Kita sering memberi stigma terhadap banyak hal. Orang Jawa itu cocok jadi kuli, orang Sumatra itu ilmu hitamnya kuat, guru matematika itu mematikan, dan masih banyak stigma lain yang kita sematkan pada berbagai hal. Namun, harus kita sepakati bahwa stigma-stigma tersebut muncul pada berbagai hal karena kita tidak mengenalnya dengan baik. Kalau kata pepatah, “Tak kenal maka tak sayang”, sekarang kalimatnya bisa menjadi, “Tak kenal maka muncul stigma”. Hal ini terjadi juga pada pandangan masyarakat umum mengenai profesi saya, yaitu debt collector.
Stigma galak, kasar, tidak punya belas kasihan, hingga merebut paksa harta orang sering disematkan kepada kami. Memang ada, sih yang seperti itu, tapi kan nggak semuanya. Masih banyak debt collector yang baik hati seperti diri saya ini.
Supaya stigma buruk ini tidak disematkan lagi pada kami para tukang tagih yang mengetuk pintu rumah Anda dengan sopan, mari saya ajak berkenalan dengan macam-macam debt collector yang eksis di dunia penagihan.
Profesi ini dapat dibedakan jenisnya berdasarkan beberapa hal. Hal yang paling mudah adalah dari perusahaan tempat mereka bekerja. Dalam hal ini, mereka dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu internal dan eksternal.
Satu, debt collector internal. Mereka adalah juru tagih yang bekerja langsung pada perusahaan atau lembaga yang memiliki piutang. Sebagai contoh, apabila Anda memiliki tagihan kredit motor di leasing A, lalu ada karyawan leasing A yang menagih Anda, ia adalah debt collector internal.
Dua, debt collector eksternal. Mereka tidak bekerja langsung pada pemilik piutang, biasanya mereka bekerja pada perusahaan outsourcing yang menyediakan jasa penagihan. Atau bisa jadi mereka adalah pekerja lepas yang tidak terikat kontrak dengan perusahaan manapun. Pokoknya selama dia tahu data utang-piutang, dia bisa jadi debt collector.
Apakah perbedaan antara internal dan eksternal hanya terletak pada perusahaan mereka ? Tentu tidak. Bagi orang yang biasa berinteraksi dengan kami, pasti dapat dengan mudah membedakannya.
Debt collector internal cenderung lebih tenang dan santun dibanding yang eksternal. Perbedaan ini tentu tidak muncul begitu saja, melainkan dibentuk oleh pola kerja dan cara mendapatkan uang.
Sebagai karyawan resmi sebuah perusahaan yang memiliki piutang, debt collector internal lebih mapan secara finansial dikarenakan kami mendapat gaji pokok yang sudah pasti kami dapat tiap bulannya. Jadi, meskipun selama sebulan tidak mendapat setoran, kami masih ada pemasukan. Itu kalau siap disemprot sama atasan: masa tukang tagih nggak dapet setoran!
Oleh sebab itu, debt collector internal biasanya masih akan memberi tenggat waktu bagi nasabah untuk melunasi. Namun, sebagai karyawan, orang internal memiliki tanggung jawab dan aturan dari perusahaan seperti target yang harus dicapai, absen pagi dan sore, hingga jenis pakaian yang dikenakan.
Lalu bagaimana dengan debt collector eksternal? Mereka tidak mendapat gaji pokok. Pendapatan mereka hanya dari komisi penagihan baik itu setoran maupun agunan yang berhasil mereka tarik.
Kalau mereka nggak dapat tarikan, ya mereka nggak dapat uang. Oleh karena itu, mereka pasti akan memaksa bagaimanapun caranya agar orang yang ditagihnya membayar atau mengembalikan barang agunannya.
Memang nominal komisi yang didapat debt collector eksternal saat mendapat tarikan cukup banyak. Jika mendapat uang, leasing atau bank biasanya akan memberi komisi hingga 40% dari jumlah yang tertagih. Sedangkan jika mendapat barang, contohnya sepeda motor, komisi yang didapat sekitar Rp1 hingga Rp1,2 juta rupiah. Cukup menggiurkan bukan? Masalahnya adalah mendapat tarikan ibarat mencari jarum ditumpukan jerami. Belum tentu sebulan bisa ketemu nasabah, makanya begitu ketemu langsung paksa bayar.
Selain dari perusahaan tempat bekerja, orang yang berprofesi ini juga dibedakan dari bucket yang ditugaskan. Bucket atau buku beban adalah daftar tagihan yang dikelompokkan berdasarkan lama keterlambatan pembayaran, mulai dari bucket 1-30, 31-60, 61-90, dan seterusnya. Sebagai contoh, bucket 1-30 berisi tagihan yang lewat 1-30 hari dari jatuh tempo.
Ada pula perusahaan yang mengelompokkan bucket bukan berdasar hari melainkan bulan atau tahun, tergantung kebijakan perusahaan dan nominal yang ditagihkan. Berdasarkan bucket yang dipegang, karakter orang yang berprofesi ini lebih mudah dibedakan. Umumnya, semakin lama keterlambatan, semakin keras mereka dalam menagih. Akan tetapi, tenang, debt collector paling keras pun akan melunak jika kita membayar tagihannya. Makanya, bayar!
Sekiranya demikian pembagian debt collector secara sederhana. Jika ingin lebih jelas dan rinci, ayo bergabung bersama kami. Mari kita ramaikan khasanah penagihan di negeri ini.
BACA JUGA Duka Menjadi Debt Collector yang Tidak Sangar dan tulisan Diat Rian Anugrah lainnya.