Akhir-akhir ini banyak netizen yang memposting foto dirinya di medsos tentang gambaran dirinya sendiri yang sudah tua. Wajah yang aslinya masih muda kemudian disulap dengan bantuan aplikasi bernama FaceApp menjadi keriput layaknya orang lansia. Bukan hanya itu, aplikasi ini juga mampu membuat wajah orang dewasa menjadi bayi imut menggemaskan.
Aplikasi tersebut sekarang lagi digandrungi oleh umat netizen di Indonesia. Lumayan untuk menghibur diri dari penatnya aktivitas sehari-hari. Saya pribadi cukup merasa mendapatkan kebahagiaan kecil ketika melihat status story di medsos kawan-kawan. Terkadang senyuman atau tertawa sekedarnya cukup membuat mood membaik. Tapi saya sendiri belum menjajal aplikasi itu.
Sementara santer berita yang dirilis oleh Suara.com yang mengabarkan perseteruan antara dua negara adidaya Rusia dan Amerika. Aplikasi buatan Rusia yang memanfaatkan AI (Artificial Inteligent) atau kecerdasan buatan ini mendapatkan respon negatif dari Amerika.
Saat ini pakar Siber dan anggota parlemen Amerika Serikat dari Partai Demokrat meminta kepada polisi federal Amerika Serikat dan FBI agar menyelidiki FaceApp, karena aplikasi itu diduga akan dijadikan senjata Rusia untuk mencuri data pribadi warganet. Mungkin kita kenal dengan istilah ‘phising’ namun caranya berbasis aplikasi pada smartphone.
Namun, isu tidak sedap yang dihembuskan tersebut segera dibantah oleh Wireless Lab, perusahaan asal St. Petersburg, Rusia sebagai pembuat aplikasi FaceApp tersebut. Mereka memberikan jawaban bahwasanya “sebagian besar foto dihapus dari server kami dalam waktu 48 jam (4 hari). Meski pusat riset kami di Rusia, tetapi data pengguna tidak kami transfer ke Rusia”.
Saya pun mengadakan riset sederhana dengan kawan-kawan tentang FaceApp. Sengaja saya mencari narasumber yang pro dan yang kontra.
Adapun yang kontra, dia menanggapi aplikasi tersebut membuat manusia menjadi bodoh. Masa yang muda ingin jadi tua, sedangkan yang tua saja ingin jadi muda lagi. Terus dari sisi lain sepertinya mendahului takdir. Pasalnya belum tentu wajah kita akan sama seperti yang ada di aplikasi. Yang terpenting ini tidak ada faedahnya sama sekali. (Wawancara saya bersama Sunara)
Adapun yang pro menyatakan bahwa aplikasi ini tidak ada salahnya. Wajar-wajar saja. Kan setiap orang diberikan kebebasan untuk berekspresi. Tidak bertentangan juga dengan fitrah manusia yang pada dasarnya ia ingin dikenal, ingin punya eksistensi ditengah masyarakat maupun dunia maya, dan selalu berkembang mengikuti trend yang ada. Meskipun kadang sayangnya yang diikuti itu ‘apa’ mereka tidak tahu. Satu lagi, mungkin yang kontra dengan FaceApp juga punya kepentingan sendiri.(Wawancara saya dengan Randi)
Adapun menurut pendapat saya, saya tidak ingin berada di posisi pro atau kontra dengan aplikasi tersebut. Yang menjadi catatan adalah apabila aplikasi tersebut tidak melanggar hukum positif maupun hukum agama saya kira tidak menjadi soal. Baik buruk atau bermanfaatnya aplikasi tersebut, tergantung kembali kepada pemakainya. Mau dengan tujuan apa menggunakan aplikasi tersebut? Jawabannya tanya ke diri masing-masing.
Dari sisi negatifnya memang ada. Misalnya bukan hanya FaceApp, aplikasi editing foto lain juga cenderung seperti operasi plastik. Yang awalnya mukanya biasa jadi luar biasa. Begitupun sebaliknya yang luar biasa jadi biasa saja.
Akibatnya tidak sedikit orang yang tertipu ketika melihat di medsos kelihatan wow!, tapi nyatanya iiih! Ini sama saja dengan penipuan terhadap diri sendiri dan orang lain. Jelas saja orang merasa kecewa atau bahkan dirugikan karena tidak sesuai dengan ekspektasinya. Sementara ke diri sendiri jadi kurang mensyukuri apa yang dia miliki saat ini.
Namun, sisi positifnya juga tidak ketinggalan. Terkadang kita memerlukan foto yang layak untuk dipajang sebagai kenangan maupun dipertontonkan ke orang lain untuk keperluan tertentu. Nah, aplikasi-aplikasi editing foto itu jelas bisa membantu kebutuhan banyak orang.
Saya jadi ingat tentang filosofi pisau. Pisau itu dibuat oleh pandai besi pada awalnya untuk kebaikan. Namun, potensi untuk digunakan ke arah keburukan juga memungkinkan. Dengan kata lain, bila pisau digunakan untuk mengupas buah itu baik, tapi ketika pisau dipakai untuk membunuh orang ya menjadi buruk. Salah siapa? Yang membuatnya? Saya rasa tidak adil. Yang tepat adalah kembali kepada yang menggunakan pisaunya.
Begitupun terkait dengan pemakaian aplikasi FaceApp ini. Pada prinsipnya kembali kepada niat awal untuk tujuan apa aplikasi tersebut digunakan oleh orang.