Bagi seorang santri, pengalaman selama berada di pesantren tentu tidak mudah dilupakan. Pengalaman yang bisa dikenang dan menjadi warisan berharga yang selalu menarik untuk dibagikan. Salah satunya yang membuat rindu adalah suasana saat bulan Ramadan di pesantren.
Menjelang Ramadan, banyak kegiatan pondok pesantren yang berubah dibanding hari-hari biasa. Mulai dari nderes atau ngaji Alquran. Kegiatan nderes di pesantren biasanya memang tak mengenal waktu, apalagi saat bulan Ramadan. Semua orang seakan berlomba-lomba sanggup menghatamkan Alquran di tengah kesibukan lain di pondok yang tetap berjalan. Oleh karena itu, ketika Ramadan akan lebih mudah menemui santri-santri yang membawa Alquran di hampir setiap kegiatannya.
Berbeda dengan Ramadan sebagai anak kos, setiap ada waktu luang rasanya tetap berat untuk mengaji sendiri di kamar. Apalagi bisa rutin seperti di pesantren. Yang ada justru sebaliknya: lebih banyak rebahan, hape-an, nonton film, dan berbagai kegiatan yang banyak nggak berfaedahnya. Alhasil, kalau di pondok pesantren bisa khatam baca Alquran sampai dua atau tiga kali, di kosan belum tentu bisa khatam bahkan satu kali pun selama bulan Ramadan.
Selain nderes kegiatan rutin lain selama bulan Ramadan adalah salat Tarawih berjamaah. Ketika masih mondok si salah satu pesantren di Jombang, saya sering mengikuti salah Tarawih di masjid-masjid yang berbeda tapi masih dalam satu wilayah pondok. Perbedaan masjid tersebut biasanya hanya berbeda di bacaan surah pendeknya saja.
Ada satu masjid yang imamnya selalu membaca surah-surah pendek juz 30. Ada pula yang imamnya hanya membaca ayat pertama dalam suatu surah, seperti “alif lam mim” saja. Nah, ada juga masjid yang ketika sekali salat Tarawih berjamaah, imam membaca satu juz penuh dalam Alquran. Masjid yang seperti ini berada di pondok induk atau pondok pusat dan biasanya didatangi oleh para santri senior atau para tahfidz Alquran.
Selain nderes dan salat Tarawih, hal yang paling dirindukan saat Ramadan di pesantren adalah buka bersama. Pada bulan Ramadan, gerbang pondok biasanya akan ditutup lebih cepat dari biasanya. Jam masuk asrama tidak boleh melebihi 16.00. Alhasil, tidak ada pilihan lain untuk menu buka puasa yang terbatas. Namun, justru keterbatasan itu yang akan menciptakan kebersamaan di pondok pesantren menjadi kenangan yang sangat berharga nantinya.
Di pesantren rasa-rasanya melakukan kebaikan itu mudah, karena bersama-sama dan satu tujuan. Pondok pesantren menjadi zona nyaman terutama dalam beribadah di bulan Ramadan. Pasalnya, jika berada di satu lingkungan yang nyaman dengan orang-orang yang punya satu pemikiran dan tujuan, kita akan senang melakukan kegiatan apa pun di dalamnya.
Kenangan Ramadan di pesantren memang sungguh menyenangkan. Meskipun ini juga jadi tantangan terbesar para santri: mempertahankan kebiasaan positif tersebut setelah tidak lagi di pesantren sungguh butuh perjuangan. Menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung dan tetap istiqamah melakukannya, itu tidak mudah.
Pasalnya, kita akan selalu dihadapkan dengan realita masyarakat yang lebih beragam. Lingkungan, aktivitas, cara berpakaian, bahkan cara memandang sesuatu (dalam hal tertentu), yang pasti berbeda-beda.
Teruntuk santri yang rindu hidup di pesantren, semoga masih dikuatkan. Semoga selalu dimudahkan dalam menjalankan ketaatan, menjaga hafalan, dan mengamalkan ilmu dunia akhiratnya. Semoga tetap bermanfaat di mana pun kita berada.
BACA JUGA Esai-esai Terminal Ramadan Mojok lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.