Penyesalan kuliah di Jogja
Saya kuliah di salah satu kampus negeri berbasis islam di Yogyakarta, tentu saja bukan UMY apalagi UII, the one and only kampus pergerakan bernafaskan semangat islam; UIN Jogja. Bisa masuk UIN adalah kebanggan tersendiri bagi warga kampung. “Alhamdulillah, bisa masuk negeri, Le,” begitu ucap mak’ku setelah membaca pengumuman penerimaan.
Tiga bulan ngekos di Jogja, kota ini tampak begitu istimewa, sama seperti keindahan yang selama ini saya nikmati di media sosial: gemerlap lampu Malioboro, konser musik band-band ibu kota, ekosistem diskusi yang menyenangkan, city light yang aestetik, dan makanan yang (katanya) kelewat murah. Tapi, keindahan di atas tak berlangsung lama.
Enam bulan ngekos di Jogja, saya mulai menyesal kuliah di sini. Kejahatan jalanan (baca: klitih) mengancam warganya, mau menikmati city light yang aestetik saja harus berada dalam bayang-bayang sabetan sajam. Ya rasanya tidak wangun mengambil video aestetik dengan risiko punggung sobek. Jelas milih turu wae timbang numpak ambulans!
Makanan murah adalah hoax terbesar yang pernah saya dengar dari Jogja. Kita ambil studi kasus makan di angkringan; nasi kucing dua bungkus 4K, es teh 3K, total cuma 7K sekali makan. Murah kan? Matamu.
Saat kalian makan di angkringan, sudah dapat dipastikan, Anda-anda akan ngambil gorengan, sate ati, ceker, kepala dll. Lauk-lauk tersebut tidak murah, Bos!
Macet sana, macet sini
Dan, Jogja punya hal yang sering dinormalisasi kota kota besar: kemacetan. Memang, macet Jogja tidak separah yang ada di Jabodetabek. Tapi, macet ya macet, tetap saja membosankan. Sabtu malam, hari di mana saya sering berdamai dengan macetnya Kota Yogyakarta, saking macetnya, saya pernah melibas Gejayan-Janti 15 menit, normalnya paling cuma 4 menitan.
Dan masih banyak lagi hal hal tidak menyenangkan dari Kota Istimewa. Rasisme, biaya kuliah yang melambung tinggi dan tanggapan ndlogok dari para pejabat publik perihal problematika yang sedang terjadi bikin kuliah di Jogja serasa jadi hal yang nggak menarik.
Untuk teman-temanku Jawa Timur, yang punya niatan untuk kuliah di Jogja, pikirkan kembali, lebih baik ke Malang atau Surabaya. S di kata surabaya artinya Senang dan M dari kata Malang artinya menyenangkan. Sedangkan J di Jogja artinya jan….gan dibanding-bandingke. Hayo, mikirmu sing aneh-aneh mesti.
Penulis: Geza Xiau
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Omong Kosong Peran Universitas dalam Mengentaskan Kemiskinan di Jogja