The World of the Married bukan soal perselingkuhan semata. Kamu perlu membaca ini.
Perempuan tanpa cela itu bernama Ji Sun-woo, seorang wakil direktur sebuah rumah sakit besar dengan gaji sekaligus strata sosial yang tinggi. Dia cantik, sekaligus berkarakter kuat. Menjadi dokter saja sudah masuk dalam lingkungan elite di kehidupan sosial masyarakat Korea Selatan, apalagi punya jabatan mentereng.
Tapi coba perhatikan apa saja aktivitas yang dilakukan Ji Sun-woo sehari-hari sepanjang 16 episode The World of the Married.
Pagi hari memasak sarapan dengan menu yang berbeda untuk anak dan suami sementara dia sendiri hanya minum segelas kopi lalu mengantar anak ke sekolah. Sepulang dari bekerja, dia menjemput anak lalu memasak makan malam dengan menu yang lengkap. Setelah itu masih membereskan rumah dan setrika baju sampai larut malam.
Suaminya ngapain? Lee Tae-oh duduk-duduk di sofa, bercanda dengan anak, atau minum anggur sambil mengajak ngobrol istrinya. Santuy~
Kebisaan Lee Tae-oh, selain membuat perempuan jadi bucin tuh apa sih. Meletakkan sepatu dengan benar dan rapi saat makan saja gagal, apalagi mencari uang. Untuk biaya pengobatan dan panti jompo ibu dari Lee Tae-oh selama bertahun-tahun juga Ji Sun-woo yang menanggung. Tabungan istri dan anak dihabiskan. Dasar nggak ada akhlak!
Pernah gak sih ada scene di The World of the Married ketika Lee Tae-oh mijit istrinya yang kecapekan? Nempel koyo buat ilangin pegal-pegal atau sekadar bikinin teh anget gitu? Pernah masak sarapan itu aja karena merasa bersalah setelah pergi buru-buru di malam hari buat ketemu selingkuhan.
Makanya gak heran Ji Sun-woo terbiasa dengan standar yang tinggi untuk dirinya sendiri. Tanpa sadar, dia membuat orang-orang terdekatnya merasa tertekan. Sambat saja nggak sempat, loh. Apa nggak meledak itu di dalam jiwa.
Di episode pertama The World of the Married memang nggak ada adegan jambak-jambakan, tapi sudah menggambarkan karakter Ji Sun-woo yang terbiasa mengabaikan rasa sakit hati.
Saat suami berselingkuh, yang malah disalahkan adalah Sun-woo karena dianggap terlalu menuntut. Eh kelar dihina-hina, sebelum pergi, masih kepikiran ngerapihin bantal tidur mertuanya. Kenapa nggak dilempar ke lantai saja, sih?
Nasib Ji Sun-woo di The World of the Married yang meski kariernya sangat bagus tapi tidak dihargai suami dan mertua adalah potret perempuan Korea Selatan. Perempuan yang telah menikah diharapkan dapat mengurus suami, bekerja menghasilkan uang, hingga mengurus anak dan mertua.
Pekerjaan atau profesi seorang perempuan dianggap sepele terutama oleh keluarga mertua. Bagi banyak orang di sana, pekerjaan utama perempuan adalah mengurus rumah tangga. Terutama jika perempuan itu menjadi istri dari anak (laki-laki) pertama.
Memang, tidak semua seperti itu. Ada juga yang sudah mengadopsi pemikiran modern ketika membangun rumah tangga, kesetaraan gender juga ramai disuarakan. Tapi yang masih ketat dengan budaya patriarki jauh lebih berdampak.
Selain The World of the Married, saya sarankan kamu untuk nonton Kim Ji-young Born 1982. Film ini bakal membantu kamu mendapat gambaran tambahan tentang kehidupan perempuan di Korea Selatan. Mereka diharuskan mengurus anak dan orang tua dari kedua belah pihak sekaligus dikekang kebebasannya. Kenapa begitu? Karena perempuan dikhawatirkan akan membawa aib bagi keluarga.
Kim Ji-young Born 1982 ini kontroversial di Korea Selatan. Selain berisi kritik sosial, isinya dianggap mendukung feminisme, bahkan idol dan aktris yang memberi dukungan pun dihujat publik.
Pernah dengar gerakan 4B atau 4Nos di Korea Selatan? Perlawanan pada budaya patriarki di Korea Selatan menumbuhkan gerakan feminisme. Gerakan ini diprakarsai oleh Bonnie, seorang perempuan heteroseksual yang tidak tertarik mencari pacar atau suami. Organisasi ini sudah beranggotakan kurang lebih 4000 orang dan beberapa di antaranya adalah influencer.
Gerakan 4B mengajak perempuan berani menolak pemaksaan kepada perempuan untuk menerima dominasi laki-laki dimulai dari berpacaran, berhubungan seksual, menikah, hingga melahirkan anak. Mereka melawan pendapat bahwa perempuan harus mengemban fungsi “motherhood” saja.
Gerakan 4B menganggap perempuan akan lebih berbahagia tanpa direcoki laki-laki. Pemikiran tersebut dimaksudkan untuk membebaskan perempuan dari ketidakadilan, bahkan lebih dari itu: mendobrak budaya perempuan dianggap sebagai obyek.
Salah satu aktivitas yang dilakukan 4B adalah “Escape The Corset”, aksi menentang standar kecantikan Korea Selatan. Di sebuah video yang viral di media sosial, mereka terlihat menghancurkan koleksi make up. Duh, jiwa missqueenku menangys mengetahui ada skincare tersia-sia.
Bahkan menurut Shin Gi-wook, sosiolog dari Standford University, gerakan 4B merupakan merupakan aksi feminis paling radikal yang pernah terjadi di Korea Selatan.
Membayangkan gerakan yang “radikal” semacam itu muncul di Indonesia pasti akan sangat mengguncang jiwa raga pihak tertentu yang cara berpikirnya bagai kanebo kering. Apalagi mereka yang terheran-heran saat ada perempuan mengidolakan Siti Aisyah tapi menolak poligami, perlu diselepet karet gelang sama Ji Sun-woo tuh!
Mengamini kesetaraan gender dalam rumah tangga dan menjaga “onderdil” laki-laki supaya gak gampang ON tiap ada perempuan yang bening itu perlu diusahakan sepenuh hati.
Jumlah perempuan memang lebih banyak, tapi jika mayoritas menolak pernikahan lalu bagaimana, masa mau impor?
BACA JUGA Laki-laki Juga Bisa Jadi Korban Kekerasan dan tulisan Aminah Sri Prabasari lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.