Sebagai mahasiswa jurusan hubungan internasional, saya sangat menikmati studi tentang kenegaraan dan bagaimana mereka berinteraksi. Selain mempelajari situasi politik antarnegara, jurusan ini juga mempelajari filsafat, hukum, dan ekonomi. Di dalam jurusan hubungan internasional, kita akan mempelajari aktor-aktor selain negara atau pemerintah seperti organisasi, perusahaan, sampai individu yang mampu mempengaruhi hubungan antarnegara.
Lantaran memang tertarik dengan jurusan hubungan internasional sejak SMA, saya pun mengikuti tes masuk kuliah melalui dua jalur, yaitu SNMPTN dan SBMPTN. Karena nilai rapor SMA yang pas-pasan, saya gagal pada jalur SNMPTN dan mengikuti jalur tes lainnya, hingga akhirnya saya berhasil masuk jurusan hubungan internasional. Rasanya senang sekali, selain karena lolos di jurusan yang memang sudah saya incar, saya mencatatkan diri sebagai satu-satunya anggota keluarga yang kuliah di PTN.
Setelah menjalani perkuliahan selama 3 semester sebagai mahasiwa jurusan hubungan internasional, saya telah bertemu dengan berbagai macam teman satu jurusan dengan karakteristik berbeda-beda. Menurut saya, mahasiswa HI itu rata-rata asyik untuk diajak ngobrol dan berdiskusi. Mulai dari mendiskusikan hal berat seperti isu global, membicarakan politik yang ada di kampus, sampai bahasan ringan seperti hobi dan keseharian juga kami obrolkan.
Namun sebagai mahasiswa pada umumnya, menjadi hal wajar saat ditanya orang lain, “Kamu kuliah jurusan apa?” Pertanyaan tersebut kerap kali ditanyakan, entah oleh tetangga, keluarga besar, atau teman yang sudah lama nggak ketemu.
Ketika menjawab bahwa saya adalah mahasiswa jurusan hubungan internasional, pernyataan mereka selanjutnya hampir selalu sama. Hal ini mungkin terjadi karena adanya stereotip jurusan HI yang telah beredar luas di masyarakat. Mentang-mentang ada kata “internasional” pada jurusan HI, banyak orang langsung berekspektasi terlalu tinggi mengenai mahasiswanya. Berikut adalah 3 stereotip menyebalkan yang diberikan orang-orang pada mahasiswa jurusan HI.
#1 Jago berbahasa Inggris
Stereotip yang pertama adalah anggapan bahwa mahasiswa HI jago dalam berbahasa Inggris. Menurut saya, anggapan tersebut ada salah dan benarnya. Jurusan hubungan internasional memang banyak diketahui orang-orang sebagai jurusan yang sering membahas persoalan hubungan antarnegara, maka untuk menyatukan hubungan tersebut pasti membutuhkan yang namanya komunikasi. Dalam komunikasi antarnegara, sudah dipastikan menggunakan bahasa internasional yang telah diatur dan diresmikan melalui PBB.
Faktanya, berdasarkan pengalaman saya terutama ketika menjadi maba di jurusan ini, banyak mahasiswa yang memang bisa berbahasa Inggris. Namun perlu diingat, mereka itu hanya sekadar bisa, bukan jago. Bisanya pun dalam bagian-bagian tertentu. Ada yang bisa membaca dan memahami teks dengan lancar, ada juga yang masih mengandalkan bantuan Google translate. Apalagi masalah berbicara dalam bahasa Inggris, dapat dipastikan lebih dari 50% mahasiswa HI imasih nggak lancar ngomongnya. Heuheuheu.
Satu hal yang perlu diluruskan adalah mahasiswa HI tetap menggunakan bahasa Indonesia saat sedang kuliah kok, walaupun kadang ada beberapa dosen yang mewajibkan penggunaan bahasa Inggris. Nggak lancar berbahasa itu adalah hal yang wajar dalam proses pembelajaran.
#2 Sering ke luar negeri
Untuk stereotip kedua ini mungkin lebih jarang dilontarkan orang ketika berhadapan dengan mahasiswa HI. Walaupun jarang, masih ada orang-orang yang berpikiran bahwa mahasiswa HI itu bakalan sering bepergian ke luar negeri. Entah dari mana pikiran itu bisa muncul, namun pernyataan itu membuat saya sebagai mahasiswa HI cukup terheran-heran.
Mahasiswa HI memang mempelajari dan membahas tentang negara, tetapi bukan berarti kami sering bepergian ke luar negeri, Hyung~ Gimana caranya bisa ke luar negeri dengan keadaan dikejar deadline tugas paper yang menumpuk? Menyusunnya saja dengan membaca jurnal yang halamannya nggak sedikit dan kadang berbahasa Inggris. Selain karena tugas, nggak semua mahasiswa jurusan hubungan internasional dalam keadaan ekonomi yang berkecukupan untuk bepergian ke luar negeri.
#3 Setelah lulus kerja di Kedutaan Besar
Sebagai jurusan dengan embel-embel internasional, banyak orang yang beranggapan bahwa mahasiswa HI pasti akan bekerja di Kedutaan Besar saat sudah lulus nantinya. Entah itu sebagai diplomat atau jabatan lainnya.
Faktanya, menjadi diplomat memang menjadi cita-cita hampir seluruh mahasiswa HI, apalagi saat pertama kali memasuki perkuliahan. Seiring berjalannya waktu, banyak mahasiswa yang mengurungkan niatnya menjadi diplomat lantaran menyadari sulitnya persaingan. Selain bersaing dengan mahasiswa sesama jurusan, kami juga harus bersaing dengan kampus lain, bahkan jurusan lain seperti jurusan ilmu hukum.
Makanya lulusan jurusan HI ini nggak selalu menjadi diplomat, mereka juga bisa jadi penulis, negosiator, pegawai di perusahaan asing, bahkan bisa menjadi wirausahawan dan terjun ke dunia bisnis, loh~
Itulah beberapa stereotip yang melekat pada mahasiswa jurusan hubungan internasional. Jurusan ini sangat membantu saya dalam menilai dan menyelesaikan suatu permasalahan dengan melihat berbagai perspektif. Ayo masuk jurusan HI, siapa tahu nanti Indonesia bisa menjalin kerjasama dengan Korea Utara. Awokwokwok.
BACA JUGA 5 Hal yang Bikin Saya Ngiri dengan Jepang dan tulisan Agiel Rabbanie lainnya.