Saya pikir, kita semua tidak asing dengan kalimat, “Kamu jangan nakal ya! Kalau nakal nanti disuntik dokter loh!” bukan? Kalimat legendaris tersebut sering saya dengar sejak saya kecil hingga sekarang. Kalimat tersebut merupakan kalimat pamungkas yang bisa diucapkan orang tua kepada anaknya supaya tidak nakal, terutama di tempat umum.
Dulu, saya merasa cuek saja dengan kalimat tersebut. Hingga beberapa hari yang lalu sebuah video yang menunjukan seorang anak menangis tersedu-sedu saat menjalankan vaksinasi Covid-19. Video tersebut digunakan oleh para “aktivis” antivaksin dengan narasi, “Stop paksa vaksin pada anak! Gak lihat? Anak tersebut nangis saat vaksin, artinya vaksin itu gak efektif dan berbahaya.”
Anda merasa narasi tersebut goblok? Sama.
Lebih dari 25 tahun yang lalu, saya menyaksikan, setiap kali ada program imunisasi, banyak anak yang nangis tiap kali mau diimunisasi. Apalagi, setiap anak kan kepribadiannya beda-beda. Ada yang berani, nggak takut jarum kayak saya. Ada yang harus diiming-imingi permen dan coklat baru mau disuntik jarum. Ada yang menangis. Ada yang bersembunyi di kolong meja, sampai ada yang kabur dari gedung sekolah. Jadi, anak yang menangis saat vaksin Covid-19, bukan barang baru.
Saya bukanlah seorang psikolog yang punya kompetensi untuk bicara hal ini. Namun, prediksi saya, anak-anak sampai orang dewasa yang takut jarum suntik disebabkan narasi “Kamu jangan nakal ya! Kalau nakal nanti disuntik dokter loh!”
Menurut saya, narasi tersebut sudah usang dan ketinggalan zaman. Dampaknya bisa dilihat saat ini. Jangankan anak kecil, orang dewasa aja banyak yang takut jarum suntik. Narasi tersebut sukses bikin anak-anak punya persepsi buruk terhadap tenaga kesehatan seperti perawat dan dokter. Jadi nggak usah heran banyak anak-anak yang takut duluan saat melihat perawat dan dokter saat mau imunisasi.
Makanya pas anak-anak lihat perawat dan dokter megang jarum suntik, mereka sudah takut duluan. Dari kecil sudah ditakut-takuti dengan jarum suntik sama orang tuanya. Ditusuk jarum suntik memang sakit, tapi rasa sakitnya hanya sepersekian detik saja. Yang bikin orang takut disuntik bukan tajamnya jarum, tapi persepsi buruk yang sudah tertanam di alam bawah sadarnya yang bikin anak-anak trauma dengan jarum suntik.
Trauma tersebut terus membekas pada benak seseorang sampai dewasa dan dibutuhkan terapi dari para psikolog profesional biar efek trauma tersebut bisa dikurangi. Beberapa waktu yang lalu, saya pernah ngajakin teman saya buat donor darah di PMI Kota Bandung, eh dia malah ketakutan gitu sama jarum suntik. Kalau kalian berpikir blio orang yang penakut, kalian salah. Blio mantan atlet karate. Jangankan teman saya, Menteri Pertahanan kita saja, Prabowo Subianto pun mengaku takut pada jarum suntik.
Salah satu faktor yang bikin orang takut jarum suntik ya karena sering ditakut-takutin jarum suntik dari kecil yang terus membekas sampai dewasa. Saking sulitnya untuk dihilangkan, ada kawan saya yang punya suami menunda vaksinasi hanya karena takut jarum suntik. Ketika akhirnya bersedia divaksin, dia melaluinya dengan pucat dan tremor.
Sekarang kan ilmu kesehatan dan ilmu parenting sudah semakin berkembang. Banyak ilmu kesehatan dan ilmu parenting yang bisa dipelajari orang tua di internet. Sekarang, kalau anak kalian nakal, ya jangan ditakut-takutin dengan cara yang sama seperti kalian anak anak dengan bilang “kamu jangan nakal, nanti disuntik dokter!”
Kalau sekarang masih ada orang tua yang masih pakai metode kayak gitu sih keterlaluan banget. Kalian jadi orang tua itu harusnya memberi pengertian, bukan penderitaan. Ra mashok.
Penulis: Raden Muhammad Wisnu
Editor: Rizky Prasetya