Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Trotoar Jalan Slamet Riyadi: Surga bagi Kopi, Neraka bagi Pejalan Kaki

Rahul Diva Laksana Putra oleh Rahul Diva Laksana Putra
19 Oktober 2025
A A
Trotoar Jalan Slamet Riyadi: Surga bagi Kopi, Neraka bagi Pejalan Kaki

Trotoar Jalan Slamet Riyadi: Surga bagi Kopi, Neraka bagi Pejalan Kaki

Share on FacebookShare on Twitter

Sebagai orang Solo yang baru pulang dari Semarang untuk menepi sejenak, saya cukup kaget melihat betapa banyaknya anak muda-mudi nongkrong di trotoar sepanjang Jalan Slamet Riyadi. Dulu trotoar di jalan utama ini cuma dipenuhi pejalan kaki atau kadang pesepeda motor yang terpleset rell dalam kota. Sekarang, kursi dan meja kafe berjajar rapi di atasnya, lengkap dengan lampu-lampu gantung dan aroma kopi susu yang menggoda. Di situ, muda-mudi duduk santai sambil menatap lalu lintas yang tak pernah benar-benar sepi.

Entah sejak kapan trotoar yang seharusnya jadi ruang aman untuk berjalan malah berubah jadi ruang nongkrong berbayar. Kota ini katanya sedang menata diri biar lebih ramah pejalan kaki, tapi di lapangan, pejalan kaki justru yang harus minta izin lewat. Ironisnya, semua tampak “keren” di media sosial. Cahaya lampu jalan yang hangat, suara kendaraan jadi latar alami, dan secangkir kopi tampak seperti simbol kebebasan anak muda urban.

Tapi di balik estetika itu, ada realitas yang sedikit getir, yaitu hak pejalan kaki pelan-pelan direnggut oleh kursi kafe yang manis di kamera tapi nyusahin di dunia nyata.

Mari menghargai pejalan kaki

Pedestrian di sepanjang Jalan Slamet Riyadi, Solo, sebenarnya sudah cukup cantik. Lebarnya lumayan, jalannya rata, ada batu alam dan lampu-lampu taman yang bikin suasananya nyaman untuk berjalan sore. Tapi sayang, belakangan trotoar itu lebih sering dipenuhi kursi kecil, meja lipat, Lucunya, bagi pejalan kaki, hidup justru baru dimulai setelah berhasil melewati area itu tanpa menabrak gelas es kopi seseorang.

Padahal, trotoar adalah ruang publik paling sederhana di mana tempat manusia berjalan kaki, berpindah, menepi sejenak dari lalu lintas. Tapi kini fungsinya kabur. Banyak bagian trotoar di Slamet Riyadi berubah jadi ruang nongkrong, bukan lagi jalur pejalan. Di situ, kursi-kursi kecil berjejer rapat, menandakan betapa padatnya kebutuhan anak muda akan tempat estetik sayangnya dengan mengorbankan ruang yang seharusnya milik semua orang.

Mungkin bagi yang nongkrong, duduk di trotoar terasa romantis: ada cahaya lampu jalan, suara kendaraan lewat, dan semilir angin malam yang bikin kopi terasa lebih nikmat. Tapi bagi yang berjalan kaki, romantisme itu berubah jadi rintangan. Tak jarang harus menunduk, memiringkan badan, atau menyebrang tanpa zebra cross hanya untuk bisa lewat. Semua demi menghindari meja kecil dan kursi kalcer yang berjejer di pinggir jalan utama kota.

Estetika mengalahkan etika

Jalan Slamet Riyadi itu jalan raya paling ramai di tengah Kota Solo—tempat mobil, motor, dan kereta dalam kota lewat bersliweran. Tapi entah kenapa, di pinggir jalan seramai itu justru banyak kafe yang pede banget meletakkan kursi dan meja di trotoar. Lengkap dengan lampu kuning dan tulisan estetik. Di salah satu dinding kafe bahkan terpampang kalimat besar “Psikolog itu mahal, makanya Tuhan menciptakan jalan Slamet Riyadi.”

Lucu sih, tapi kalau dibaca sambil jalan kaki, rasanya pengin tepuk jidat. Soalnya yang dimaksud trotoar jalan Slamet Riyadi di situ ternyata bukan untuk berjalan, tapi buat nongkrong. Kursi-kursi kecil dipasang rapat di trotoar, gelas kopi berjejer di atas meja, dan tripod konten kreator siap merekam semua kegiatan muda-mudi kalcer di Solo raya.

Baca Juga:

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka

8 Aturan Tak Tertulis di Solo yang Wajib Kalian Tahu Sebelum Datang ke Sana

Saya curiga, sebagian muda-mudi yang nongkrong di situ bukan cuma mau ngopi, tapi juga pengin lihat ada orang tergelincir di rel kereta yang melintas di tengah jalan. Soalnya, hiburan gratis di Solo memang semakin langka. Kota yang dulu dikenal santun sekarang malah tega menyingkirkan pejalan kaki demi spot nongkrong “kalcer”. Trotoar yang seharusnya jadi tempat aman buat melangkah, kini berubah jadi buat tempat instagramable.

Terima kasih, Satpol PP, telah menertibkan kafe di Jalan Slamet Riyadi, meski mungkin itu akan terulang lagi

Beberapa waktu lalu, saya baca berita kalau Satpol PP Kota Surakarta akhirnya menertibkan sejumlah kafe di sepanjang Jalan Slamet Riyadi. Katanya, karena mereka menyalahi aturan pemanfaatan trotoar. Beberapa meja dan kursi disingkirkan, ada juga yang ditegur. Akhirnya, pejalan kaki bisa bernapas sedikit lega walau cuma sebentar.

Soalnya, seperti banyak cerita khas kota lain di negeri ini, penertiban sering kali cuma semacam drama satu babak. Hari ini disapu, besok sudah buka lagi, lengkap dengan lampu-lampu estetik baru dan tulisan dinding yang lebih lucu. Satpol PP datang dengan peluit dan wajah tegas, para barista menyambut dengan senyum ramah dan janji manis, “Siap, Pak, nanti kami pindah.” Lima jam kemudian, kopi kembali mengalir, tripod berdiri lagi, dan pejalan kaki kembali jadi figuran di trotoar kotanya sendiri.

Mungkin memang begitulah cara kita menata kota: menegur tanpa sungguh-sungguh, membiarkan tanpa merasa bersalah. Pemerintah ingin tampak menertibkan, pemilik kafe ingin tampak kreatif, dan kita para pejalan kaki dipaksa menerima semuanya dengan sopan, sambil terus melipir di pinggir aspal. Saya juga cukup mengapresiasi dengan memposting unggahan video yang sempat viral tentang maraknya fenomena ini, dan saya cukup berterima kasih kepada Satpol pp yang berusaha menertibkannya, meskipun belum semua.

Rindu Jalan Slamet Riyadi yang dulu

Saya rindu masa ketika Jalan Slamet Riyadi benar-benar bisa dinikmati sambil berjalan santai. Rindu melihat trotoar tanpa kursi, tanpa gelas kopi, tanpa rasa takut diserempet motor. Tapi mungkin itu cuma romantisme pejalan kaki yang belum bisa move on dari fungsi dasar ruang publik.

Sekarang, setiap kali saya lewat sana, saya cuma bisa tersenyum miris. Di tengah deru kendaraan dan lampu-lampu kafe yang temaram, saya sadar: di kota yang katanya berbudaya ini dan mungkin, satu-satunya cara agar tetap waras di Solo hari ini adalah ikut duduk, pesan kopi, lalu pura-pura nggak peduli.

Penulis: Rahul Diva Laksana Putra
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Jalan Slamet Riyadi: Surga Nongkrong di Solo, tapi Tak Cocok Buat yang Punya Kesabaran Setipis Tisu

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 18 Oktober 2025 oleh

Tags: Jalan Slamet Riyadikafe di jalan slamet riyadi solokafe di solosatpol pp
Rahul Diva Laksana Putra

Rahul Diva Laksana Putra

Manusia biasa yang senantiasa menyuarakan isu sosial.

ArtikelTerkait

satpol PP, polisi

Pengalaman Jadi Satpol PP: Dianggap Penindas Rakyat Sampai Diancam Dibunuh

25 Juni 2020
satpol pp ukulele dirusak mojok

4 Barang yang Bisa Dirusak Pak Satpol PP Pontianak selain Ukulele

22 Juni 2021
4 Hal yang Tidak Akan Kita Temui di Sepanjang Jalan Slamet Riyadi Solo

4 Hal yang Tidak Akan Kita Temui di Sepanjang Jalan Slamet Riyadi Solo

1 Oktober 2023
Melarang Rokok Eceran dan Hobi Pemerintah Mempersulit Hidup Orang Miskin

Melarang Rokok Eceran dan Hobi Pemerintah Mempersulit Hidup Orang Miskin

31 Juli 2022
satpol pp

Satpol PP Itu Emang Brutal, atau Hasil dari Kegagalan Pemerintah?

26 Oktober 2021
Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka Mojok.co

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka

1 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

30 November 2025
Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern Mojok.co

Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern 

5 Desember 2025
Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

2 Desember 2025
Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi Mojok.co

Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi

29 November 2025
Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka Mojok.co

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka

1 Desember 2025
Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.