Beberapa waktu lalu, trending topic di Twitter ramai membicarakan “umur 27”. Seperti biasanya, warga Twitter membuat ragam cuitan dengan kata kunci “umur 27” untuk ikut meramaikan trending topic tersebut. Ada yang menyampaikan bahwa di usia tersebut masih saja jatuh cinta kepada orang yang sudah jelas tidak akan bisa dimiliki, ada yang upload foto selfie, sudah berkeluarga, bahkan banyak pula yang mencuitkan harapannya di usia 27 tahun.
Tidak ada yang salah dengan ragam cuitan untuk memeriahkan kata “umur 27” pada trending topic. Bahkan, sering kali menjadi hiburan tersendiri karena terselip hal yang jenaka. Namun, tidak sedikit pula yang insecure karena merasa diingatkan pada usia 27 tahun, mereka belum bisa berbuat banyak.
Pasalnya, trending topic umur 27 muncul karena adanya info pengangkatan Risa Santoso menjadi rektor termuda di Indonesia pada usianya yang masih 27 tahun. Diinfokan bahwa Risa menjadi rektor di Institut Teknologi dan Bisnis Asia Malang, Jawa Timur. Diketahui pula bahwa Risa Santoso adalah lulusan S2 Harvard University jurusan Pendidikan dan sempat menamatkan pendidikan S1 di University of California Berkeley.
Perasaan insecure semakin muncul dengan adanya cuitan yang menanyakan: “apa pencapaian tertinggi lo di usia 27 tahun?” pada linimasa Twitter. Akhirnya, komentar yang menyatakan bahwa adanya berita dan informasi dengan menyebutkan usia dan jabatan kadangkala meruntuhkan kepercayaan diri seseorang—insecure—pun tak dapat dihindarkan.
Memang, segala sesuatunya pasti memiliki dua sudut pandang. Tentu, tidak semua orang merasa insecure dengan pencapaian orang lain. Dari informasi Risa Santoso yang berhasil menjadi rektor pada usia 27 tahun, tidak sedikit pula yang terinspirasi juga termotivasi. Meski tidak sampai memiliki pencapaian yang sama—menjadi rektor—paling tidak seseorang tahu apa yang harus dilakukan. Setidaknya, mau berusaha untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan harapan.
Dalam dunia kerja misalnya, di usia mereka ke-27 sampai 30 tahun, beberapa teman sebaya saya merasa bahagia menjalani apa yang dikerjakan atau dilakukan di perusahaannya masing-masing. Ada yang berambisi dalam peningkatan karier. Tak sedikit pula yang masih bekerja di level karyawan sudah merasa bahagia—selama mereka bekerja sesuai bidang yang disukai.
Lagipula, kenapa harus fokus—apalagi insecure—dengan pencapaian orang lain, sih? Setiap orang kan punya jalan masing-masing dalam mendapatkan kesuksesan, mimpi, atau kadar bahagianya. Selama mau berusaha, peluang untuk mendapatkan apa yang diharapkan bisa saja terwujud. Selain memang biasanya, usaha tidak akan menghianati hasil.
Namun, di sisi lain pun harus juga disadari bahwa insecure yang dirasakan beberapa orang jika mendengar pada usia tertentu seseorang sudah menggapai jabatan bergengsi atau kesuksesan, tidak terlepas dari andil omongan dan kebiasaan orang sekitar yang selalu membanding-bandingkan pencapaian satu sama lain—tanpa mengetahui seberapa besar usaha seseorang dalam melakukan sesuatu.
Ditambah, minimnya pemberian apresiasi atau dukungan atas proses yang sudah dilakukan oleh seseorang, sehingga motivasi menurun dan terlihat kurang semangat, bahkan tak jarang tidak melanjutkan suatu usaha karena hak tersebut. Giliran julid, mencerca, juga memaki, malah jadi hal yang paling utama dilakukan saat seseorang berhadapan dengan suatu kegagalan. Ya, sering kali menjatuhkan mental jauh lebih mudah dibanding memberi dukungan yang dibutuhkan seseorang.
Dibanding fokus dan insecure pada pencapaian tertinggi seseorang, lebih baik fokus pada diri sendiri dalam pengembangan karier dan banyak hal. Sebab, terpenting adalah membandingkan kualitas yang didapat oleh diri sendiri pada saat ini dengan waktu sebelumnya. Sehingga bisa terus belajar mengevaluasi dan semakin mengenal pribadi sendiri.
Ah, lagipula, rasanya tidak perlu serius dalam menanggapi pertanyaan pencapaian seseorang di usia tertentu, apalagi di Twitter. Coba saja cek kolom reply pada akun Twitter @yudapanjaitan yang menanyakan hal tersebut, hampir semua pengguna Twitter merespons dengan santuy dan bercanda. Tidak perlu ada yang dikhawatirkan terkait masa depanmu apalagi sampai merasa insecure, kita semua memiliki jalan masing-masing dalam menggapai kebahagiaan juga kesuksesan.
BACA JUGA Mengenang Klub 27 di Usia 27: Selamat Datang di Usia Paling Stres Sedunia atau tulisan Seto Wicaksono lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.