Saat merayakan ulang tahun, sudah menjadi kebiasaan banyak orang untuk memberikan birthday cake sebagai simbol dari pertambahan usia. Kuenya bermacam-macam, ada blackforest, rainbow, red velvet, dan lain sebagainya yang memang harganya sesuai isi kantong sesuai dengan selera orang yang sedang berulang tahun.
Tidak hanya kue, ada beberapa jenis makanan yang pada saat ini dapat digunakan sebagai pengganti simbol bagi kebanyakan orang sedang bertambah usia tersebut. Diantaranya ada nasi tumpeng atau nasi kuning, pizza, bahkan karena kreativitas seseorang saat ini ada mie-cake. Ya, seperti namanya, mie yang dibuat seperti cake lengkap dengan cetakannya. Biar kreatif, tapi jujur rasanya begah sewaktu lihat mie-cake tersebut karena terbayang harus memakan mie sebanyak itu.
Untuk lucu-lucuan, seakan menjadi opsi lain, tak sedikit pula orang yang menjadikan kue donat sebagai pengganti kue yang biasa dijadikan sebagai simbol bahwa ada seseorang yang sedang berulangtahun.
Sejujurnya, saya masih bingung sebetulnya konsep lucu ini bagaimana. Beruntung, Mbak Aprilia Kumala menuliskan artikel berjudul “Menguak Makna Kata ‘Lucu’ yang Misterius dan Sering Diucapkan Cewek” di rubrik Pojokan di laman Mojok. Meskipun pada akhirnya saya masih kebingungan dalam memahami konsep lucu yang seringkali digunakan ini bagaimana.
Soal pemilihan kue donat yang dijakan simbol dan nantinya akan diberi lilin sesuai usia atau lilin magic—yang jika ditiup sulit sekali apinya dibuat padam—seringkali menjadi perdebatan dan biasanya akan terbagi menjadi dua kubu. Kubu pertama, adalah mereka yang memilih Dunkin’ Donuts dan yang kedua adalah mereka penggemar fanatik J.CO. Padahal, maksud saya sih, mereka ini kan yang patungan untuk membelikan kue kepada yang ulang tahun, tapi justru kenapa juga mereka yang ribut ingin donat bermerk apa.
Bukan tanpa alasan beberapa teman saya ribut dalam pemilihan donat, sebab mereka merasa dan sudah ke-geer-an duluan akan kebagian juga memakan donatnya. Entah sebetulnya mereka ini ikhlas patungan untuk yang berulangtahun atau nggak, sih. Memberi kok berharap kembali diberi.
Saya sendiri adalah penyuka Dunkin’ Donuts, bukan berarti saya tidak memakan atau tidak menyukai J.CO sama sekali. Jika harus memilih, dengan mantap dan penuh keyakinan saya akan berada di kubu Dunkin’ Donuts. Bagi lidah saya, dari segi rasa dan tekstur lebih cocok. Dengan varian sandwich yang menggugah selera dan Ice Dark Chocolate yang menjadi kesayangan kesukaan saya sejak pertama kali mencoba.
Banyak dari teman yang keheranan, diantara banyaknya penyuka J.CO, kenapa hanya saya yang lebih memilih Dunkin’ Donuts. Ya jawabannya hanya satu, selera orang berbeda-beda. Tak sedikit pula dari mereka yang berkata, “ih, tapi Dunkin’ mahal, lebih baik J.CO murah banyak promonya”. Ya suka kan bukan berarti setiap hari harus membeli, Bambang. Ada hari tertentu, pada saat baru gajian, misalnya.
Soal saingan promo, laiknya dua kubu yang sedang berkompetisi, mereka juga memiliki promo masing-masing. Entah disampaikan via SMS, laman internetnya, atau melalui aplikasi pembayaran yang saat ini sedang booming dengan segala promo dan cashback-nya.
Bicara soal tempat, bagi saya keduanya memiliki gerai yang nyaman untuk berlama-lama dan memanfaatkan akses WiFi yang ada menghabiskan waktu bersama teman walau yang dipesan hanya satu menu makanan dan minuman, lalu nongkrongnya bisa sampai 5 jam dan tidak lupa posting foto agar tetap update dan dilihat oleh followers agar terkesan kekinian.
Jika harus ada menu yang saya pilih dari J.CO, dibanding donat saya akan lebih memilih JCool alias frozen yoghurt dengan beberapa toping yang bisa dipilih sesuka hati dan yang jelas ada biaya tambahannya. Jika belum ada perubahan harga, per-topping dikenakan biaya 6000 rupiah.
Dan satu yang pasti, tidak perlu baper apalagi sampai ribut jika memang ada beberapa teman yang berbeda pilihan. Toh semuanya kembali ke selera masing-masing dan untuk perbedaan makanan apa yang lebih digemari, saya pikir tidak akan sampai kepada adanya demo berjilid-jilid hingga reuni, apalagi menentukan nasib suatu negara.
Semuanya kembali kepada pilihan dan kondisi keuangan masing-masing.