Tugas, Apa Tidak Bisa Kamu Ngerjain Dirimu Sendiri?

tugas kuliah

Mungkin nggak hanya saya yang merasa kalau belakangan ini banyak tugas yang menuntut untuk diselesaikan. Mulai dari tugas sehari-hari di rumah, tugas kuliah dari dosen, tugas sekolah dari guru, tugas koreksian dari murid maupun mahasiswa sendiri, tugas dari atasan di kantor, tugas dari pelanggan, serta sederet tugas lainnya. Kalau nggak cepat-cepat diselesaikan, makin numpuk aja tuh tugasnya.

Ya semua itu memang bisa beres secara tepat waktu, sih. Tapi rasanya kayak nggak habis-habis. Satu tugas selesai, masih ada lagi serentetan tugas lain yang setia menunggu di depan mata. Muter-muter gitu terus, yang ada. Jujur, itu bikin bingung, pusing, dan tentunya capek secara lahir maupun batin.

Hal tersebut bikin saya merenung untuk beberapa saat. Umur si Tugas ini berapa sih, kok masih kayak anak-anak gini? Dia itu nggak mau mulai belajar secara mandiri, apa ya? Mbok ya selesailah sendiri, gitu. Nggak usah terlalu manja dengan harus nunggu selesai atas bantuan orang-orang yang lagi bingung gini.

Ya bener, kedatangan si Tugas itu nggak melulu minta diselesaikan, tapi minta dikerjain. Tapi maaf, lho. Saya bukannya nggak mau menuruti permintaan itu. Sama sekali bukannya saya ini ada rasa nggak terlalu suka terhadap tugas, ya. Tapi apa dia itu nggak khawatir dimarahi bapak dan ibunya, kalau sampai tingkah polahnya itu ketahuan? Hadeeeh. Kayaknya dia perlu diajak berunding dari hati ke hati, deh.

Gas, sini saya kasih tahu biar kamu paham.

Duh, gimana mulainya, ya? Ungkapan hati saya ini bakalan nyelekit. Maaf banget, Gas, kamu harus tahu apa yang sebenarnya membebani hati ini biar kamu nggak salah paham lagi. Karena mau nggak mau saya harus ngomong jujur kenapa saya ogah-ogahan ngerjain kamu. Pokoknya, kamu jangan sakit hati, ya. Kita kan best friend-an sejak lama, jauh sebelum si Corona datang. Masa, kamu mau ngambek gara-gara ditegur?

Jadi gini, Gas. Jujur dari hati yang paling dalam, kamu itu baiiik banget. Selalu datang setiap saat, saban waktu, tanpa meminta imbalan atas kesetiaan yang kamu berikan pula. Pokoknya, kamu itu selalu menemani dalam segala keadaan, baik saat suka maupun duka. Kamu jadi sosok yang begitu perhatian, pengertian, dan nggak pernah bikin kesepian. Kamu selalu ada dalam segala cuaca, nggak pernah peduli panas maupun hujan, tanpa peduli sinyal ada atau nggak. Untuk hal-hal tersebut, kamu pantas mendapat hadiah jempol kanan dan kiri dari saya. Kali ini kamu sukses bikin terharu banget.

Terlebih, kamu itu nggak pernah punya salah ke saya. Kamu nggak pernah nakal, nggak pernah ngajak tawuran, apalagi bikin rusuh dengan nge-prank penduduk bumi sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian YouTuber kebelet kondang. Selain itu, kamu nggak pernah mabuk, merokok, judi, apalagi mengonsumsi obat-obatan terlarang, dan satu lagi: kamu itu non-ghibah.

Kamu ini termasuk anak baik-baik, Gas. Datangnya pun sopan banget. Lewat dosen, guru, orang tua, atasan, bahkan melalui hati saya sendiri. Yang jelas, sikap kamu itu jauh dari kata brutal. Kamu juga nggak pernah songong dengan bilang, “Apa yang sudah kamu beri dan lakukan untuk negara???” mentang-mentang kamu banyak berjasa bagi kemajuan pikiran dan perilaku orang kayak saya. Kamu tetap mau jadi diri sendiri yang apa adanya dan nggak neko-neko, tapi terasa begitu berarti.

Lantas, setelah mengetahui rekam jejakmu yang begitu tanpa ada cela, apa saya harus tega ngerjain kamu? Nggak. Saya cukup sadar diri, bahwa ngerjain kamu itu sama sekali nggak lucu.

Jangan salah paham dulu, ya, Gas. Saya bilang gini bukannya males dan penginnya rebahan sambil goler-goleran doang. Saya ini cuma nggak mau menambah dosa sekaligus bikin susah diri sendiri dengan ngerjain kamu. Biarpun menyusahkan diri sendiri itu hobi saya, ngerjain kamu itu tetap bisa jadi beban tersendiri. Kadang saya sampai nggak bisa tidur.

Ya emang sih, sesekali saya jadi kesel kalau kamu datangnya nggak bilang-bilang dulu. Kamu nongolnya bawa pasukan yang nggak kalah bikin jengkel, pula. Kalau kelewat dongkol, saya ngerjain kamu habis-habisan. Tanpa rasa menyesal sedikit pun. Masalah capek lahir dan batin, saya kesampingkan dulu, yang penting kamu selesai dan segera enyah dari hadapan.

Lain halnya kalau hati saya berfungsi dengan baik. Saya malah jadi sungkan setiap kali mau ngerjain kamu dan teman-temanmu. Pasalnya, saya masih bisa mengingat dosa-dosa yang sudah terlalu banyak dan bertumpuk ini. Masa, mau ditambah dengan ngerjain kamu yang nggak ada salah apa-apa? Duh, itu kan namanya nggak ada akhlak. Lalu sebagai gantinya, saya malah mengumpati pihak-pihak yang cuma jadi perantara kedatanganmu. Aneh banget kan, saya ini?

Jadi, saya harap kamu memaklumi alasan kenapa saya sering ogah-ogahan ngerjain kamu. Ya itu tadi. Kamu nggak punya alasan biar saya kerjain, lantaran kamu terlalu baik. Saya pun berharap, dengan begini kamu mulai memikirkan saran saya untuk berubah jadi lebih dewasa dan nggak manja lagi. Ini semua demi kebaikan kamu dan para kawanmu biar kamu nggak ketergantungan terhadap orang-orang.

Saya sangat yakin kamu pasti bisa selesai sendiri, Gas. Dengan begitu kamu ini bakalan jauh lebih puas, jauh lebih lega, lebih bangga, dan nggak dikejar-kejar rasa bersalah karena bikin repot orang-orang yang kamu datangi secara tiba-tiba. Dengan selesai sendiri, seenggaknya kamu juga bisa jadi contoh nyata yang baik bagi Corona biar minggat secara mandiri, sebagaimana yang diharapkan oleh pemerintah dan sebagian rakyat Indonesia yang sampai sekarang masih ngeyelan kelewat nerimo ing pandum tapi di sisi lain maksa-maksa pihak medis untuk terus bertahan.

Kalau belum bisa selesai sendiri, paling nggak ya jangan bikin saya kaget dan bingung. Cukup Pak Jokowi saja yang bikin kaget dan bingung karena kekagetan dan kebingungannya beliau. Kamu dan temanmu jangan ikut-ikutan kayak gitu.

Mohon kerjasamanya ya, Gas!

BACA JUGA Bapak dan Ibu Dosen, Anjuran Kampus Itu Kuliah Online Bukan Ngasih Tugas atau tulisan Lestahayu lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version