ADVERTISEMENT
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Klitih di Jogja: Akibat dari Mental Chauvinis dan Maskulinitas ala Feodal

Prabu Yudianto oleh Prabu Yudianto
9 Agustus 2021
A A
ha milik tanah klitih tingkat kemiskinan jogja klitih warga jogja lagu tentang jogja sesuatu di jogja yogyakarta kla project nostalgia perusak jogja terminal mojok

warga jogja lagu tentang jogja sesuatu di jogja yogyakarta kla project nostalgia perusak jogja terminal mojok

Share on FacebookShare on Twitter

Mungkin kata “klitih” sudah punya tempat baru di masyarakat. Bahkan mulai diserap untuk menjelaskan perilaku penyerangan dan kekerasan tanpa sebab. Meskipun tetap Jogja yang jadi rumah untuk klitih, arena saya jarang melihat berita penyerangan yang berpola seperti di Jogja.

Definisi klitih sebenarnya jauh dari kata kekerasan. Klitih adalah aktivitas keluyuran “mencari angin”. Biasanya dengan naik motor berkeliling sekitar rumah atau tongkrongan. Namun, para remaja yang sedang puber melakukan aksi kekerasan sembari melakukan kegiatan tadi tadi. Pada akhirnya, kegiatan ini dicap sebagai kegiatan mencari rusuh dan penyerangan orang tak bersalah.

Menurut Suprapto, kriminolog dan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, kejahatan jalanan berbeda dengan klitih. Seperti yang dilansir Tirto, “kejahatan jalanan itu beda dengan klitih. Jangan menyebut klitih karena klitih sendiri berarti aktivitas positif yang dilakukan untuk mengisi waktu luang. Sayangnya ini kemudian diadaptasi pelajar atau remaja untuk mencari musuh.”

Di tengah warganet lokal, klitih selalu jadi buah bibir. Cukup search kata ini di media sosial atau mesin pencari, pasti kecaman dan hujatan kepada pelaku langsung bertengger di puncak. Yah mungkin hanya orang dengan sudut pandang istimewa atau pelaku sendiri yang akan memuji dan mendukung.

Saya pernah berdiskusi dengan pelaku klitih. Kebetulan memang kawan sendiri. Menurut kawan ini, alasan untuk klitih memang tidak jauh dari mentalitas “nglanangi” di Jogja. Seolah-olah kelaki-lakian seseorang belum sempurna kalau belum berani melakukan kegiatan ini. “Malah buat tantang-tantangan jhe, berani nggak nglitih,” imbuh kawan saya.

Ini yang menarik perhatian saya. Suka tidak suka, memang klitih didominasi laki-laki. Lihat saja foto-foto pelaku di media sosial, pasti laki-laki. Dan ini memang toxic masculinity seturut kearifan lokal.

Laki-laki dilabeli sebagai sosok beringas yang tidak punya takut. Karakter dominan dan keras menjadi jimat laki-laki. Ini sudah mendarah daging dalam kultur budaya kita. Jujur saja hai para pria, kalian pasti pernah dipaksa untuk tidak boleh menangis karena kelamin Anda.

Nilai kelaki-lakian ini diejawantahkan dalam berbagai bentuk. Kalau tidak destruktif sih monggo. Toh memang kita masih hidup di masyarakat patriarkis. Kalau ejawantahnya sebagai mental alpha di tengah koloni, saya pikir ini bisa ditolerir. Yah meskipun akan toxic juga pada akhirnya.

Tapi, kalau sudah merugikan individu lain, inilah tanda bahaya. Apalagi sampai diterima sebagai nilai norma. Pemakluman bahwa laki-laki harus “jantan” lah sumber dari adanya klitih. Mungkin terkesan berlebihan, tapi mari buka mata dan telinga.

Tidak semua orang memiliki akses ke sumber daya yang sama. Tapi, semua punya nilai sama yang harus dipenuhi. Untuk yang hidup dalam masyarakat yang antikekerasan, kejantanan ini bisa diejawantahkan dalam perbuatan non kekerasan pula. Misal dengan menjunjung nilai kepemimpinan patriarkis. Bukan membenarkan, tapi kita bicara dalam konteks klitih ya.

Nah untuk masyarakat yang erat dengan kekerasan, ejawantah dari maskulinitas ini akan dekat dengan kekerasan. Ketika klitih di Jogja masih didominasi oleh geng pelajar, tidak pernah ada kabar dari SMA yang notabene “culun”. Apalagi dari sekolah homogen perempuan, paling banter lebih ke masalah internal.

Masyarakat yang erat dengan kekerasan seringkali juga dalam strata ekonomi menengah kebawah. Misal daerah yang menjadi rumah bagi banyak pelaku kejahatan seperti narkoba sampai curanmor. Dan saya yakin ada korelasi dari ekonomi dan wabah klitih ini. Tapi, sebaiknya kita jangan terlalu jauh. Dan bisa menyepakati bersama bahwa masyarakat pemuja kekerasan adalah sumber kegiatan ini.

Tapi, saya melihat klitih perkara ini berhenti di perkara maskulinitas. Apalagi kalau sudah bicara harga diri, ada mentalitas lain yang ikut menyuburkan. Saya melihat kecenderungan mental chauvinis di dalam wabah klitih ini. Mungkin bukan chauvinis dalam tataran luas seperti Indonesia atau Kraton Jogja. Tapi, chauvinis di dalam lingkup pelaku.

Rasa bangga berlebih terhadap label besar perannya dalam klitih. Contohnya saat klitih antargeng SMA. Mental chauvinis antar sekolah jadi alasan. Melakukan kegiatan ini dipandang sebagai menjaga harga diri sekolah dan geng. Mentalitas nirlogis ini terpelihara sampai fase di mana geng SMA dibubarkan oleh polisi yang tidak efektif itu. Pandemi menuntaskan pembubaran ini.

Tapi, mental chauvinis tetap terjaga. Apalagi bicara terpeliharanya mental tadi di tanah monarki ini. Chauvinis di Jogja merangsek urusan geng kampung, suporter bola, sampai keistimewaan. Nah, ketika sasaran mereka tidak jelas karena bubarnya geng SMA, mental chauvinis ini mulai menyerang masyarakat umum. Semata-mata menjaga pamor pribadi dan koloni mereka.

Maka saya tidak melihat dampak apapun dari pola antiklitih hari ini. Pembubaran geng SMA menyempurnakan kegiatan ini sebagai kekerasan jalanan. Dan upaya seperti edukasi serta “teror” dari warga malah membakar klitih sebagai bentuk rebel.

Jika ingin bebas dari wabah buruk ini, sasarlah sumber penyebabnya. Penangkapan pelaku juga tidak mengurangi wabah kekerasan ini. Sebab, yang disasar hanyalah akibat, tapi bukan penyebab. Dan mungkin masyarakat Jogja akan selalu berurusan dengan masalah ini. Maka biasakan pakai jaket, kalau perlu jaket kulit. Dan selalu siaga, karena kejahatan ini bukanlah kejahatan biasa.

BACA JUGA Klitih kok Naik Scoopy, Ora Mashok, Bos! dan tulisan Prabu Yudianto lainnya. 

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 7 September 2021 oleh

Tags: chauvinismeJogjaKejahatanklitihmentalitasPojok Tubir Terminal
Prabu Yudianto

Prabu Yudianto

Jika artikel saya menyinggung Anda, SAYA TIDAK PEDULI!

ArtikelTerkait

warung masakan babi di jogja

Warung Masakan Babi di Jogja yang Bikin Ngiler Part 2

8 November 2021
Derita Tinggal di Kecamatan Tegalrejo Jogja

Derita Tinggal di Kecamatan Tegalrejo Jogja

31 Maret 2023
4 Rekomendasi Tempat Menyendiri di Jogja yang Cocok untuk Orang Intovert Terminal Mojok

4 Rekomendasi Tempat Menyendiri di Jogja yang Cocok untuk Orang Introvert

17 Agustus 2022
KA Progo, Sahabat Kaum Mendang-mending yang Merantau dari Jogja ke Jakarta, Punggung Pegel Nggak Masalah, Penting Murah!

KA Progo, Sahabat Kaum Mendang-mending yang Merantau dari Jogja ke Jakarta, Punggung Pegel Nggak Masalah, Penting Murah!

14 Juli 2024
Influencer Bukanlah Dewa, dan Kalian Nggak Perlu Membela Mereka

Influencer Bukanlah Dewa, dan Kalian Nggak Perlu Membela Mereka

31 Juli 2021
Jalan Kricak Kidul Jogja Memang Menyebalkan, tapi Itu Siasat Saya Hidup di Tengah Kota yang Padat Mojok.co

Jalan Kricak Kidul Jogja Memang Menyebalkan, tapi Itu Siasat Saya Hidup di Tengah Kota yang Padat

3 November 2023
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
#ShopeeTindasKurir Adalah Situasi yang Bikin Saya sebagai Pelanggan Shopee Jadi Simalakama terminal mojok.co

Surat Terbuka untuk Seluruh Marketplace: Kasih Opsi Uang Tip untuk Kurir, dong!

Opsi Pertanyaan yang Bisa Diajukan kepada HRD oleh Pelamar Kerja setelah Mengikuti Proses Interview terminal mojok

Ketika Batu Loncatan Menjadi Batu Fondasi

sunat zaman belanda MOJOK.CO

Sunat dan Kebohongan Orang Tua yang Sebaiknya Diakhiri

Terpopuler Sepekan

Sastra Indonesia UNY, Jurusan yang Aslinya Biasa Saja, tapi Dikemas Luar Biasa oleh Kampus Mojok.co

Sastra Indonesia UNY, Jurusan yang Aslinya Biasa Saja, tapi Dikemas Luar Biasa oleh Kampus

8 Juni 2025
Banjarnegara, Daerah “Pendiam” yang Saking Diamnya Tenggelam oleh Ketenaran Dieng

Banjarnegara, Daerah “Pendiam” yang Saking Diamnya Tenggelam oleh Ketenaran Dieng

13 Juni 2025
Kebijakan Anak PAUD Masuk Jam 06.30 Pagi Itu Konyol: Kasihan Orang Tuanya, Kasihan Anaknya, Bisa Trauma dengan Sekolah!

Kebijakan Anak PAUD Masuk Jam 06.30 Pagi Itu Konyol: Kasihan Orang Tuanya, Kasihan Anaknya, Bisa Trauma dengan Sekolah!

8 Juni 2025
Perjalanan Panjang ke Kota Tidore Kepulauan Melelahkan, tapi Begitu Sampai Malah Betah. Hampir Tak Ada Tukang Parkir di Sana

Perjalanan Panjang ke Kota Tidore Kepulauan Melelahkan, tapi Begitu Sampai Malah Betah. Hampir Tak Ada Tukang Parkir di Sana

11 Juni 2025
Goguma Cloud Latte, Menu Gaib yang Akhirnya Muncul di Point Coffee Purwokerto: Jadi Minuman Terbaik!

Goguma Cloud Latte, Menu Gaib yang Akhirnya Muncul di Point Coffee Purwokerto: Jadi Minuman Terbaik!

11 Juni 2025
Kopi Keliling Kekinian Adalah Bukti Starling Tidak Mati dan Berevolusi, tapi Plis Pengusaha Jangan Banyak yang Ikut-Ikutan

Kopi Keliling Kekinian Adalah Bukti Starling Tidak Mati dan Berevolusi, tapi Plis Pengusaha Jangan Banyak yang Ikut-Ikutan

14 Juni 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=jS-m10azBto

DARI MOJOK

  • Bukan Janji, Tapi Jalan : 100 Hari Pertama Masa Kepemimpinaan Wali Kota Solo
  • 14 Tahun Pakai Yamaha Xeon, Motor Butut yang Kuat Menerjang Jalanan Terjal Tasikmalaya ke Pantai Pangandaran
  • Pernah Ditolak Unair, Kini Jadi Mahasiswa Berprestasi di Kampus Nggak Favorit usai Bikin Bisnis yang Ramah Lingkungan
  • Pengalaman Pertama Orang Klaten Naik KRL Jogja-Solo, Sok-sokan Berujung Malu karena Tak Paham Kursi Prioritas dan Salah Turun Stasiun
  • Jadi Driver Gojek untuk Cari Duit Malah Tekor Terus Kena Order Fiktif, Hidup Tertolong Promo
  • Menyaksikan Kegilaan Sopir Harapan Jaya dan Bus Bagong dari Dalam Bus, Menjadi Saksi Kehidupan Bus yang Selalu Dianggap Biang Masalah Jalanan

AmsiNews

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.