Suzuki Access 125 itu… gimana ya njelasinnya…
Ada satu hal yang membuat saya sering bingung ketika melihat pabrikan motor Jepang yang satu ini. Suzuki, entah kenapa, selalu tampak seperti pelawak karena kebiasaannya yang suka lempar guyon di tengah situasi serius.
Ketika kompetitornya sedang sibuk menyiapkan mesin hybrid, motor listrik, atau setidaknya desain futuristik yang bisa bikin anak TikTok berteriak uraaaa, Suzuki malah menyodorkan sesuatu yang bikin orang berpikir seribu kali. Kali ini mereka merilis sebuah matic aneh bernama Access 125.
Saya sempat menatap lama postingan motor ini, lalu mencoba menahan tawa.
Antara nostalgia dan ketertinggalan
Suzuki seolah belum bisa move on dari era ketika motor tidak harus tampak modern untuk bisa diterima pasar. Suzuki Access 125 dibawa dengan aura yang membuat saya teringat pada motor-motor jadul yang dulu jadi kebanggaan bapak-bapak RT saat pulang hajatan. Desainnya sederhana, bahkan bisa dibilang konservatif. Tidak ada drama garis tajam, tidak ada DRL yang menyerupai alis selebgram, dan tidak ada panel instrumen full digital, yang ada hanya analog.
Saya sempat berpikir mungkin Suzuki sedang mencoba menghidupkan nostalgia. Dan menjadikan Access 125 adalah kapsul waktu. Hanya saja, bedanya kapsul waktu ini dijual dengan harga setara motor kekinian yang sudah punya fitur lebih wah.
Orang akan bilang ini motor yang sederhana, tapi bagi saya justru kesederhanaan itu terkesan setengah hati. Kalau memang mau bikin motor klasik, sekalian saja pakai nama Retro atau Classic, jangan malah sok kalem dengan embel-embel Access. Nama itu seakan ingin meyakinkan bahwa motor ini adalah jalan masuk menuju masa depan, padahal yang saya lihat justru pintu belakang menuju nostalgia yang tidak semua orang ingin kunjungi.
Suzuki Access 125 dan kebiasaan melucu
Kalau dilihat ke belakang, Suzuki memang punya bakat untuk bercanda, selera humornya tinggi. Lihat saja betapa “kocak” line up motor barunya. Atau Spin, motor matic yang datang terlalu cepat dan pergi terlalu cepat pula. Setiap kali Suzuki motor mencoba serius, entah kenapa eksekusinya selalu tampak seperti naskah lawakan yang belum rampung.
Suzuki Access 125 ini terasa seperti punchline terbaru dari lawakan panjang itu. Seolah-olah Suzuki sedang berkata, “Kami masih ada loh, tapi jangan harap kami mau mainstream, itu basi”.
Mau seberapa keras orang menertawakan, Suzuki tetap santai. Bagi mereka, mungkin lebih baik jadi badut panggung yang kadang dilempari popcorn daripada ikut berdesak-desakan dalam parade serius yang bikin orang menguap.
Namun masalahnya, pembeli motor di Indonesia bukan penonton stand up comedy. Mereka mencari sesuatu yang bisa dipakai tiap hari, nyaman, irit, dan tentu saja tidak membuat mereka terlihat seperti ketinggalan kereta tren. Ketika pilihan ada di tangan mereka, sulit rasanya untuk tidak melirik merek lain yang lebih agresif dalam menghadirkan fitur dan desain segar.
Suzuki Access 125: mau ke mana sebenarnya?
Nama Access membuat saya bingung, akses menuju apa sih. Kalau menuju kesederhanaan hidup, bisa jadi benar. Motor ini memang terlihat polos, mudah dipahami, tidak berisik dengan gimmick. Tapi jika menuju masa depan, saya justru ragu. Karena masa depan otomotif sekarang sudah mulai dipenuhi jargon ramah lingkungan, elektrifikasi, dan konektivitas digital.
Membeli Suzuki Access 125 ibarat membeli telepon rumah di era smartphone. Fungsinya masih ada, tapi konteksnya sudah berbeda. Anda mungkin bisa menggunakannya, tapi jangan kaget kalau dianggap aneh oleh generasi yang terbiasa dengan desain motor yang proper.
Saya tidak bilang motor ini jelek sepenuhnya. Mesin 125 cc tentu cukup bertenaga untuk harian. Suzuki juga dikenal punya build quality yang tidak asal-asalan. Tapi tetap saja, saya tidak bisa mengabaikan rasa muak ketika melihat motor baru Suzuki yang tampil seolah-olah tidak ingin terlihat baru.
Suzuki seakan lupa bahwa di Indonesia, motor bukan sekadar alat transportasi. Motor adalah simbol status, gaya hidup, bahkan identitas sosial. Orang membeli matic bukan hanya karena butuh, tapi juga karena ingin dilihat keren. Sayangnya, Suzuki Access 125 tidak memberi ruang banyak untuk kebanggaan semacam itu.
Jadilah motor ini seperti bahan lawakan yang ketika dipasarkan, orang mungkin mengernyit, lalu tersenyum kecut, lalu membiarkannya begitu saja. Karena di dunia nyata, orang lebih suka yang terang-terangan lucu ketimbang yang pura-pura serius tapi sebenarnya guyon.
Apa yang tersisa dari Suzuki?
Apa sebenarnya yang masih ingin diperjuangkan Suzuki di pasar motor Indonesia. Mereka sudah lama tidak seagresif dulu. Kompetitornya meluncurkan motor baru yang proper setidaknya untuk selera di sini. Sementara Suzuki muncul sesekali dengan produk yang membuat orang lebih banyak bertanya ketimbang membeli.
Suzuki Access 125 ini mungkin bukan motor buruk, tapi juga bukan motor yang bisa menyalakan semangat baru. Ia hanya menambah koleksi panjang dari sikap Suzuki yang selalu tampak bercanda. Dan saya mulai curiga, jangan-jangan memang itu niat mereka. Kalau orang lain bersaing keras untuk menjadi pemenang, Suzuki mungkin sudah memilih untuk jadi pengamat yang sesekali melucu.
Akhirnya saya sampai pada kesimpulan yang agak ngawur. Suzuki Access 125 adalah motor yang lahir bukan untuk menang, melainkan untuk mengingatkan kita bahwa tidak semua hal di dunia harus masuk akal. Kadang ada produk yang hadir hanya untuk bikin kita tersenyum dan berkata, oh ternyata Suzuki masih ada.
Dalam dunia penuh persaingan ini, mungkin memang dibutuhkan satu pemain yang berani tampil nyeleneh. Hanya saja, kalau guyonannya sudah kelewat lama dan basi, mbok ya mawas diri ngono lho.
Penulis: Budi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 5 Motor Suzuki yang Baiknya Nggak Usah Dibeli, Cuma Bikin Sakit Hati!
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















