Saya lumayan suka sama film bergenre comedy action. Biasanya saya menontonnya pas lagi pengin ketawa dan nyari hiburan lewat nonton film-film keren yang ada lawaknya. Film yang saya maksud adalah film-film Hollywood kayak Johnny English, Kingsman, dan Men in Black. Kadang saya juga menonton film dari Korea Selatan seperti Extreme Job atau Midnight Runner.
Nah, ada satu film com-action favorit saya dari masa ke masa, judulnya Hot Fuzz. Film ini termasuk film yang underrated. Padahal menurut saya film ini keren pol, porsi komedi dan action-nya bener-bener pas. Penggarapannya pun oke punya dan sama sekali nggak bikin bosen.
Film ini dirilis tahun 2007 dan disutradarai oleh Edgar Wright. Di film ini, tokoh utamanya adalah polisi berbakat bernama Nicholas Angel yang dipindahtugaskan dari London ke desa terpencil bernama Sandford.
Selama nonton film ini, saya terpana sama kemampuan Angel sebagai polisi. Kemudian bertanya-tanya, ada nggak ya polisi kayak dia di dunia nyata? Nah, poin apa aja sih yang bikin Nicholas Angel jadi penggambaran polisi keren di mata saya? Oya, saya sarankan kalian nonton dulu ya sebelum menengok list di bawah, soalnya mengandung spoiler~
Banjir prestasi
Film ini dibuka dengan scene yang cukup epik. Nicholas Angel yang diperankan Simon Pegg nunjukin ID card-nya ke kamera dan dimulailah pengenalan karakter si Angel. Angel lulus dari Universitas Canterbury dengan double degree: politik dan sosiologi. Angel lalu masuk ke akademi kepolisian. Kemampuan di lapangan dan teorinya sama-sama luar biasa. Selain itu, Angel juga dianugerahi berbagai penghargaan. Dia juga dijuluki polisi yang punya rate penangkapan paling tinggi di London.
Kritis kepada atasan
Nah, karena prestasi Angel bejibun banget, polisi-polisi lain pada iri. Atasannya memutuskan untuk memindahkan Angel ke sebuah desa bernama Sandford. Oleh karena keputusan ini terkesan tiba-tiba dan nggak beralasan, Angel pun protes ke atasannya. Awalnya, dia protes ke atasan langsungnya. Nggak puas dengan jawaban atasannya, Angel lalu bicara sama atasan yang lebih tinggi. Namun, ia juga nggak dapet jawaban yang memuaskan. Dan terakhir, dia ngomong sama atasan tertingginya, Inspektur Kepala. Di situlah Angel berhadapan dengan tiga atasan yang ternyata sama-sama pengin Angel hengkang dari London.
Angel melawan keputusan sepihak nggak beralasan dari ketiga atasannya dengan kata-kata yang keren:
“With respect, Sir, you can’t just make people disappear.”
Sedihnya, Inspekturnya membalas setengah ngelawak, “Yes, I can, I’m the chief inspector.”
Punya integritas
Integritas Angel sebagai penegak hukum nggak perlu dipertanyakan lagi. Usai tiba di Sandford, Angel mampir ke pub kecil di tengah desa. Anehnya, pub itu dipenuhi sama anak remaja yang belum cukup umur buat minum alkohol. Angel yang tahu pelanggaran itu, langsung menyuruh para remaja keluar dari pub.
Si pemilik pub bilang bahwa ada alasan para remaja berkumpul di pub, yaitu supaya nggak bikin kenakalan di luar. Istilahnya, “for the greater good”. Angel yang sangat berintegritas nggak kemakan omongan si pemilik pub tadi dan justru membalas, “but the law is the law.”
Esoknya, Angel diapresiasi Inspektur Frank Butterman, atasannya di Kepolisian Sandford. Namun, apresiasi ini rupanya memiliki maksud lain. Frank menyuruh Angel sedikit lebih “santai”. Tapi, bisa kita lihat bahwa Angel selalu berpegang pada integritasnya.
“Aku mengakui antusias dan bakatmu yang tak sebanding denganku. Namun, ini bukanlah London.”
“Dengan hormat, Pak, letak geografis bukanlah faktor yang mempengaruhi penerapan hukum.”
Integritas Angel juga diperlihatkan dari caranya menolak sogokan. Seorang pengacara bernama Martin Blower berkendara dengan selingkuhannya menuju gladi resik pementasan drama. Sayangnya, Blower mengemudi melebihi batas kecepatan. Angel pun tanpa segan menilangnya. Begitu Angel balik ke kantor polisi, ia diberi hadiah tiket pertunjukan dramanya Blower sebagai bentuk “permohonan maaf”. Dengan tegas, Angel menolaknya dan bilang bahwa mereka tidak boleh menerima hadiah dari siapa pun.
Logika dan intuisi jalan bareng
Sandford digambarkan sebagai desa yang sederhana. Tingkat kriminalitasnya rendah banget sampai dianugerahi “Village of the Year” berkali-kali. Makanya, polisi-polisi Sandford cenderung berleha-leha. Makan cokelat pas jam kerja, malas-malasan, bahkan terkesan nggak mau memproses pelanggaran hukum yang menurut mereka sepele, misalnya “underage drinking” tadi.
Meski begitu, Angel tetap pada jati dirinya. Dihadapkan pada lingkungan baru yang sangat berbeda dengan dirinya, Angel tetap teliti dan waspada. Ia terbiasa tidak pernah menyepelekan sesuatu. Maka ketika ada kasus kematian Martin Blower dan selingkuhannya sekaligus anggota dewan lokal, Eve Drapper, Angel tetap memakai logika dalam analisisnya. Habis itu, muncul kasus-kasus lain yang menurut Angel semuanya berhubungan.
Namun, semua kasus itu dipandang lain oleh para polisi dan masyarakat Sandford sebagai “kecelakaan”. Mereka berpikir mana mungkin di desa setenteram Sandford ada pembunuh. Alhasil, Angel seolah kerja sendiri buat mengungkap kasus-kasus itu. Untungnya, ada partner polisinya, Danny yang diperankan Nick Frost, yang ikut ngebantu Angel.
Selain logika, Angel juga mendengarkan intuisi dari dalam dirinya. Hal itu tersirat dari dua scene berikut. Pertama, scene saat ia berkali-kali ketemu pengusaha supermarket, Simmon Skinner, di beberapa TKP dan saat mendengar omongan aneh Skinner. Kedua, scene saat ia berlari ke “tempat ketemuan” yang direncanakan sama jurnalis Tim Messenger, seolah takut kalau-kalau ada hal buruk menimpa Messenger –yang ternyata benar-benar terjadi.
Nicholas Angel memang cuma karakter di sebuah film. Namun, eksistensinya memberi penonton tentang apa arti menjadi penegak hukum. Tantangan demi tantangan ia hadapi dengan keseriusan dan moralitas yang tinggi. Setelah menamatkan film ini, saya kadang bertanya-tanya, apakah ada Nicholas Angel lainnya di negeri kita?
Sumber gambar: Akun Twitter @acnfilm
BACA JUGA 10 Desain Masker Anti Mainstream yang Mampu Menghalau Kesedihan dan tulisan Maria Monasias Nataliani lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.