasaran sampai sekarang, yaitu tentang Mas Seto Wicaksono dan tuyul miliknya. Ini berawal dari kecurigaan beberapa orang kemudian berkembang menjadi teori. Lalu akhirnya hilang begitu saja dari ingatan mereka.
Buat kamu yang rajin nongkrong di Terminal Mojok pasti nggak asing sama Mas Seto Wicaksono, dia adalah penulis cum freelance recruiter di suatu perusahaan yang juga seorang Kopites. Eksistensi dirinya, nggak bisa dimungkiri cukup bikin mental penulis amatir seperti saya gonjang-ganjing. Nggak cuma sekali saya mempertanyakan apa rahasianya agar bisa terlalu produktif melahirkan tulisan-tulisan baru.
Dia juga jadi tamparan keras buat orang-orang yang sering ngeluh karena sulit nembus standarnya Mojok. Ternyata bukan standarnya yang ketinggian, mungkin emang kalian yang nggak becus. Ups.
Teori konspirasi soal Mas Seto itu pernah diceritakan sama Mas Aliurridha di artikelnya yang berjudul, Untuk Seto Wicaksono, Penulis yang Nyambi Karyawan Swasta dan Disangka Melihara Tuyul. Sebetulnya saya lagi nungguin Mas Gusti wawancara tuyulnya Mas Seto, tapi mungkin dia lagi sibuk keliling Jepang buat wawancara tokoh anime. Untungnya, ada seorang teman yang sudah punya nama di dunia tuyul mau bantu saya mencari nomor WhatsApp milik satu tuyul peliharaannya Mas Seto.
Setelah dapet kontaknya, minggu kemarin akhirnya saya bisa ngobrol bareng tuyulnya Mas Seto, meskipun cuma lewat chat. Tadinya sih mau pake Zoom biar lebih enak ngobrolnya, tapi terkendala kuota saya yang cuma satu giga sehari jatahnya, bisa dobol kalau dipakai buat Zoom-an.
Nah, menurut keterangan Ucil waktu ngobrol kemarin, Mas Seto ternyata pelihara lima tuyul yang punya tugas berbeda tapi saling berhubungan satu sama lain. Tuyul pertama namanya Mawar, dia punya tugas buat nyari ide tulisan. Terus ada Bulan sama Bintang yang tugasnya riset buat konten tulisan. Lalu si Ucil yang kebagian nulis artikel dan Samson yang jadi editornya.
“Saya itu sebenarnya masih karyawan magang, A. Baru ikut si bos enam bulan, gantiin karyawan yang resign gara-gara pacarnya nggak kuat LDR terus menerus. Harusnya sih mulai bulan depan gaji saya full,” balas Ucil sambil pake emot senyum yang ada lambang malaikat di atasnya.
Ucil juga bilang bahwa tiap bulan, para tuyul harus bisa kirim sepuluh sampai lima belas artikel, bagi dua sama Mas Seto biar nggak tumpul kemampuannya. Ketika ditanya apakah mereka merasa keberatan dengan beban kerja seperti itu, Ucil hanya menjawab, “Namanya juga kerja, A, mau nggak mau, suka nggak suka harus dipenuhi kemauan bos.”
Meski begitu, Ucil mengaku ada yang berubah pada dirinya sejak dia kerja sama Mas Seto. Salah satunya kepala dia sekarang ditumbuhi rambut, nggak botak plontos seperti tuyul lainnya.
“Saya kan baru di dunia tulis-menulis, A. Jadi belum bisa kerja cepet, cuma bisa submit artikel dua hari sekali, itu pun udah ditambahin semprotan dari rekan-rekan yang lain. Jadi nggak ada waktu buat perawatan kepala. Biarin lah siapa tahu nanti jadi viral terus masuk laintudey, follower jadi banyak terus dapet endorse-an,” kata Ucil.
Saya hanya me-wkwkwk-kan jawabannya. Nggak bisa komentar apa-apa, cuma jadi pembaca yang baik. Soalnya saya juga cukup mengerti apa yang dia rasakan.
Ucil kemudian cerita bahwa dia bisa kerja sama Mas Seto karena ditawarin sama ibunya Mawar, seorang kuntilanak yang tinggal dekat rumahnya. Saat itu dia baru lulus dari SMK jurusan percopetan, mau nyari kerja tapi bingung karena selama sekolah si Ucil ini jarang banget ikut praktik di kelas alias nggak punya kemampuan apa pun sebagai tuyul.
“Daripada nganggur, terus jadi omongan tetangga, mending saya ikut kerja sama Mawar. Lumayan kan, bisa rutin ngasih duit ke orang di rumah sebulan sekali. Lagipula punya orang dalam juga sebuah privilese di dunia tuyul, A,” ucapnya.
Saya juga sempat bertanya soal apa saja kesulitan yang dia rasakan waktu nulis artikel, tapi dia bilang nggak ada, soalnya empat seniornya suka ikut membantu dia.
“Oh, ada satu yang sempat bikin saya frustasi. Si bos pengin bikin artikel parodi gitu, tapi belum ada waktu buat belajarnya jadi malah nyuruh saya. Padahal kan nggak gampang, ya,” keluhnya.
Saya lalu menanyakan apa saja kebaikan Mas Seto pada mereka, khususnya Ucil. Katanya si Ucil sih, bos dia itu orangnya santai, nggak banyak marah-marah, pokoknya asal artikelnya bagus pasti aman. Bahkan beberapa kali Mas Seto juga ngasih bonus kalau mereka bisa melampaui target lima belas artikel.
“Saya pernah tuh dikasih mainannya yang robot-robotan gitu, A. Tapi karena nggak ngerti cuma dijadiin pajangan di kamar. Kata si bos sih harganya cukup lumayan.”
Obrolan kami sempat terpotong, Ucil kebelet boker dan nggak bisa bawa hp soalnya wc di tempat tinggalnya ada di luar rumah.
“Ada yang mau ditanyain lagi, A?” tanya Ucil setelah boker.
“Gajimu berapa di sana, Cil?” tanya saya.
“Wah itu rahasia, Mas. Wkwkwk. Pokoknya cukup buat biaya hidup sama traktir pacar nonton sebulan kali mah, A,” jawabnya.
“Ada pikiran buat pindah tempat kerja nggak, Cil?” tanya saya lagi.
“Hahaha kenapa emang, A?” balasnya singkat.
“Ya cuma nanya aja, Cil. Siapa tau bisa kerjasama kan? Wqwqwq,” jawab saya.
“Wkwkwk belum kepikiran sih A, soalnya nggak enak juga sama Mawar. Apalagi ibunya dia kan lambe turah di sini. Bahaya,” jelasnya.
“Kalau saya tambahin gajinya gimana? Mau nggak?”
“Wqwqwq nggak ah A, nanti deh kapan-kapan kalau kepikiran lagi Ucil ngabarin Aa,” jawabnya.
Sebelum menutup obrolan, saya juga nanya sama Ucil soal pengaruh COVID-19 buat pekerjaannya. Dia mengatakan sekarang bisa tetap kerja pun sudah bagus, meski harus ada tambahan pengeluaran buat beli kuota.
“Pokoknya sekarang pinter-pinter bersyukur aja, A. Masih bisa makan pun sudah jadi kenikmatan buat saya sekeluarga,” jawabnya.
“Lagian, saya juga udah biasa hidup susah, kok. Kadang ada pengeluaran tak terduga, A, beberapa kali sempat gaji saya habis di awal bulan,” tambah Ucil.
“Terus gimana cara kamu nutupin keperluan sampai bulan depannya lagi, Cil?” tanya saya lagi.
“Ya tinggal ambil aja duitnya si bos. Gitu aja kok repot, A.”
Catatan: semua nama yang ada di artikel ini disamarkan demi kenyamanan dan keamanan semua pihak. Kalau ada yang sama, ya itu cuma kebetulan aja.
BACA JUGA Klarifikasi Saya Soal Dugaan Memberdayakan Tuyul untuk Menulis di Terminal Mojok dan tulisan Gilang Oktaviana Putra lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.