Selama lima tahun duduk di bangku sekolah dasar, hampir tidak ada pagi yang saya lewati tanpa teriakan ibu, diseret dari kasur, atau kadang juga dengan cara cukup radikal: ibu akan mengguyur saya denga air kalau saya masih juga tak kunjung bangun. Saya memang terkenal pemalas dan paling nggak bisa bangun pagi, sampai-sampai ibu saya kaku ati dibuatnya. Paling pagi biasanya pukul setengah tujuh lebih sedikit saya baru bisa bener-bener mengumpulkan sisa-sisa kesadaran.
Adegan selanjutnya, saya pasti gopoh-gapah menyiapkan segala keperluan sekolah. Mandi sekenanya, seragam awut-awutan, dan langsung mengayuh sepeda mungil saya untuk turun kampung menuju lokasi tempat sekolah saya berdiri. Jarak rumah saya ke sekolah cukup jauh dan jam pelajaran dimulai tepat pukul tujuh. Kalau sedang beruntung, saya biasanya tiba di sekolah persis ketika bel tanda masuk berbunyi. Kalau lagi apes, ya paling-paling saya harus berdiri di depan gerbang sampai ada yang sudi membukakan.
Itu masih belum terhitung dengan seringnya saya kelupaan beberapa keperluan sekolah. Kadang lupa nggak bawa seragam olahraga, lupa nggak bawa buku PR, lupa nggak bawa topi upacara, hadaaaah banyak dah pokonya. Yang membuat ibu saya geram, kenapa saya masih begitu bebal. Dimarahi tiap hari, diseret dari kasur hampir tiap pagi, disiram air juga sudah ibu lakukan, tapi saya kok ya masih susah banget buat sadar.
Sebenarnya sedari subuh ibu sudah bangunin dengan menggoyang-goyang tubuh saya. Saya sih emang bangun untuk sekadar salat subuh meski dalam keadaan separuh sadar. Tapi dasarannya emang ndablek, ya saya lanjut tidur lagi setelah memastikan ibu mulai sibuk di dapur memperisapkan segala keperluan dagangan.
Beruntunglah ketika sudah menginjak kelas enam, saya semacam menadapat ilham. Dalam hati saya bertekad untuk nggak menyusahkan ibu lagi setiap pagi. Nggak enak juga kalau harus ngelihat beliau dengan peluh di pipi bawa serbet sambil susah payah bangunin anaknya yang ngaudubillah amit-amit jabang bayi kalau tidur udah kaya simulasi mati.
Alhasil suatu ketika saya menghampiri ibu untuk meminta tips kiat-kiat bangun pagi yang ampuh. Pada saat itu keluarga kami belum mengenal apa itu alarm. Ha wong HP saja nggak pegang. Kami hanya mengandalkan kumandang azan dan kokok ayam untuk memastikan kalau pagi sudah menjelang.
“Kalau mau bangun pagi, ya tinggal suruh saja tubuhmu buat bangun pagi,” kata ibu saya datar. Benar-benar jawaban yang nggak saya inginkan. Saya ingin menyanggah, tapi sudahlah, sepertinya bangun kesiangan adalah jalan ninja saya menuju kesuksesan kesengsaraan. Seolah bisa membaca isi pikiran saya, ibu kemudian kembali berujar, “Selama ini kamu susah bangun pagi karena kamu mengizinkan tubuh kamu buat bermalas-malasan. Coba kalau tubuh itu kamu paksa buat bangun pagi, pasti bisa.”
Dengan masih sedikit bingung saya kembali bertanya kepada ibu, “Emang bisa? Masa tubuh bisa kita atur? Terus gimana dong, caranya?”
“Bisa lah, tubuh tubuh kamu, ya jelas bisa kamu kendalikan,” tutur ibu. “Sebelum tidur, bilang aja ke tubuh kamu, “Hei tubuh, kamu harus bangun pagi!” Pasti tubuh kamu bakal mematuhi,” pungkasnya.
Malam harinya pun trik yang sekarang saya kenal sebagai “sugesti diri” itu saya praktikkan dan hendak saya buktikan. Benar saja, malam sebelum saya tidur saya sempat mengadakan dialog dengan tubuh saya, memintanya agar bangun pukul enam lah paling lambat. Dan terbukti, saya bener-bener bangun persis pukul enam, seperti apa yang saya minta. Bertahun-tahun teori dari ibu itu saya praktikkan, bahkan sampai hari ini. Dan emang ada hasilnya,
Misalnya saja, jam tidur saya memang terbilang terkuras karena kegiatan kampus dan luar kampus. Biasanya saya baru bisa tidur di kosan setelah salat subuh saya kerjakan. Mengingat saya harus kuliah pukul delapan pagi, saya kemudian memprogram agar tubuh saya mau bangun sebelum pukul tersebut, Hasilnya, amazing! Percaya nggak percaya, saya memang bangun sebelum pukul delapan.
Begitu juga di jam-jam yang lain. Biasanya kalau waktu sangat mepet, misalnya sekarang pukul dua belas siang, sementara pukul satu siang nanti saya sudah harus berangkat ke taman bacaan, jam dua belas itu saya mengizinkan tubuh saya untuk tidur dengan syarat, mau nggak mau tetep harus bangun pada waktu yang saya tentukan. Dan itu bener-bener berhasil. Saya mulai curiga, dari mana ibu saya menemukan teori ini? Apa jangan-jangan ibu memiliki ilmu klenik? Ah nggak mungkin, ha wong sama kucing hitam saja ibu saya parno, og.
Belakangan, saat saya mulai rajin mengikuti kajian Ngaji Filsafat Dr, Fahruddin Faiz via YouTube, saya baru tahu kalau teori ini sebenarnya telah dikemukakan oleh Sigmund Freud. Kalau dijelasin pakai bahasa buku agak ruwet, tapi sederhananya gini, Bapak Psikoanalisis itu menuturkan kalau manusia dilengkapi dengan dua kehendak: kehendak sadar dan kehendak bawah sadar.
Kehendak bawah sadar biasanya terjadi secara reflektif sebagai respon dari apa yang otak kita rekam. Misal, kita bisa secara reflek menundukkan badan ketika melihat sesuatu dilemparkan ke arah kita, Itu terjadi karena sebelumnya kita pernah menyaksikan kejadian serupa. Kejadian itulah yang kemudian direkam otak dan secara nggak sadar deprogram untuk tubuh kita.
Atau misalkan dalam kasus mimpi. Kita kadang bermimpi buruk, katakanlah ketemu setan, karena sebelumnya kita menonton pemutaran film horor. Hasil rekaman otak kita atas adegan-adegan menyeramkan dalam film tersebut kemudian disalurkan ke dalam sistem neurologis dalam tubuh. Alhasil, kita seolah dapat menyaksikan bahwa adegan horor tesebut terjadi pada diri kita sendiri.
Kalau secara nggak sadar saja tubuh kita bisa terprogram demikian, maka sangat memungkin dong tubuh akan patuh dengan kehendak sadar berupa permintaan yang kita ajukan. Kita bisa minta agar tubuh kita nggak males-malesan, nggak bangun kesiangan, nggak cengeng, nggak baperan, dan lain-lain. Tentu dengan batasan pada aspek neurologis ya. Kalau untuk aspek bilogis, ya itu beda persoalan.
Misal, detik itu kita kebelet pup, ya masa kita suruh tubuh ini buat re-schedule dulu, Atau pas tahu kalau hidung kita pesek, nggak mungkin juga kita minta nih hidung tiba-tiba jadi mancung. Kontesknya tetep harus dipahami. Lebih-lebih dalam tulisan ini yang saya tekankan adalah, caranya biar bisa bangun pagi tanpa nyusahin kanan-kiri. Sebab ada tuh temen saya yang saking penginnya bangun pagi sampai bikin alarm dari pukul tiga dini hari. Bangun sih nggak, tapi suara alarm-nya itu loh hmmmm sangat mengganggu ketenangan rumah tangga hidup saya.
BACA JUGA Bengi Angel Turu, Isuk Angel Tangi, Awan Ngantukan atau tulisan Aly Reza lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.