Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Tembang Macapat Adalah Lagu Pemanggil Setan. Sebuah Kesalahan yang Selalu mengiringi Budaya dan Bahasa Jawa

Rois Pakne Sekar oleh Rois Pakne Sekar
4 November 2023
A A
Tembang Macapat Lagu Bahasa Jawa untuk Memanggil Setan (Unsplash)

Tembang Macapat Lagu Bahasa Jawa untuk Memanggil Setan (Unsplash)

Share on FacebookShare on Twitter

Suatu ketika saya pernah mengajar mata pelajaran Bahasa Jawa kelas 5 di SD. Temanya ketika itu adalah tembang macapat metrum Dhandhanggula. Nah, ketika saya memberi contoh menembangkan Kidung Sarira Ayu, salah seorang siswi menjerit ketakutan sambil melarang saya meneruskan tembang tersebut.

Setelah saya tanya kenapa sampai histeris dia bilang: “You will invite a ghost by singing that song.” Owalah Gusti, salah persepsi macam apa lagi ini. Oh ya, murid-murid di sekolah saya memang sehari-harinya berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris, bahkan ketika pelajaran Bahasa Jawa.

Ketika itu saya sepenuhnya menyadari, memang banyak salah kaprah yang berkembang perihal tembang macapat. Tapi sebelum saya mengupas tentang salah persepsi tersebut, ada baiknya jika kita ulas tembang macapat ini at a glance.

Tembang macapat adalah salah satu jenis tembang dalam budaya Jawa yang terikat pada 3 aturan dasar berupa (1) guru lagu, (2) guru gatra, dan (3) guru wilangan. Tembang macapat ini terdiri dari 11 metrum, yaitu: Maskumambang, Mijil,  Kinanthi, Sinom,  Asmarandana, Gambuh, Dhandhanggula, Durma, Pangkur, Megatruh, dan Pucung.

Setidaknya ada 3 hal pokok di mana masyarakat salah memahami. Berikut penjelasannya.

#1 Macapat adalah tembang pemanggil setan

Seperti pengalaman yang saya ceritakan di awal tadi, banyak rekan guru bahasa jawa yang mengalami hal yang sama ketika mengajar. Begitu juga ketika jagongan dengan sesama orang dewasa, banyak yang beranggapan bahwa tembang macapat adalah lagu pemanggil setan.

Untuk salah kaprah ini kita patut berterima kasih kepada insan perfilman Indonesia. Cobalah sampeyan ambil 10 saja sample film horor yang bersetting Jawa. Saya yakin 5 di antaranya akan menampilkan orang tua yang berpakaian surjan lurik sedang duduk bersila sambil mengumandangkan tembang macapat. Kemudian tiba-tiba muncul berbagai jenis hantu; pocong, gendruwo, kuntilanak, ilu-ilu, banaspati, jin, setan, peri prayangan, danyangan koruptor, dan sebagainya.

Padahal selama bertahun-tahun mengkaji tembang macapat di paguyuban Sekolah Budaya Tunggulwulung, belum pernah saya jumpai sebuah lirik yang isinya untuk memanggil setan. Justru mayoritas tembang macapat dari kitab-kitab kuno berisi pitutur luhur, nasehat untuk menjadi pribadi yang baik.

Baca Juga:

Dilema Warga Brebes Perbatasan: Ngaku Sunda Muka Tak Mendukung, Ngaku Jawa Susah karena Nggak Bisa Bahasa Jawa

10 Kosakata Pemalang yang “Ajaib” hingga Bikin Bingung Banyak Orang

Coba sampeyan baca kitab Wedhatama, Wedhapurwaka, Pustaka Raja Purwa, Wulangreh, dan lain-lain. Semua berisi ajaran hidup yang mulia. Kalau tidak paham bahasanya, sampeyan bisa kok googling terjemahannya.

Perihal salah kaprah ini, saya jadi ingat kutipan dari Juri Lina dalam buku “Architects of Deception”. “Ada 3 cara melemahkan dan menjajah suatu negeri yakni, kaburkan sejarahnya, rusaklah hancurkan situs bersejarahnya, dan putuskan hubungan leluhurnya dengan sebutan primitif, kuno dan sesat”. Fix, ada semacam penggiringan opini agar kita menganggap tembang macapat sebagai produk budaya yang primitif, kuno dan sesat.

#2 Karangan Sunan Anu atau Wali Eta

Salah kaprah yang kedua adalah adanya anggapan bahwa metrum tertentu dari tembang macapat merupakan anggitan atau karangan seseorang. Saya sering mendengar klaim sepihak seperti Dhandhanggula adalah karya Kanjeng Sunan A, Sinom adalah karangan Wali B, Kinanthi adalah masterpiece dari Sunan C, dan semacamnya.

Saya menganggap salah kaprah ini tidak terlalu signifikan namun cukup menyebalkan. Ini bisa terjadi karena orang gagal memahami konsep dasar tembang macapat. Mereka yang salah kaprah tersebut tidak bisa membedakan antara sebuah judul tembang dengan metrum.

Praktisnya begini, misalkan ada yang beranggapan bahwa Kidung Sarira Ayu adalah karangan Kanjeng Sunan Rois Pakne Sekar. Itu masih bisa dipahami. Sebab yang diklaim adalah satu judul tembang, bukan metrum Dhandhanggula secara keseluruhan.

Namun akan sangat tidak masuk akal jika dikatakan bahwa metrum Dhandhanggula diciptakan oleh seseorang dari abad ke-17. Sementara itu, telah ada kitab yang berisi tembang Dhandhanggula yang ditulis 3 abad sebelumnya. Salah kaprah ini jika sampai dimuat di buku pelajaran Bahasa Jawa pasti akan semakin kacau.

#3 Mengaitkannya dengan siklus hidup manusia

Salah kaprah berikutnya adalah mengaitkan tembang macapat dengan siklus hidup manusia. Bahasa Jawa, nasibmu!

Mereka menganggap tembang macapat merepresentasikan perjalanan hidup manusia Jawa. Mulai dari metrum Maskumambang yang mewakili masa hidup di dalam kandungan, Mijil sebagai representasi kelahiran, kemudian dilanjutkan dengan tembang Sinom sebagai perlambang masa muda.

Setelahnya secara berturut-turut adalah Sinom yang melambangkan kehidupan masa muda, Asmaradana sebagai lambang masa pencarian cinta, Gambuh yang disebut sebagai saat ditemukannya jodoh, Dhandhanggula sebagai masa berumah tangga yang serba manis, Durma sebagai masa-masa melakukan darma, Pangkur sebagai masa memungkuri gebyar duniawi, Megatruh sebagai masa kematian, dan Pucung sebagai masa setelah kematian.

Padahal itu semua hanya uthak-athik gathuk, sekadar mencocok-cocokkan saja.  Tujuannya semula adalah untuk mempermudah kita menghafalkan 11 tembang macapat tersebut. Maka, disusunlah padanan kata dari masing-masing metrum tersebut dengan urutan siklus hidup manusia. Dan agar lebih meyakinkan, banyak yang membumbuinya dengan aneka macam falsafah hidup. Untuk urusan beginian, menyisipkan hal-hal filosofis melalui jarwa dhosok kata, orang Jawa adalah masternya.

Mari saya beri sebuah contoh nyata. Jika mengikuti “falsafah macapat sama dengan siklus hidup manusia” tadi, maka tembang Asmaradana akan melulu berkisah tentang asmara. Lalu coba njenengan cek kitab Wedha Purwaka pupuh IX. Di situ sampeyan akan menjumpai 28 bait Asmaradana yang menceritakan kematian. Iya, kematian para ksatria dalam perang Bharatayudha, alih-alih kisah cintanya.

Sebagai penutup, berikut saya haturkan sebuah tembang pangkur yang mengajak kawula muda untuk beraktualisasi diri.

Prayogane pra taruna

Kedah bhekti marang Ibu Pertiwi

Netepi pakarti luhur

Seneng ngrukti budhaya

Kepati anggeguru ngupadi elmu

Anglampahi margatama

Ra kendhat labuh nagari

Karangan siapakah tembang pangkur tersebut? Rahasia!

Penulis: Rois Pakne Sekar

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA 11 Istilah Bahasa Jawa yang Susah Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 4 November 2023 oleh

Tags: Bahasa Jawabudaya jawahoror jawalagu film hororlagu memanggil setanmacapat memanggil setantembang macapat
Rois Pakne Sekar

Rois Pakne Sekar

Seorang part time teacher dan full time parent.

ArtikelTerkait

Bahasa Madura Khas Jember yang Bikin Bingung Orang Jember dan Orang Madura saking Uniknya Mojok.co

Bahasa Madura Khas Jember Bikin Bingung Orang Jember dan Orang Madura saking Uniknya

17 Februari 2024
Suka Duka Punya Pacar yang Nggak Hafal Arah Mata Angin Ngalor, Ngidul, Ngetan, lan Ngulon Terminal Mojok

Suka Duka Punya Pacar yang Nggak Hafal Arah Mata Angin Ngalor, Ngidul, Ngetan, lan Ngulon

21 Januari 2021
gue

Fenomena ‘Gue’ versi Medhok

22 Agustus 2019
bahasa sunda kata jatuh macam-macam istilah mojok.co

Bukan Hanya Bahasa Jawa, Bahasa Sunda Juga Peduli dengan Jatuhnya Umat Manusia

9 Agustus 2020
Bahasa Jawa Sangat Peduli pada Jatuhnya Umat Manusia MOJOK.CO

Bahasa Jawa Sangat Peduli pada Jatuhnya Umat Manusia

7 Agustus 2020
mewartakan orang meninggal

Ragam Cara Orang Jawa Mewartakan Orang Meninggal dan Nilai Sufisme di Dalamnya

21 April 2020
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi (Unsplash)

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi: Menolong Ribuan Perantau, tapi Menyengsarakan Warga Sendiri

22 Desember 2025
Kasta Sambal Finna dari yang Enak Banget Sampai yang Mending Skip Aja

Kasta Sambal Finna dari yang Enak Banget Sampai yang Mending Skip Aja

19 Desember 2025
Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

20 Desember 2025
Gak Daftar, Saldo Dipotong, Tiba-tiba Jadi Nasabah BRI Life Stres! (Unsplash)

Kaget dan Stres ketika Tiba-tiba Jadi Nasabah BRI Life, Padahal Saya Nggak Pernah Mendaftar

21 Desember 2025
Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

22 Desember 2025
Lumajang Bikin Sinting. Slow Living? Malah Tambah Pusing (Unsplash)

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

19 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Talent Connect Dibimbing.id: Saat Networking Tidak Lagi Sekadar Basa-basi Karier
  • Ironi Perayaan Hari Ibu di Tengah Bencana Aceh dan Sumatra, Perempuan Makin Terabaikan dan Tak Berdaya
  • Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja di Masa Lalu yang Tak Banyak Orang Tahu
  • Melacak Gerak Sayap Predator Terlangka di Jawa Lewat Genggaman Ponsel
  • Regenerasi Atlet Panahan Terancam Mandek di Ajang Internasional, Legenda “3 Srikandi” Yakin Masih Ada Harapan
  • Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.