Dear Pemkot Bandung, Hanya karena namanya taman, nggak harus kok dibikin jadi kayak taman belakang rumahmu itu. Area rumput dan banyak pohon besar juga tetap bisa disebut taman.
Sebagai warga Bandung sejak lahir, saya merasakan banget betapa era kepemimpinan Ridwan Kamil itu jauh mendingan kalau dibandingkan dengan wali kota sebelum dan setelahnya. Salah satu yang mungkin paling terasa oleh rakyat jelata seperti saya adalah revitalisasi taman-taman kota.
Yang paling ikonik saat itu contohnya adalah Alun-alun Kota Bandung yang disulap menjadi sebuah lapangan luas dengan rumput sintetis dan membuat orang-orang dari sekitaran Bandung bisa ngebela-belain datang ke Bandung cuma untuk ke Alun-alun meskipun lalu lintas macetnya nggak santai. Padahal di Alun-alun itu nggak ada apa-apa.
Iya, nggak ada apa-apa. Anak-anak cuma lari-lari ke sana ke mari, sebagian main bola, sementara orang tuanya duduk-duduk di atas rumput, seringnya sambil potluck, atau dalam bahasa Sunda Bandung, botram.
Mungkin hanya itu yang dibutuhkan oleh masyarakat kelas menengah seperti kami, yaitu area luas yang gratis dan inklusif, di mana kami bisa duduk bersantai dan anak-anak bisa main dengan aman.
Alun-alun Bandung sekarang masih ditutup pasca pandemi, yang saya juga bingung kenapa. Karena kalau alasannya covid, toh orang-orang sekarang akhirnya berkumpul juga di trotoar Alun-alun dan bikin kerumunan juga.
Di Bandung ini, sebenarnya taman kota cukup banyak, tapi saya sendiri heran akan peruntukannya. Memang sulit menebak jalan pikiran pemerintah ini.
Di sini ada yang namanya Taman Lansia. Taman ini jaraknya hanya beberapa meter dari Gedung Sate. Setiap harinya banyak orang yang berkegiatan di sini. Selain pedagang, mulai dari tukang cuanki sampai penjual latto-latto, banyak orang menjadikan Taman Lansia sebagai tempat olahraga, mulai dari jalan pagi, sampai zumba pake speaker heboh dengan playlist TikTok Hits 2022, atau banyak juga orang-orang yang cuma berniat istirahat, anak-anak TK yang outing, dan anak saya juga latihan pramuka di sini bersama komunitasnya.
Taman Lansia ini bentuknya memanjang, tidak terlalu besar tapi cukup besar untuk menampung banyak orang. Hal yang saya sukai dari Taman Lansia adalah banyak pohon besar di sana, sehingga cuaca sepanas apa pun kita bisa berteduh di setiap sudut taman.
Hanya saja hal yang sangat mengganggu dari hampir semua taman yang ada di Bandung ini adalah, mereka ini kok banyak sekali menanam tanaman hias sih? Padahal menurut saya nggak ada gunanya. Dibilang bagus juga nggak loh, karena hanya tanaman hias murah yang diatur tanpa taste. Rapi, tapi tetap saja nggak bagus.
Menurut saya, taman kota itu nggak usahlah terlalu dikasih tanaman seheboh ini. Area Taman Lansia ini bisa dibilang ⅔-nya sudah dipenuhi oleh tanaman hias. Jadi di banyak area, kita hanya bisa berjalan di jalan setapak yang hanya muat dua orang. Ada beberapa bagian yang bisa dipakai untuk area kumpul-kumpul, tapi perbandingannya jelas lebih banyak area untuk tanaman hias.
Taman kota itu seharusnya bisa menjadi tempat terbuka yang nyaman untuk semua kalangan berkegiatan. Saat taman dibuat terlalu berusaha untuk tampil estetik, akhirnya fungsi yang sebenarnya pun akan jadi kabur, karena penjaganya fokus memastikan tanaman-tanaman ini tidak terinjak, supaya tetap terlihat bagus, meski hanya versi mereka. Sementara kan banyak orang-orang berlalu-lalang di situ, potensi tanaman terinjak itu sangat besar, terutama di beberapa bagian taman.
Ini yang terjadi pada anak saya dan teman-temannya. Saat mereka berlarian, tidak jarang mereka kena semprit karena mendekati area yang banyak tanaman.
“Hei, jangan main di situ!”
Kasian juga sebenernya penjaga tamannya jadi malah fokus sama anak-anak yang lari-lari ini, dan bisa dipastikan hatinya gedek juga.
Saya nggak membenarkan kalau anak-anak ini misalnya sampai merusak tanaman, tapi seharusnya tanaman-tanaman ini nggak usah ada saja. Gantilah dengan rumput, atau kalau terlalu sulit, ganti saja sebagian besar dengan paving block seperti bagian lainnya di taman ini.
Dan taman yang terlalu heboh dengan printilan tanaman hias juga bukan hanya Taman Lansia saja. Ada Taman Kandaga Puspa dan Taman Cibeunying Selatan yang jaraknya juga berdekatan dengan Taman Lansia.
Kalau membandingkan dengan Central Park New York terlalu muluk, coba deh tengok Tebet Eco Park di Jakarta Selatan. Pertama kali ke sana saya langsung jatuh cinta. Semua orang bisa tumplek-blek di sana.
Area Tebet Eco Park ini luas, ada playground, ada area pasir—yang berpotensi jadi toilet raksasa bagi kucing, banyak area rumput, dan memang jarang sekali saya lihat tanaman hias di sana. Semua orang bisa berkegiatan di sana, mulai dari main, jumpalitan sampai beberapa kali saya melihat banyak orang gathering dengan komunitasnya di sana. Dan yang bikin saya lebih iri lagi, saya lihat di media sosial, banyak sekali taman seperti ini di Jakarta.
Tolonglah Pemkot Bandung, sesekali jalan kaki, dan coba duduk-duduk di taman yang kau bangun ini, biar tahu bahwa kebutuhan masyarakat ini bukan tanaman hias, tapi area duduk di bawah pohon rindang, tempat kita bisa istirahat, tempat anak-anak—yang tinggal di gang dan lapangannya berubah jadi lahan parkir —bisa berlarian dan menyalurkan energinya sehingga kerjaanya nggak dimarahin terus sama tetangga
Penulis: Nia Purnamasari
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 15 Tempat Wisata Gratis di Bandung yang Wajib Dikunjung