Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Otomotif

Kenangan Masa Kecil dengan Bus Sumber Kencono, Bus Berbahaya tapi Malah Pernah Menyelamatkan Hidup Saya

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
6 Januari 2024
A A
Sumber Kencono yang Berbahaya Menyelamatkan Hidup Saya (Unsplash)

Sumber Kencono yang Berbahaya Menyelamatkan Hidup Saya (Unsplash)

Share on FacebookShare on Twitter

Sumber Kencono sudah menjadi bus legendaris. Meski menyandang stigma negatif, bagi saya, bus ini menjadi terbaik karena pernah menyelamatkan hidup saya.

Ada kebanggaan tersendiri bagi seorang anak kecil yang menuju usia baligh ingin menunjukkan kalau dirinya sudah mandiri. Dari bisa beli mainan pakai uang tabungan sendiri, atau hal sepele macam bisa naik angkot sendirian tanpa ditemani orang tua.

Keinginan semacam itu juga sempat muncul dari saya ketika masih jadi santri anyaran. Masih kinyis-kinyis sok-sokan mau pulang dari pesantren di Kota Solo ke rumah saya di Jogja pada usia 11 tahun. Kalau anak kecil naik angkot mungkin itu hal biasa, tapi gimana kalau anak kecil naik bus antar-kota antar-provinsi sendirian?

Dalam usia sebocah itu, saya ingat pesan Emak ketika menitipkan saya di pondok pesantren.

“Nak, kalau besok kamu mau pulang ke Jogja, naik bus yang jalur suroboyoan kayak Sumber Kencono aja ya. Jangan bus jalur Solo-Jogja. Biar lebih cepet sampai Jogjanya.”

Sebagai anak yang mencoba birrul walidain, saya mengikuti titah Emak tanpa tanya-tanya lagi. Saya pun naik bus Sumber Kencono dari Terminal Tirtonadi, Solo, dengan sangat percaya diri.

Kenangan masa kecil saya dengan Sumber Kencono

Di dalam bus legendaris itu, saya cukup tenang. Ada 3 kenangan kolektif soal bus Sumber Kencono jalur Jogja-Surabaya. Setidaknya pada era 1990-an sampai awal 2000-an.

Pertama, Sumber Kencono merupakan bus paling kencang di habitatnya. Meski sebenarnya kata “kencang” itu lebih ke arah ugal-ugalan. Wajar kalau bus ini lantas sering diplesetkan oleh orang-orang jadi bus Sumber Bencono atau bus Samber Nyawa. Namun, justru karena sisi seram sentimentil itu pula bus ini punya daya tarik, termasuk untuk saya yang masih bocah pada waktu itu.

Baca Juga:

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

Naik bus ini, kadang ada aura cepirit-cepiritnya karena saking memacu adrenalinnya. Selain itu, bus ini juga memacu sifat religius penumpangnya (terutama kalau duduk di belakang sopir). Soalnya bikin kita jadi ingat Gusti Allah terus-terusan karena dipontang-panting kayak kopyokan arisan.

Kedua, tarif Sumber Kencono relatif lebih murah dibanding kompetitor yang sejalur. Tapi, dengan tawaran waktu tempuh yang lebih cepat, sebagai seorang santri yang uang sakunya mepet, bus ini jelas jadi pilihan.

Ketiga, hubungan sentimentil saya dengan bus Sumber Kencono seperti lanjutan cerita saya di awal tulisan.

Salah naik bus

Dalam perjalanan dari pesantren di Solo ke Jogja tadi, kebetulan saya berdiri di tengah. Saya tak ingat betul kenapa orang-orang pada cuek saja tidak memberi tempat duduk seorang bocah sendirian. Sedari awal, kernet bus memang memperhatikan saya. Mungkin bingung, kok, ada anak kecil sendirian tanpa didampingi orang tuanya.

Kekhawatiran dari kernet Sumber Kencono itu pada kenyataannya terbukti ketika bus yang saya naiki itu keluar Terminal Tirtonadi. Tak sampai 15 menit, saya menyadari ada yang berbeda dengan bentuk jalanannya. Meski saya waktu itu belum hafal betul jalanan jalur Solo-Jogja, tapi saya tahu kalau ada yang keliru.

“Lah, kok kayaknya ini bukan jalan menuju ke Jogja ya?” Batin saya bingung.

Lalu saya melihat kampus UNS, tak berapa lama saya lihat daerah Palur. Mampus, ini beneran keliru. Meski begitu, saya masih keras kepala. Ah, ini kan bus Sumber Kencono, bus ini kan harusnya ke Jogja?

Karena masih bocah, saya tak berani untuk bertanya ke kernet soal kecurigaan saya ini. Masih pura-pura tegar dengan kegoblokan itu semua.

Namun, bahasa tubuh yang bagi saya udah kelihatan tegar itu jebul ditangkap berbeda dengan kernet bus Sumber Kencono yang dari tadi kayak udah curiga melihat saya. Barangkali dari kacamata si kernet, saya ini sebenarnya udah pucat pasi dan tinggal keserempet kentut aja udah nangis.

“Adek, adek mau ke mana?” Tanya si kernet.

Karena rasa takut kesasar jauh lebih besar ketimbang harga diri sebagai bocah sok-sokan mandiri, saya menangis tanpa menjawab. Terang saja, tangisan saya bikin penumpang bingung. Saya tak peduli, takut, dan terus nangis. Rasanya benar-benar jadi anak sebatang kara di sinetron Indosiar.

“Ma, ma, mau ke Jogja, Pak,” kata saya sambil ngusap umbel satu demi satu.

“Oalah, salah naik bus, sampeyan ini, Dek,” kata Pak Kernet.

“Lah emang ini busnya mau ke mana to? Kok nggak ke Jogja aja?”

“Ini ke Surabaya, Dek.”

Kebaikan yang membekas

Sebuah informasi yang justru semakin bikin pecah tangis saya. Imajinasi saya yang waktu itu masih bocah udah ke mana-mana.

Saya bakal jadi anak jalanan di Surabaya, bakal ngamen di perempatan, jualan koran di lampu merah, atau jadi anak terminal sekalian untuk bertahan hidup. Betapa malangnya nasib emak saya, mondokin anaknya di luar kota kok balik-balik udah jadi gali terminal.

Melihat tangis saya yang tak kunjung reda, Pak Kernet memberi tahu sopir Sumber Kencono untuk memberhentikan saya. Saya jelas makin khawatir lagi, ini saya mau dibuang di mana, Pak? Saya turun sama siapa?

Pak Kernet itu lantas bilang ke saya, “Dek, adek nggak usah nangis. Ini dicariin bus yang ke arah Jogja. Nanti tinggal naik aja.”

Karena merasa sudah naik cukup jauh, saya masih mau ngasih ongkos ke Pak Kernet. Dijawab sederhana, tapi itu sangat membekas buat saya sampai sekarang.

“Nggak usah, dek. Dibawa aja duitnya. Buat bayar yang nanti aja ke arah Jogja,” kata Pak Kernet.

Akhirnya, ketika bus Sumber Kencono yang saya naiki ini papasan dengan bus Sumber Kencono lainnya. Saya dioper ke bus yang balik lagi ke arah Solo-Jogja. Mungkin langkah si kernet bus itu sederhana dan gampang saja, tapi bagi anak kecil kayak saya waktu itu, apa yang dilakukan kernet itu merupakan langkah rescue terbaik yang pernah saya alami.

Buat Pak Kernet Sumber Kencono yang pernah nolongin saya waktu itu, kalau panjenengan baca ini, matur sembah suwun sanget ya, Pak. Saya cuma nggak nyangka aja, Pak, urusan pilihan bus antar-kota antar-provinsi begini aja jebul bisa jadi sangat sentimentil kayak gini bagi saya.

Penulis: Ahmad Khadafi

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Naik Bus Sleeper Vietnam yang Lebih Ngeri dari Sumber Kencono

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 6 Januari 2024 oleh

Tags: bus sumber kenconoJogjaPesantrenpo sumber kenconosantrisolosumber kencono jogja solosumber kencono suroboyoan
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

ArtikelTerkait

Upah Minimum Jogja Memang Naik, tapi Bukan Berarti Buruh Nggak Boleh Protes, Ini Bukan Perkara Upah Semata, Bolo! UMP Jogja, gaji Jogja, frugal living ump jogja yogyakarta, bandung

Jogja Tak Seburuk Itu, dan Kota Ini Memang Pantas untuk Dicintai secara Brutal

9 Februari 2024
Perlahan tapi Pasti, Warmindo Menggeser Angkringan dari List Tempat Makan Murah terminal mojok.co

Gunungkidul Adalah Kawasan yang Menciptakan Romantisme Jogja

1 Desember 2020
Krisis Etika di KRL Jogja Solo Relasi Stasiun Palur (Unsplash)

Krisis Etika di KRL Jogja Solo Relasi Stasiun Palur: Ketika Gen Z Tidak Paham Kursi Prioritas dan Berani “Melawan” Petugas

23 Januari 2024
Mencari Toko Buku di Banyuwangi seperti Jarum di Tumpukan Jerami, Sulit! Mojok.co

Mencari Toko Buku di Banyuwangi seperti Jarum di Tumpukan Jerami, Sulit!

5 November 2023
Angkringan Sering Disalahpahami dari Cawas Klaten atau Jogja, padahal Cikal Bakalnya dari Desa Ngerangan Klaten Mojok.co bogor

Angkringan di Bogor: Berusaha Meniru Jogja, tapi Gagal Total, Tidak Ada Kehangatan!

19 Juli 2024
Jogja Itu Indah asalkan Kamu Nggak Keluar Rumah

Jogja Itu Indah asalkan Kamu Nggak Keluar Rumah

9 Agustus 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Lumajang Bikin Sinting. Slow Living? Malah Tambah Pusing (Unsplash)

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

19 Desember 2025
Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

16 Desember 2025
Motor Honda Win 100, Motor Klasik yang Cocok Digunakan Pemuda Jompo motor honda adv 160 honda supra x 125 honda blade 110

Jika Diibaratkan, Honda Win 100 adalah Anak Kedua Berzodiak Capricorn: Awalnya Diremehkan, tapi Kemudian jadi Andalan

20 Desember 2025
Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

19 Desember 2025
Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

17 Desember 2025
Bukan Mojokerto, tapi Lumajang yang Layak Menjadi Tempat Slow Living Terbaik di Jawa Timur

Bukan Mojokerto, tapi Lumajang yang Layak Menjadi Tempat Slow Living Terbaik di Jawa Timur

18 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan
  • Nyaris Menyerah karena Tremor dan Jantung Lemah, Temukan Semangat Hidup dan Jadi Inspirasi berkat Panahan
  • Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang
  • Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas
  • UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar
  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.