Jaga STNK kalian sih, biar nggak sampe hilang. Sebab, mengurus STNK hilang jauh lebih menyebalkan ketimbang kehilangan STNK itu sendiri
Senin minggu lalu, dompet saya jatuh di rel Stasiun Srowot. Kok saya bisa tahu jatuhnya di situ? Karena malamnya saya dihubungi penemu dompet, dan esoknya saya temui. Beliau bilang kalau nemu dompet saya di situ. Untung dompetnya masih utuh, isinya masih seperti sedia kala. Matur nuwun, Pak Bambang!
Tapi sebelum kabar baik itu datang, saya sempat galau dan bingung harus mulai dari mana saya mengurus berkas-berkas hilang seperti STNK, KTP, kartu BPJS, kartu ATM, dan sebagainya. Saya sempat searching “mengurus STNK hilang”, dan saya langsung lemas ketika ada persyaratan harus ada surat tanda penerimaan dari polisi. Aduh.
Ingatan saat motor saya hilang 6 tahun yang lalu muncul lagi.
Desember 2016, saya kehilangan CBR 150R yang baru saya beli 6 bulan sebelumnya. Sedih banget, mengingat motor itu benar-benar impian dan meningkatkan kegantengan saya sekitar 10 persen. Alhamdulillah, kadar kegantengan saya jadi 12 persen.
Lumrahnya manusia, saya bikin laporan kehilangan ke polisi, pagi buta. Saya kira, mereka bisa memberi saya setidaknya ketenangan batin. Tapi, keyakinan saya sirna setelah hampir dua jam, BAP belum jadi. Wis lah, pie meneh. Yang bisa saya lakukan adalah mengurus surat agar asuransi bisa turun. Kok saya bisa pasrah gitu nggak optimis? Lha wong yang nyaranin polisinya kok.
Saya sebenernya sempat tanya, kok motor saya nggak dicari langsung. Jawabnya masih saya ingat: sudah saya infokan ke grup WA, Mas, tenang.
Amat. Sangat. Membantu.
Pengalaman tersebut bikin saya benar-benar hopeless. Ya tahu, emang tugas polisi dan ranah kerja mereka di sini. Tapi, mengingat begitu banyak langkah yang harus ditempuh untuk mengurus STNK hilang, saya jadi ragu. Di satu sisi, saya punya pengalaman buruk betapa “sepelenya” mereka ketika menanggapi kehilangan. Di satu sisi, saya nggak bisa apa-apa lagi, wong emang gitu prosedurnya.
Sekarang pun, saya masih heran, kok bisa ya nggak satset nyari barang yang jelas-jelas nggak murah? Seharga 36 juta lho. Kalau yang mahal aja kek b aja, apalagi printilan kecil macam dompet?
Saya bukannya nggak percaya polisi sanggup nyari barang hilang ya. Nyatanya, banyak banget berita tentang polisi yang berhasil menyelesaikan laporan kehilangan. Yang artinya, mereka itu beneran bisa diandalkan perkara ini.
Tapi, pengalaman buruk saya ini bisa jadi bikin orang males untuk mengandalkan mereka. kalau motor segede gaban aja nggak ketemu, apalagi dompet. Oknum-oknum (saya sebenernya nggak suka pake kata ini) yang bikin orang males dan nggak percaya inilah yang bikin kita nggak percaya sama kinerja mereka. Saya yakin, nggak cuman saya yang males ngurus STNK hilang gara-gara harus bersinggungan dengan polisi.
Apalagi dengan begitu banyak langkah lain yang harus ditempuh saat STNK hilang. Ah, bikin mumet. Ya saya tahu STNK itu dokumen penting, maka langkahnya “dipersulit” agar nggak mudah diduplikasi. Tapi ya, nggak bisa apa dibikin lebih simpel?
Pengalaman saya, meski tak bisa jadi sampel, sebaiknya didengar polisi untuk meningkatkan kinerja mereka. saya tahu, polisi sedang “tersudut”. Pemberitaan tentang mereka sedang buruk, dan polisi mau tak mau harus berbenah. Mungkin, momentum ini bisa jadi titik balik. Kalau mau seperti ini, ya monggo, saya sih, maunya dipercaya.
Buat kalian, sebaiknya, jaga bener dompet kalian. Yang jelas jaga STNK kalian sih, biar nggak sampe hilang. Sebab, mengurus STNK hilang jauh lebih menyebalkan ketimbang kehilangan STNK itu sendiri.
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Vixion R 155 VVA yang Layak Dibeli tapi Juga Mudah Dimaling