Revolusi industri 4.0 membawa perubahan besar pada pasar tenaga kerja, dari yang semula kaku menjadi lebih fleksibel. Yap, pasar tenaga kerja kini emang didorong ke arah yang lebih fleksibel (flexible labour market) bersamaan dengan menguatnya liberalisasi perekonomian dunia.
Fleksibilitas pasar tenaga kerja turut didorong oleh kemunculan pekerja sektor digital atau “gig economy” dan pekerja freelance yang bercirikan kontrak kerja dalam jangka pendek.
Trend pekerja digital dan freelance semakin menguat, terbukti dari data yang dilansir youtube CNBC memperlihatkan bahwa pada tahun 2018 terdapat 47% orang Indonesia masih mempertimbangkan untuk menjadikan gig economy sebagai pekerjaan utama atau full time.
Namun terdapat peningkatan persentase apabila mempertimbangkan gig economy sebagai pekerjaan sampingan atau part time, yakni sekitar 64%. Bahkan pada tahun 2019, sektor pekerja informal memiliki persentase sebesar 57,26% lebih banyak dibanding sektor formal yang hanya 42,74 %.
Majalah Forbes juga sempat melansir bahwa pada tahun 2030 nanti, generasi millennial tidak akan betah bekerja dengan model 9 to 5 alias bekerja secara formal, seperti yang tengah kita nikmati beberapa tahun lalu maupun yang masih terjadi saat ini.
Data-data tersebut menunjukkan pergeseran minat pekerjaan para penduduk usia produktif saat ini alias generasi millennial dan z, dari yang minat bekerja di sektor formal beralih ke sektor informal. Salah satu pekerjaan sektor formal yang memiliki kedudukan istimewa di mata masyarakat Indonesia adalah Aparatur Sipil Negara(ASN).
Sebenarnya, data di atas menandakan bahwa ASN tidak lagi menjadi orientasi profesi utama bagi kalangan anak muda. Sayangnya, idealisme anak muda untuk lebih memilih pekerjaan sektor informal, freelance, maupun bisnis seakan ditampar oleh virus corona. Virus ini tak ayal justru kembali memperkuat kedudukan ASN di mata masyarakat Indonesia, utamanya generasi tua. Kestabilan pendapatan dan dinamika yang tidak seekstrem freelance atau bisnis menjadi keunggulan profesi ASN. Pada saat pandemi seperti sekarang, mungkin ASN adalah profesi paling aman dan terdampak sangat minim.
Kuatnya profesi ASN di mata penduduk Indonesia tidak muncul begitu saja, ia memiliki sejarah panjang yang membuatnya menjadi istimewa. Secara antropologi dan sosiologi, penyebabnya masih persoalan feodalisme yang melekat di masyarakat. Banyak masyarakat menganggap ASN sebagai satu kelompok feodal, kelompok elite yang dihargai orang. ASN dianggap punya kedudukan terhormat di masyarakat. Sebenarnya, ini hanya lanjutan saja dari budaya raden zaman kerajaan dulu, kemudian abdi dalem, kemudian baru setelah itu ASN pada saat ini.
Poin kedua, kecenderungan masyarakat kita menganggap beban kerja ASN relatif mudah. Jadi pegawai, datang tiap hari ke tempat kerja, dapat gaji, mereka kurang peduli jiwa enterpreneurship. Sebagian masyarakat lebih memilih dapat gaji tetap ketimbang berusaha dan berinovasi. Hal tersebut diperkuat dengan falsafah Jawa yang acap kali mengajarkan kestabilan hidup termasuk dalam penghasilan, seperti prinsip Alon-alon waton kelakon (Lamban tidak apa-apa asalkan tujuan tercapai). Prinsip gaji ASN juga mirip dengan falsafah tersebut, di mana sedikit tidak apa-apa yang penting tidak banyak dinamika naik-turun dalam bekerja, niscaya tetap bisa menghidupi keluarga.
Bandingkan dengan pengusaha yang berprinsip mencari untung sebanyak-banyaknya, perlu banyak inovasi, dan dinamika penghasilan naik-turun sehingga tidak menggambarkan kestabilan dalam hidup.
Poin ketiga karena pemerintah sudah terbiasa dengan sistem feodal yang menikmati titah dari institusi, mereka kurang berpikir bagaimana cara lapangan kerja dari sektor swasta meningkat. Pemerintah, terutama pemerintah daerah jarang memikirkan bagaimana menciptakan lapangan kerja. Lapangan kerja yang mereka lihat satu-satunya dan mudah diciptakan adalah ASN. Hal tersebut turut membuat calon pengusaha potensial kurang disubsidi oleh pemerintah sehingga takut untuk mencoba berwirausaha.
Globalisasi, perkembangan teknologi, dan meningkatnya penghasilan sektor informal memang sedikit menggeser orientasi anak muda terkait profesi ASN yang dinilai membosankan. Munculnya cita-cita seperti menjadi youtubers, vlogger, musisi, desainer, dan lain-lain menjadi bukti penolakan anak muda terhadap profesi ASN. Meskipun begitu, virus corona yang menimbulkan dampak ekonomi signifikan kemungkinan besar akan merubah mindset anak muda tentang pekerjaan ASN. Corona seakan-akan adalah orang tua kita yang selalu mengingatkan “tenane, ora arep dadi ASN, mengko nyesel lho nek wes tuo (yakin, tidak mau jadi ASN, nanti menyesal lho kalau sudah tua)”.
BACA JUGA Pedoman biar Lolos CPNS 2019: dari Pilih Formasi sampai Ngerjain Testnya! dan tulisan Rofi’i Zuhdi Kurniawan lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.