Jogja (Baca: Daerah Istimewa Yogyakarta) kembali punya gawe gedhen. Pada 2-5 Februari 2023, Jogja menjadi tuan rumah ASEAN Tourism Forum (ATF) 2023. Menurut Menparekraf Sandiaga Uno, gawe gedhen ini mengulang saat Jogja jadi tuan rumah ATF 21 tahun silam. Dan sebagai warga Jogja, saya mengusulkan agar TPST Piyungan menjadi tempat acara pembukaan ATF 2023.
Memang sih, Sandiaga Uno sudah memutuskan Candi Prambanan sebagai tempat pembukaan ASEAN Tourism Forum 2023. Tapi saya pikir TPST Piyungan lebih pas sebagai lokasi pembukaan perhelatan internasional ini. Tanpa mengecilkan kemegahan candi yang jadi rebutan Jogja-Klaten ini.
ATF 2023 ini bertajuk “Journey to Wonderful Destination.” Dan dalam acara ini, akan dibahas berbagai isu dan potensi pariwisata di negara anggota ASEAN. Tentunya, ATF 2023 juga jadi ajang promosi pariwisata kepada dunia. Besar harapan agar pariwisata di Indonesia makin dilirik turis mancanegara. Tapi kenapa harus di tempat sampah?
Pariwisata tidak hanya bicara destinasi yang wonderful. Tapi juga dampak bagi masyarakat. Kalau terbangunnya UMKM sih, pasti sudah jadi promosi wajib dalam ATF 2023. Kalau beautifikasi, jelas akan dinikmati para delegasi. Nah tinggal dampak lain bagi masyarakat. Terutama dampak negatif dari sektor pariwisata.
Jogja terus mempercantik diri demi sektor pariwisata. Dana keistimewaan terus digelontorkan demi proyek beautifikasi. Tapi di balik kecantikan Jogja, tersembunyi gunung sampah yang tak kunjung diolah. Sering kali krisis sampah terjadi, yang berakhir penutupan sementara TPST Piyungan. Warga sekitar terus berjuang menuntut hidup layak dan nyaman, tapi hasilnya mbuh.
Di sekitar TPST Piyungan, ratusan keluarga menjadi citra warga Jogja hari ini. Mereka harus mengalah untuk tinggal di area tidak layak, karena yang cantik dan indah hanyalah milik wisatawan. Banyak dari mereka yang tidak merasakan dampak positif pariwisata. Dan ketika ingin minggat dari kesesakan ini, mau ke mana? Lha wong tidak bisa beli rumah.
Setiap tahun, Jogja selalu mempercantik diri. Tapi dari 2015 sampai hari ini, masalah sampah tidak kunjung selesai. Lalu bagaimana dampak pariwisata bagi kehidupan masyarakat sekitar, terutama mereka yang tidak merasakan dampak langsung dari sektor pariwisata?
Sudah saatnya ATF 2023 membahas ini. Tidak hanya melulu membahas destinasi yang wonderful seperti tajuk acara. Tapi juga situasi yang ndlogok akibat pembangunan berdoktrin pariwisata ini. Jangan sampai para delegasi membawa pulang keruwetan Jogja, tapi belajar dari masalah Jogja. Agar pembangunan pariwisata tidak hanya ramah bagi turis. Tapi juga tetap menjamin hidup layak bagi masyarakat.
Kalau cuma masalah keindahan, itu perkara sepele. Mendatangkan investor pariwisata juga mudah. Terbukti Jogja yang dulu sepi kini dibanjiri hotel dan destinasi wisata mahal. Tapi bagaimana dengan hidup masyarakat di dalamnya? Betul, mereka terdesak seperti warga TPST Piyungan.
Sampah pariwisata harus bisa ditangani. Kesenjangan ekonomi harus bisa teratasi. Dan kehidupan masyarakat sekitar bisa makin baik bersama pariwisata. Tidak hanya yang hidup dari sektor pariwisata, tapi juga seluruh orang yang diam di dalamnya. Jika Jogja dan destinasi wisata lain bisa melakukan ini, baru tajuk AFT 2023 menjadi indah. Wonderful destination yang sesungguhnya. Indah bagi turis, dan bahagia bagi rakyatnya. Mendatangkan investor, dan juga mensejahterakan manusia di dalamnya. Indah bukan?
Sektor pariwisata memang menjanjikan. Kalau tidak, buat apa sampai membentuk AFT yang dikomandoi Indonesia? Jogja juga jadi percontohan pembangunan pariwisata. Sampai setiap daerah berebut menjadikan Malioboro sebagai benchmark. Tapi untuk apa pariwisata ketika warga aslinya malah makin terdesak? Untuk apa beautifikasi ketika kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat tidak ikut dipercantik.
Maka TPST Piyungan tepat menjadi tempat pembukaan AFT 2023. Tempat di mana para pemangku jabatan kembali merenung. Apakah pembangunan mereka sungguh dibutuhkan rakyat. Apakah semangat menggenjot pariwisata iku menggenjot kehidupan layak warga sekitar? Atau malah jadi tumbal megaproyek pariwisata internasional?
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Adakah Dana Istimewa untuk Sampah yang Tidak Istimewa?