Bioskop Jepang punya perbedaan yang lumayan mencolok dengan bioskop Indonesia
Menonton film di bioskop memang menjadi hiburan tersendiri. Sensasinya tentu berbeda dengan menonton film di laptop maupun televisi. Meskipun berbeda dengan bioskop Indonesia, menikmati film di bioskop Jepang ternyata ada hal enak dan nggak enaknya juga, lho. Selain bahasa Jepang, apa saja perbedaannya?
Gedung bioskop
Sama seperti di Indonesia, bioskop Jepang rata-rata berada di mall lantai atas. Kalau nggak, ya bangunan tersendiri. Bioskop yang terkenal di Jepang, antara lain Cineplex, Movix, T Joy, Toho Cinemas, 109 Cinemas, dan OS Cinemas.
Selain itu, ada beberapa teknologi layar film yang digunakan di bioskop Jepang, seperti IMAX, TCX (Toho Cinemas Extra Large Screen), DOLBY ATMOS, MXD, dan SCREEN X. IMAX menggunakan dua proyektor bersumber cahaya laser resolusi 4000 sehingga kualitas gambar lebih tinggi. TCX menggunakan layar horisontal dari dinding kiri ke kanan. DOLBY ATMOS merupakan sistem akustik yang memasang beberapa speaker di langit-langit (selain di dinding). MXD memiliki sensasi efek khusus seperti goyang, angin bertiup, dll. Teknologi SCREEN X membuat bidang pandang menjadi lebih luas karena diproyeksikan di layar depan sekaligus dinding kanan kiri.
Oh iya, sekarang kebanyakan tiket film di bioskop Jepang dijual dengan mesin penjual otomatis, lho. Tinggal pencet-pencet pilih film, kursi, dan bayar, dapat lah tiket dan sudah bisa menonton film. Untuk harga popcorn dan minumannya bervariasi dengan harga paling murah 700-an yen (sekitar 84.000 rupiah).
Harga tiket
Di Indonesia harga tiket bioskop berkisar antara Rp20.000,00 (Movimax Kaza City Mall, Surabaya) sampai ratusan ribu rupiah. Biasanya harga ini tergantung kategori tiketnya (regular, 2D, deluxe, VIP) dan hari kerja atau akhir pekan. Tentu saja teknologi dan fasilitas bioskopnya sendiri juga berpengaruh, seperti The Premiere katanya lebih mahal dibanding yang lain karena sensasi ruangannya yang terkesan eksklusif.
Sebenarnya perbedaan harga tiket di Jepang juga berdasarkan teknologi dan hari. Kategori penonton dan jam tayang juga mempengaruhi, lho. Ada harga yang berbeda antara penonton umum, lansia (70 tahun ke atas), mahasiswa, siswa SMP-SMA, anak-anak, dan penyandang disabilitas. Untuk harga umum misalnya 1.900 yen (setara dengan 228.000 rupiah) untuk jam tayang pagi sampai delapan malam, dan 1.400 yen (168.000 rupiah) untuk jam delapan malam ke atas. Untuk penonton lansia 1.200 yen, mahasiswa 1.500 yen dan 1.000 yen dan 900 yen.
Sebagai perbandingan, kalau saya nonton bertiga dengan anak dan suami dan nggak mungkin nonton di atas jam 8 malam, berarti kami menghabiskan uang 4.800 yen (576.000 rupiah). Uang segitu biasanya jatah belanjan mingguan saya, lho. Dapat beras 5 kg, ayam 1 kg, telor, susu, dan sayur buah. Hehehe.
Harga tersebut memang mahal, tetapi bioskop Jepang juga menawarkan berbagai promo dan diskon khusus. Pada hari film (eiga no hi) yakni tanggal 1 tiap bulannya, harga 1900 yen untuk umum bisa menjadi 1200 yen dan untuk mahasiswa menjadi 1200 yen saja. Dulu juga ada Ladies Day tiap hari Rabu dan para penonton perempuan bisa mendapatkan diskon menjadi 1200 yen juga.
Film dubbing vs subtitle
Saya pernah menonton film The Secret Life of Pets dengan dubbing bahasa Jepang di bioskop. Kalau anak-anak sih sudah pastinya tertawa hanya dengan melihat kelucuan dan tingkah karakter animasinya. Ceritanya yang ringan juga nggak sampai perlu buka kamus, kok. Pokoknya, mengikuti alur cerita filmnya saja. Itulah sensasinya menonton film dubbing di Jepang. Nggak paham 100 persen pun, yang penting tertawa. Hahaha.
Orang Jepang (orang tua maupun anak-anak) juga lebih menyukai film dubbing daripada yang subtitle, lho. Mereka jadi lebih terkesan karena paham ceritanya dan mata juga nggak capek karena membaca subtitle. Lantaran dubbing itu populer, banyak juga artis dubbing Jepang yang terkenal, seperti Akio Matsuka dan Koichi Yamadera. Ngomong-ngomong, drama Korea yang diputar di televisi Jepang juga kebanyakan di-dubbing, lho. Kalau di kita kan tetap subtitle ya, bahkan Upin & Ipin pun. Uhmm…
Selain dubbing, bioskop Jepang juga menampilkan film dengan subtitle. Kebanyakan anak muda memilih film jenis ini karena selain ingin mendengar suara asli pemainnya, juga sekalian bisa untuk belajar bahasa Inggris. Bahasa Inggris juga sudah dipelajari di Jepang sejak kelas 3 SD lho. Jadi, ada kecenderungan juga kalau orang Jepang sekarang lebih memilih subtitle daripada dubbing. Lagipula bioskop Jepang ramah penyandang disabilitas. Jadi, bisa memilih antara dubbing dan subtitle sesuai kebutuhan juga.
Kalau kalian tim dubbing atau subtitle ini, Gaes?
Jenis film yang ditayangkan di bioskop Jepang
Saat ini film yang sedang tayang di bioskop Jepang, antara lain Fantastic Beast and Where to Find Them 3, SING 2, dan sedang menunggu Detektif Conan: Halloween Bride (rilis 15 April) dan Crayon Shinchan: Mononoke Ninja Chinpuuden (rilis 22 April). Untuk nama film Barat, judul filmnya sering diterjemahkan. Seringnya, hasil penerjemahannya mindblowing. Seperti film Fantastic Beast and Where to Find Them 3 ini diterjemahkan menjadi “Fantasutikku Biisuto to Danburudoa no Himitsu” yang artinya Fantastic Beast dan Rahasia Dumbledore. Tapi, ya, penerjemahan kan sesuai target pasar. Aneh buat kita, belum tentu buat mereka.
Sama seperti Indonesia, bioskop Jepang juga diharapkan lebih banyak menayangkan film buatan negaranya sendiri. Film anime juga sangat populer di Jepang, lho. Kalau dulu, biasanya film Barat yang akan diputar di bioskop Jepang berdasarkan animo penonton. Kalau bagus, baru diputar. Lantaran ada proses dubbing yang cukup memakan waktu, film Barat yang diputar pun kadang lama sejak tanggal rilisnya. Bisa sampai 6 bulan lho.
Sekarang dengan kontrak eksklusif karena persaingan antarbioskop, film-film tersebut bisa diputar cepat. Jadi, tenang saja, nggak bakal ketinggalan, kok.
Etika
Etika bioskop di mana-mana sebenarnya sama saja. Di antaranya nggak bersuara, baik tertawa maupun berkomentar dengan suara keras dan masuk tepat waktu karena kalau terlambat masuk bisa mengganggu penonton lain. Melihat kredit sampai akhir juga menjadi sebuah bentuk penghargaan terhadap film dan pembuatnya. Ini sih kadang-kadang penonton kita sudah pergi duluan sebelum film selesai dan lampu kembali dinyalakan ya.
Kebiasaan orang Jepang di bioskop maupun di tempat umum lainnya adalah membawa pulang sampahnya sendiri. Di Indonesia pun ada kok penonton yang membawa pulang sampahnya, tetapi tak sedikit juga yang meninggalkannya dan petugas yang harus membersihkan. Nah, kalau di Jepang semua orang melakukannya. Malah malu sendiri kalau sampai nyampah di tempat umum.
Begitulah setidaknya perbedaan menonton film bioskop di Jepang dan Indonesia. Nah, kalau berkesempatan traveling ke Jepang, boleh lho mencoba sensasi menikmati film bioskop di Jepang.
Penulis: Primasari N Dewi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 4 Perbedaan Kuliah S1 di Jepang dan Indonesia