Kenaikan BBM harusnya jadi momentum untuk naikin UMR Jogja secara drastis
Biasanya saya suka pembuka artikel yang bertele-tele, tapi kali ini saya mau satset. UMR Jogja dan UMR kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun depan harus naik! Tidak hanya naik 60 sampai 100 ribu seperti tahun kemarin. tapi harus naik signifikan! Tidak usah banyak fafifu wasweswos!
Pokoknya tidak ada kompromi. Tidak ada kosak-kosik. Apalagi pakai alasan, “Nanti Jogja tidak ramah investor.” Kemarin mungkin saya lebih nyantai menyuarakan penyesuaian UMR Jogja dan sekitar. Tapi dengan kabar terbaru, kenaikan UMR jadi harga mati.
Jelas karena berita BBM subsidi naik. Mosok karena wacana Jokowi 3 periode?
Kenaikan BBM subsidi September 2022 sungguh makjegagik. Pertama, karena tiba-tiba naik pada pukul 2.30 siang. Kedua, karena kemarin Presiden Jokowi menyatakan tidak ada kenaikan BBM sampai akhir 2022. Ketiga, karena masyarakat Indonesia baru bangkit dari pandemi.
Kembali ke Jogja, urusan UMR dan UMP sudah jadi bahan gegeran tahunan. Jadi tuntutan kenaikan upah minimum selama ini ditanggapi dengan biasa saja. Tapi melihat tren yang akan muncul pasca kenaikan BBM subsidi, ada urgensi untuk menaikan upah minimum tadi.
Pertama, UMR Jogja dan UMP DIY itu sudah keterlaluan rendahnya. Bahkan sempat menyandang gelar UMP terendah se-Indonesia pada tahun 2021. Oke lah, tahun 2022 sudah bukan terendah. Tapi hanya selisih 100 ribu dengan UMP Jawa Tengah yang kini jadi paling bontot.
Bedanya, sejak 2019 sudah banyak tuntutan untuk penyesuaian perhitungan Kriteria Hidup Layak (KHL) di DIY. Bahkan sudah dilakukan survey independen yang menunjukkan KHL DIY pada 2022 sudah menyentuh angka 2,7 juta lebih. Tapi, UMP hanya menyentuh angka 1,9 juta saja.
Kedua, kenaikan BBM subsidi ini jelas berdampak pada kenaikan harga kebutuhan hidup. Ketika UMP DIY saja hari ini belum memenuhi KHL di atas, apalagi ketika tahun depan. Kenaikan yang sering kurang dari 5 persen jelas tidak bisa mengimbangi kenaikan harga kebutuhan.
Tidak usah pakai teori ndakik-ndakik. Cukup dengan ilmu titen, setiap harga BBM naik pasti disusul harga kebutuhan pokok. Setelah itu akan disusul kenaikan harga barang lain. Kalau tidak ada gebrakan dalam penetapan UMR tiap daerah di DIY, jelas makin tertinggal dari biaya hidup.
Ketiga, kenaikan BBM yang tiba-tiba harus diantisipasi. Bahkan setelah mengeluarkan statement, Jokowi tetap memutuskan harga BBM subsidi harus naik. Jangan-jangan tahun depan naik lagi meskipun besok bilang tidak akan naik. Dengan kenaikan UMR yang signifikan, minimal kenaikan makjegagik ini tidak langsung makjleb.
Ditambah lagi keluhan negara yang selalu nombok untuk BBM subsidi. Berarti negara sudah engap-engapan memberi subsidi BBM, meskipun negara tidak pantas menyebut dirinya tombok ketika untuk urusan rakyat. Berarti ada kemungkinan harga BBM akan terus naik sampai besaran subsidi BBM dipandang tidak lagi memberatkan negara. Kalau UMP DIY tidak naik dengan signifikan, makin berat juga untuk hidup layak.
“Tapi nanti DIY sepi dari investor?” “Nanti banyak kantor yang pergi dari Jogja?” “Toh kalau dibandingkan, harga BBM hari ini lebih terjangkau dengan UMR sekarang.” Anda berpikir demikian? Ndlogok!
Memang kenaikan UMR dibatasi hanya 8 persen per tahun. Memang upah murah menjadi daya tarik investor. Gimana cara menaikkan UMR secara signifikan dengan berbagai penghalang ini?
Kan katanya Jogja itu istimewa. Mosok dengan status sekeren itu tidak bisa membuat gebrakan nyata? Jika UMR Jogja naik sampai 3 juta tahun depan, itu wajar kok. Kan daerah istimewa. Kalau keistimewaan Jogja tidak bisa mengatasi masalah sepelik ini, apa tidak malu dengan daerah yang biasa wae? Ada dana keistimewaan lho.
Kalau tanya saya bagaimana solusinya, yo emoh. Masak saya melangkahi sistem pemerintahan yang istimewa ini. Kan kolaborasi Gubernur x Sri Sultan bisa memberi solusi yang tepat guna dan mensejahterakan kawula Jogja. Kan masalahnya sudah disampaikan banyak pihak: UMR tidak sesuai KHL, dan harga kebutuhan makin mencekik.
Mong masalah semono wae lho, mosok angel. Lha nek angel, opo Jogja mending diurus cah-cah RT wae?
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA UMR Yogyakarta: Kisah Para Pekerja dan Mitos Biaya Hidup Murah