Tol Hutan dari Situbondo hingga Jember
Pokoknya, saya ngotot. Bumi Blambangan harus dibangun melalui pendekatan lingkungan. Kepentingan konservasi harus dikedepankan. Macan tutul jawa dari Baluran sampai Alas Purwo harus bisa menjadi satu populasi yang utuh. Harusnya, menjadi cagar biosfer dunia itu mendapatkan fasilitas berupa pengarusutamaan kepentingan konservasi di atas kepentingan lainnya. Jadi istilahnya “sumbut”, Pak. Berani pukul ya berani baku hantam. Berani jadi cagar biosfer ya harus berani membenahi tata kelola pembangunan daerah yang bersangkutan.
Seandainya imajinasi saya itu terwujud, maka Pantura yang melintasi wilayah Baluran beberapa kilometer harus dijadikan jalan layang agar satwa di sana dapat melintas tanpa terganggu. Wilayah hutan produksi milik pemerintah dari Baluran hingga Ijen pun sebagian juga harus dilepas untuk menjadi hutan primer.
Jalan Nasional di daerah Mrawan juga harus dibangun jembatan baru agar ada zona konservasi yang terbebas dari aktivitas manusia. Beberapa lahan di Desa Grajagan juga harus dibebaskan agar hutan dari Meru Betiri ke Alas Purwo dapat tersambung.
Kalau ambisi untuk membangun jalan tol Trans Jawa itu bisa dilaksanakan, kenapa tidak dengan jalan tol hutan? Ini bukan mustahil. Keduanya sama-sama urgen. Satu urgen untuk perut manusia, yang lainnya urgen untuk keberlangsungan keanekaragaman hayati Indonesia. Kalau selama ini hutan digusur untuk kepentingan manusia, seharusnya ada kalanya kita melakukan balas budi. Manusia harus mau digusur untuk kepentingan alam. Sebelum alam itu benar-benar menggulung manusia secara paksa. Maka, pembangunan jalan tol hutan dari Situbondo hingga Jember wajib dilakukan.
Pulau Jawa
Pulau Jawa itu pulau terpadat di dunia dan sudah bukan rahasia lagi kalau pembangunan di Indonesia itu sebagian besar berpusat di sini. Katanya, triliunan uang lebih banyak mondar-mandir di Jawa dibandingkan daerah lain. Seharusnya sih, kalau melihat fakta tersebut, daerah saya, mestinya lebih maju.
Tidak boleh ada jalan berlubang. Fasilitas publik harus baik, yang temboknya tidak retak, plafonnya tidak bolong. Bisa nggak sih, kita mencontoh pembangunan di negara-negara maju itu. Jalanan di sana bisa tahan bertahun-tahun. Bangunan publik kokoh, jarang melihat genteng karatan, atau bangunan retak, apalagi plafon bolong.
Bukannya saya meremehkan karya terbaik anak bangsa. Saya itu hanya mengkritik karya yang tidak berkualitas dari anak-anak bangsa kita. Jalan baru diaspal seminggu saja sudah bolong. Bangunan baru berdiri sebulan saja temboknya sudah retak.
Tapi ya sudahlah, daripada dicap bermental inlander, kita harus maklum. Apa sih yang nggak buat bangsa sendiri. Sekarang begini saja, kalau kita tidak bisa bersahabat dengan batu dan semen, kita coba bersahabat dengan pohon.
Harapan untuk hutan Indonesia
Jalan tol hutan dari Situbondo sampai Jember seperti yang saya maksud, sebenarnya tidak hanya bermanfaat bagi satwa liar di hutan. Jalan tol hutan akan memberi manfaat bagi masyarakat sekitar.
Keberadaan hutan primer yang terjaga tentu akan menjadi destinasi wisata baru bagi para pelancong. Potensi yang bisa dikembangkan dari hutan itu sangat besar, selain dari sisi pariwisata berupa homestay dan berbagai aktivitas lain yang dipandu masyarakat. Pengembangan cagar biosfer juga dapat menyasar bidang penelitian.
Belum lagi pemanfaatan hasil hutan non-kayu yang bermacam variasinya. Bisa jadi, cagar biosfer Blambangan dengan jalan tol hutan dapat menjadi daerah percontohan pembangunan dengan pendekatan lingkungan di Indonesia.
Aktivis lingkungan kini berkejaran dengan waktu. Hutan-hutan primer terus mengalami degradasi. Satwa-satwa liar semakin terpinggirkan. Jangan sampai apa yang terjadi di Pulau Jawa, tereplikasi di pulau lain. Senyampang hal itu belum terjadi, hutan-hutan harus dijaga agar selalu dapat terhubung satu sama lain. Keanekaragaman hayati di bumi Indonesia harus lestari. Jika bukan kita, siapa lagi yang peduli. Badak jawa dan macan tutul tidak bisa membikin sawah menjadi hutan. Itu adalah tugas kita.
Penulis: Ibbas Dimas Baskoro
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Wisata Banyuwangi Siap Melesat Seperti Bali, Meninggalkan Jember
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.