Nyatanya banyak yang dapat upah tinggi, banyak yang bergaji lebih dari UMR Jogja, kenapa masih protes?
Ini juga kerap ditanyakan ke saya, kalau gaji saya sudah bukan UMR Jogja, lantas kenapa saya masih mengkritik?
Pertama, dan yang paling utama, kritikan saya itu ya karena agar pemerintah concern kepada kesejahteraan rakyatnya. Apa salahnya memang dari menyuarakan agar pemerintah peduli rakyatnya?
Kedua, meski tidak lagi jadi pejuang UMR, bukan berarti saya haram untuk peduli dengan kawan-kawan yang sedang berjuang. Efek UMR naik kan artinya banyak orang bisa meningkatkan daya beli mereka, ya nggak salah dong berharap tentang itu.
Benar bahwa banyak yang dapat upah tinggi di Jogja, tapi bukan berarti hal tersebut jadi poin yang bisa menganulir isu upah rendah. Kalau bicara upah rendah, ya fokusnya di situ. Ngapain juga bawa-bawa orang yang berupah tinggi? Jelas nggak masuk lah.
Seharusnya, artikel ini sudah menjelaskan sikap saya, dan kenapa isu upah rendah ini harus tetap dikawal. Saya tidak bermimpi minta UMR Jogja tiba-tiba jadi 4.5 juta rupiah atau setara UMR Karawang, itu nggak mungkin. Yang saya selalu dengungkan adalah, setidaknya, upah tak serendah ini.
Sebagai penutup, isu upah rendah ini bukanlah sebuah usaha membuat orang-orang bisa jadi hedon. Tidak, jauh dari itu. ini adalah sebuah usaha agar pemerintah mengusahakan manusia-manusia di Jogja bisa lebih sejahtera, dan tak perlu dirundung nestapa melihat nominal gaji mereka yang… ah sudahlah.
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Upah Minimum Yogyakarta Itu ya Harus Minimum, Nggak Usah Berharap Naik Signifikan, Halu!