Sebenarnya apa sumber masalah di TPST Piyungan?
Tentu warga Jogja menuntut solusi. Toh masalah pengolahan sampah bukan hanya tanggung jawab warga. Tapi solusi apa lagi yang bisa dilakukan? Bahkan setelah warga Jogja melaksanakan pemilahan sampah secara masif, masalah sampah belum juga selesai.
Bukan berarti meremehkan solusi pemilahan sampah, tapi coba pahami sedikit realitasnya. Sebelum dicanangkan pemilahan sampah, TPST Piyungan juga ditutup sementara. Pemilahan sampah diharapkan agar jumlah sampah yang masuk ke Piyungan berkurang. Sehingga TPST Piyungan tetap bisa beroperasi. Lha pemilahan sampah sudah dilakukan dengan ketat. Tapi kok kembali overload?
Apalagi setelah jumlah sampah rumahan dan lokal berkurang drastis. Mungkin hampir separuh jika merujuk data Ditjen PPKL yang menyebut 57 persen sampah di Indonesia adalah sampah anorganik. Dan merujuk Katadata, sampah organik rumahan hanya sekitar 37 persen. Sisanya adalah sampah anorganik yang kemarin dilarang masuk Piyungan.
Lalu apa masalah sebenarnya? Apakah sampah non-rumahan yang jadi sumber masalah? Apakah sampah pariwisata masih mendominasi gunungan TPST Piyungan? Jika demikian, apakah janji pengolahan sampah dan pembukaan tempat pembuangan sampah baru bisa segera dilaksanakan?
Bagaimana dengan mitigasi sampah di Jogja? Jika benar penyumbang sampah adalah warga lokal, lalu pemilahan dan pengurangan sampah model apa lagi yang harus dilakukan? Jika sampah pariwisata kini mendominasi TPST Piyungan, lalu apa yang harus dilakukan?
Mendambakan solusi untuk TPST Piyungan
Tentu masyarakat Jogja mendambakan solusi taktis perkara sampah. Selain solusi untuk masalah lain seperti upah dan pertanahan. Jika solusinya hanya buka tutup TPST Piyungan, bukankah sudah dilakukan lebih dari satu dekade? Tentu jangan sampai lupa dengan penderitaan warga Piyungan yang tidak bebas dari sampah.
Kita berharap agar TPST Piyungan benar-benar seperti namanya. Tidak hanya menumpuk sampah, tapi juga mengolah dengan terpadu. Sudah banyak jurnal tentang solusi penanganan sampah Piyungan, bank sampah juga sudah digalakkan. Bahkan studi banding demi mencari solusi sampah Jogja sudah berkali-kali dilakukan. Tapi yang terasa tidak lebih dari wacana semata. Piyungan terus menumpuk sampah, dan Jogja masih bermahkota sampah
Atau memang Jogja akan terus bermahkota sampah? Dan warga Jogja akan terus menikmati sistem buka tutup TPST Piyungan sebagai solusi satu-satunya?
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Adakah Dana Istimewa untuk Sampah yang Tidak Istimewa?