Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Sleman Tanpa UGM dan UNY Cuma Jadi Kabupaten Sunyi dan Mati

Janu Wisnanto oleh Janu Wisnanto
22 Mei 2025
A A
Sleman Tanpa UGM dan UNY Cuma Jadi Kabupaten Sunyi dan Mati

Sleman Tanpa UGM dan UNY Cuma Jadi Kabupaten Sunyi dan Mati (unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Saya sering membayangkan hal-hal aneh di kepala. Salah satu yang paling aneh tapi cukup menarik untuk direnungi adalah ini: bagaimana jadinya kalau di Sleman nggak ada kampus besar macam UGM atau UNY?

Sebelum ada yang mengangkat alis sambil siap-siap ngetik komentar defensif, “Lho, kok iso mikir ngono? Tanpa kampus ya Sleman sepi to, Mas!” Tenang, saya nggak sedang mengajak membenci kampus. Saya cuma ingin mengajak kita semua untuk berhenti sejenak, duduk di angkringan paling pojok, menyeruput teh manis panas, dan memikirkan satu hal. Siapa sebenarnya yang paling diuntungkan dan paling dirugikan dengan hadirnya kampus-kampus besar itu?

Tanpa kampus, jalanan Sleman lebih sepi

Mari mulai dari yang paling terasa dulu: jalanan.

Bayangkan Jalan Kaliurang di pagi hari tanpa deru motor matic mahasiswa UGM yang telat kuliah. Atau Jalan Gejayan tanpa macet sore akibat mahasiswa UNY yang pulang praktikum sambil jajan seblak. Sleman tanpa kampus besar bisa jadi lebih landai. Jalanan nggak terlalu sesak, klakson nggak terlalu ramai, dan mungkin saya bisa gowes lebih nyaman tanpa harus nyempil di antara dua Alphard yang menyebalkan.

Tapi ya itu, bayangan itu juga membawa kekosongan. Lalu siapa yang akan memadati warung pecel lele pinggir jalan? Siapa yang akan beli cilok dan susu kedelai tiap pagi? Siapa yang akan ngisi kos-kosan di Pogung, Karangmalang, Samirono, atau Klebengan? Kalau bukan anak-anak kampus, siapa?

Ekonomi rakyat yang tersusun dari mahasiswa

Kalau kita bedah dengan jujur, struktur ekonomi mikro di Sleman, terutama di wilayah-wilayah urban seperti Depok, Ngaglik, sampai ke Gamping dan Kalasan, itu sangat bergantung pada sirkulasi ekonomi mahasiswa.

Warung makan, laundry, fotokopian, rental motor, bahkan toko-toko kelontong—semuanya punya pelanggan utama bernama mahasiswa. Dosen juga sih, tapi kalau dosen lebih pilih makan di tempat yang ada AC-nya. Mahasiswa ini yang bikin warung angkringan laku, tempat nge-print nggak pernah sepi, dan pasar tradisional tetap hidup lewat belanjaan ibu-ibu pemilik kos.

Kalau UGM dan UNY hilang dari Sleman, bisa jadi banyak lahan kos yang akan kosong. Banyak pemilik rumah yang kehilangan tambahan penghasilan. Banyak tukang sayur yang kehilangan pembeli.

Baca Juga:

Boleh Saja Menata Ulang Pedestrian, tapi Pemerintah Sleman Jangan Lupakan Jalan Rusak dan Trotoar Tidak Layak yang Membahayakan Warganya

Orang Bantul Kalau ke Sleman Rasanya Dekat, tapi Orang Sleman ke Bantul Rasanya Jauh Banget: Penderitaan Mahasiswa Nglaju PP

Tapi bukan berarti semuanya akan mati, bukan. Ini hanya semacam redistribusi dinamika. Karena Sleman, sebelum ada kampus, toh sudah hidup dengan ritme yang lain. Dengan petani, dengan pasar desa, dengan tradisi yang lebih membumi.

Identitas lokal kian tergusur

Masalahnya, keberadaan kampus besar juga mengubah lanskap sosial dan kultural Sleman secara perlahan.

Hari ini, kampung-kampung di sekitar kampus lebih mirip asrama raksasa ketimbang hunian warga. Banyak warga lokal yang pindah ke pinggiran karena tanahnya dijual untuk dibangun kos-kosan. Anak-anak muda lokal Sleman pun sering merasa “terasing” di tanahnya sendiri. Mereka bisa jalan-jalan di trotoar Gejayan tapi merasa seperti tamu, bukan tuan rumah.

Saya nggak bilang ini salah. Saya sedih saja karena identitas sosial Sleman pelan-pelan mulai dikendalikan oleh kultur urban akademik yang datang dari luar. Bahasa Jawa ngoko halus yang dulu jadi identitas warga, kini kalah dengan sapaan “lo-gue” ala mahasiswa Jakarta yang ngekos di Pogung.

Budaya lokal yang dulunya kuat kini harus bersaing dengan gaya hidup instan, modern, dan kadang nyebelin. Apakah ini salah kampus? Tentu tidak. Tapi apakah ini bisa dihindari? Mungkin iya, kalau kita mau memikirkan kembali keseimbangan antara pendidikan dan akar budaya.

Bukan ingin kampus pergi, tapi ingin keseimbangan hidup di Sleman kembali

Tulisan ini tidak sedang mengusir kampus. UGM dan UNY jelas berjasa besar. Mereka mencetak intelektual, memberi wajah modern pada Sleman, dan menjadi pusat gravitasi pembangunan. Tapi sekali lagi, pembangunan yang tidak disertai dengan keseimbangan bisa jadi alat pendesakan bagi warga lokal.

Saya membayangkan, andai kampus tidak mendominasi ruang hidup, mungkin anak muda Sleman bisa membangun desa berbasis teknologi pertanian. Mungkin pemerintah daerah lebih fokus membangun ekosistem usaha mikro lokal ketimbang mengandalkan geliat ekonomi musiman ala mahasiswa baru.

Sleman mungkin bisa lebih membumi. Lebih landai. Bukan lebih miskin, bukan lebih sepi, tapi lebih tenang dan punya pijakan yang kuat.

Menutup dengan sedikit sunyi

Membayangkan Sleman tanpa kampus besar memang terasa sunyi. Tapi dari sunyi itulah kita bisa mendengar suara-suara yang selama ini tenggelam: suara ibu-ibu petani yang ingin sawahnya tetap jadi sawah, suara anak muda lokal yang ingin kuliah tanpa harus kalah bersaing di tanah sendiri, dan suara para pemilik warung kecil yang ingin tetap hidup bahkan tanpa ada mahasiswa.

Mereka tidak muncul di brosur kampus dan tidak masuk dalam proyeksi pembangunan Rencana Tata Ruang. Tetapi mereka adalah denyut nadi asli Sleman.

Saya menulis ini bukan untuk mengajak membenci perubahan, tapi mengajak mencintai asal. Karena kadang, terlalu cinta pada masa depan membuat kita lupa rumah sendiri.

Dan Sleman, seindah apa pun hari ini, tetap butuh keseimbangan antara kampus dan kampung. Agar kita tidak cuma pintar dari buku, tapi juga cerdas dalam menjaga akar.

Penulis: Janu Wisnanto
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Sisi Gelap Gamping Sleman yang Jarang Dibicarakan Orang.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 22 Mei 2025 oleh

Tags: Kabupaten SlemanSlemanUGMUNY
Janu Wisnanto

Janu Wisnanto

Mahasiswa semester akhir Universitas Ahmad Dahlan, jurusan Sastra Indonesia. Pemuda asli Sleman. Penulis masalah sosial di Daerah Istimewa Yogyakarta.

ArtikelTerkait

FBS UNY Berubah Menjadi FBSB Adalah Kesalahan Besar (Unsplash)

Perubahan FBS UNY Menjadi FBSB Menghilangkan Banyak Hal yang Membuat Kampus Terasa Asing dan Tidak Punya Jiwa

4 Maret 2024
Wisdom Park UGM Dianggap Aman padahal Rawan

Wisdom Park UGM Dianggap Aman padahal Rawan

21 Juli 2024
Plaza UNY Tempat Belanja yang Paling Memahami Mahasiswa Jogja, Melebihi Mirota dan Pamela Mojok.co

Plaza UNY Tempat Belanja yang Paling Memahami Mahasiswa Jogja, Melebihi Mirota dan Pamela

7 Juli 2024
4 Hal Jadi Mahasiswa UGM Itu Nggak Enak terminal mojok.co

4 Hal Jadi Mahasiswa UGM Itu Nggak Enak

7 Desember 2021
Ilustrasi Fakta di Balik Kontroversi Perdagangan Miras di Sleman (Unsplash)

Fakta di Balik Kontroversi Perdagangan Miras di Sleman: Siapa yang Seharusnya Bertanggung Jawab?

1 November 2024
3 Fakultas Paling Wibu di UGM

3 Fakultas Paling Wibu di UGM

12 Juli 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

5 Hal yang Jarang Diketahui Orang Dibalik Kota Bandung yang Katanya Romantis Mojok.co

5 Hal yang Jarang Diketahui Orang di Balik Kota Bandung yang Katanya Romantis 

1 Desember 2025
8 Aturan Tak Tertulis Tinggal Surabaya (Unsplash)

8 Aturan Tak Tertulis di Surabaya yang Wajib Kalian Tahu Sebelum Datang ke Sana

1 Desember 2025
Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang Mojok.co

Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang

3 Desember 2025
4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

1 Desember 2025
Angka Pengangguran di Karawang Tinggi dan Menjadi ironi Industri (Unsplash) Malang

Ketika Malang Sudah Menghadirkan TransJatim, Karawang Masih Santai-santai Saja, padahal Transum Adalah Hak Warga!

29 November 2025
4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.