Dari sekian banyak jenis tas yang pernah saya miliki, tas dari wadah shuttlecock adalah tas terkeren yang pernah saya miliki. Tas ini nggak bisa dijumpai di toko mana pun karena bukan buatan pabrik, melainkan buatan sendiri.
Saat itu ketika saya duduk di bangku kelas 3 SD, tas dari wadah shuttlecock jadi tren bagi pelajar di desa saya. Semua tingkatan pelajar dari mulai TK sampai SMA menggunakan tas tersebut. Sebenarnya tas ini nggak bisa menampung banyak buku tulis, apalagi buku LKS dan paket. Yang muat dalam tas ini palingan tiga buku tulis, itu pun harus digulung terlebih dahulu.
Alhasil untuk menyiasatinya, tas dari wadah shuttlecock ini digunakan di hari-hari tertentu ketika mata pelajaran sedikit. Selain untuk sekolah pagi, tas ini juga saya gunakan untuk sekolah sore. Kalau untuk sekolah sore, sih, bisa digunakan setiap hari. Karena memang ketika sekolah sore hanya membawa satu buku setiap harinya.
Oleh para orang tua dan guru, tas dari wadah shuttlecock ini dikenal sebagai tasnya para anak ngaksi, anak gagahan, anak bandel. Mungkin karena ketika menggunakan tas ini, para siswa nggak terlihat seperti hendak menuntut ilmu. Tetapi dari pandangan kami, menggunakan tas tersebut adalah hal yang keren.
Entah siapa yang pertama memperkenalkannya, namun keberadaan tas dari wadah shuttlecock mampu mengasah kreativitas kami. Sering kali antara teman satu dengan yang lainnya berlomba membuat tas paling bagus.
Seperti namanya, tas ini terbuat dari wadah shuttlecock yang sudah nggak terpakai. Wadah bekas ini adanya di gedung badminton. Di desa saya, hanya ada satu gedung badminton, sehingga untuk mendapatkan wadah bekas shuttlecock sangatlah sulit. Dulu, hampir setiap pulang sekolah saya dan beberapa teman mengunjungi gedung badminton tersebut. Dengan harapan kami bisa menemukan wadah bekas, namun hasilnya selalu nihil lantaran banyak saingan. Yah, siapa cepat dia dapat lah istilahnya.
Alhasil karena nggak menemukan wadah bekas shuttlecock, beberapa dari teman saya ada yang membeli wadah baru. Ada juga yang meminta bantuan orang tua untuk mencarikannya hingga ke desa-desa tetangga. Sementara saya, meminta bantuan kakek saya. Untung saja, banyak dari kawan kakek saya yang sering bermain badminton. Sudah barang tentu memiliki banyak wadah bekas shuttlecock.
Setelah mendapatkan wadahnya, langkah selanjutnya adalah membuat tas. Untuk cangklongan tas, saya menggunakan cangklongan dari tas yang sudah nggak terpakai. Merekatkan cangklongan bisa dilakukan dengan melubangi wadah atau menggunakan lem. Kemudian, wadah bekas tersebut dilapisi agar terlihat cantik. Lapisannya bisa menggunakan koran, kertas kado, ataupun kertas kalender, yang penting jangan menggunakan kertas yang bersifat kaku. Pemilihan warna kertas juga harus tepat agar tas kelihatan keren.
Saat menggunakan tas dari wadah shuttlecock ke sekolah, teman-teman saya kagum. Lantaran tas milik saya beda dari yang lain. Saya menggunakan kertas kalender sebagai lapisan wadah bekas, apalagi warna kalendernya bagus dan ada kaligrafinya. Sementara tas milik teman-teman saya kebanyakan hanya menggunakan kertas koran.
Tren tas dari wadah bekas shuttlecock tersebut hanya bertahan sekitar dua bulan. Semenjak itu, tas tersebut sudah nggak tren di tahun-tahun berikutnya. Biar begitu, bagi saya tas dari wadah shuttlecock itu adalah tas terkeren yang saya miliki. Gara-gara tas itu pula banyak siswi yang mengejar-ngejar saya.
BACA JUGA Tips Gunakan Tas ala Marie Kondo: Ia Alat untuk Membawa, Bukan Menyimpan dan tulisan Malik Ibnu Zaman lainnya.